...
Ini semua berasal dari satu dan berakhir
dengan satu. Jika kau paham, maka tersenyumlah. Jika tidak maka tersenyum
sajalah. Mungkin saat ini aku masih merindukan suasana yang pernah terjadi.
Namun apa daya jika tak bisa ku raih maka akan aku simpan semua kenangan yang
pernah ada. Hingga aku tidak bisa mengenangnya lagi.
Aku akan menceritakan orang – orang yang sudah menjadi
saksi akan kisah ini terlebih dulu:
Aku sebagai aku
Manusia berkawat gigi adalah senior yang selalu
mengajariku
Sieks sebagai orang yang membuat selera mencintaku
hilang
Sosok yang hadir lebih lama sebagai kawan yang
menjalankan rutinitas denganku hampir lebih setengah dari waktu yang dia miliki untuk menjalankan aktifitasnya di rutinitas yang sama dengaku
Pendamping angkatanku sebagai kepala pelatihan ditempat rutinitasku
Sosok baru baru sebagai kamu yang pernah membuka dan
menutup kembali hati ini
Kawan – kawanku ada banyak. Lebih dari 25 orang
dicerita ini
Ayah dan Ibu sebagai orang tua yang selalu
membahagiakan aku.
Adik lucu sebagai adik dari sosok baru
Adikku sebagai adik tersayangku
Bella, Betty, Bollu sebagai peneman dikesunyianku
Kamu sebagai kamu yang sedang menikmati tulisan ini
...
Perbincangan di cerita ini sengaja aku samarkan kata demi
katanya dan juga nama demi namanya. Biar semua menjadi cerita yang hanya bisa
menjadi sebuah kenangan untuk diterbangkan.
Ada beberapa cerita yang sengaja tidak aku ceritakan. Hanya
untuk sebagai bagian dari salah satu privasiku saja. Privasi yang tentu tidak
akan ada yang mengetahuinya.
Bacalah cerita ini sambil menikmati segelas kopi
hangat dengan rintikan hujan. Yang akan membuat kamu merasakan semua yang
pernah aku rasakan di cerita ini. Sama seperti aku yang selalu menikmati
kenangan yang pernah ku lalui dengan kenikmatan bersama kopi hangat dan
rintikan air hujan yang bisa membuat ingatan kembali mengingat akan masa lalu
dengan kenangan. Kenangan yang terbang bersama cerita ini.
Hingga kini, hingga rintikan masih turun aku masih selalu membaca kenangan yang pernah ku lalui di cerita ini. Seakan masih ingin merasakan semua kenangan yang pernah terjadi. Hanya untuk melepas kerinduan yang tidak boleh diungkapkan.
Jika kamu menganggap ini semua berlebihan maka biarlah
itu urusanmu. Namun jika kamu tidak menganggapnya seperti itu, pasti kamu akan
mengerti apa yang aku rasakan saat itu. Mulailah tersenyum agar kamu lebih
mengerti semua. Semua tentang.....
Satu
Mungkin dari awal sang langit sudah
mengetahui ke mana arah sang bintang. Utara, Timur, Barat, atau bahkan
Selatan. Namun sang langit
mencoba membuat sang bintang
terlihat tetap indah dengan kilauannya. Mungkin sang langit enggan membuat sang bintang tak tampak
seperti bintang yang
dirindukan banyak orang. Atau mungkin sang langit memang menginginkan bintang
tetap seperti bintang indah
yang berkilau yang selalu bersamanya saat gelap tiba.
Hanya sekedar
membahas bukan untuk mengenang
apalagi mengulang. Kesalahan terbesar yang sangat merugikan. Pernah terlintas
namun langsung hilang terhapus oleh luka. Pernah hadir namun langsung terhapus
oleh duka. Bukan untuk menghadirkan, hanya untuk tersenyum. Bukan untuk
menyalahkan, hanya untuk berterima kasih. Kesenangan sesaat yang hadir telah lenyap termakan
oleh gelap. Kebahagiaan sesaat yang hadir telah lenyap termakan waktu yang selalu
menghantui.
Bukan untuk menghancurkan hanya
untuk menghilangkan.
...
Saat terang datang memberikan
suasana baru, suasana yang mungkin bisa membuat keadaan lebih membaik. Harapan
indah yang selalu membuat hidup akan menjadi lebih baik. Banyak perkataan
tentang kota ku. Kota yang lumayan besar. Kota
yang memiliki seribu harapan. Kota yang seperti memiliki magnet yang dapat
menarik orang – orang dari kota – kota lain untuk datang dan menetap. Kota yang memberikan banyak
penghasilan melalui gedung berasap yang tinggi. Tapi
masih banyak juga yang tidak menyukai kota ku. Mulai dari yang menghasut, menghardik, namun tidak sedikit juga yang
berkata baik tentang kota ku. Namun di tempat ini lah semua perjalananku dengan
sang bintang dimulai.
Saat itu aku sedang menjalankan rutinitas yang mungkin bisa dibilang
membosankan. Karena aku belum menemukan cara bagaimana aku bisa nyaman. Aku
terus belajar, mencari cara agar bisa nyaman menjalankan rutinitasku. Karena
aku masih terus mengingat nasihat yang diberikan pendamping angkatanku saat
itu. Dia berkata, “nyamanlah dengan rutinitasmu. Maka kamu akan mencintainya.
Namun jika kamu belum bisa nyaman dengan rutinitasmu, maka cobalah mencintai
hal – hal kecil disekelilingnya. Bisa dari perjalanan kamu menuju rutinitasmu,
ruanganmu, orang – orang yang ada, atau bahkan nyaman dengan kebijakan yang ada
didalamnya. Karena dengan kamu merasa nyaman maka kamu akan mencintai
rutinitasmu dengan sepenuh hati.”
Saat itu mungkin aku masih bodoh, belum mengenal apapun yang ada. Belum
paham tentang apapun yang ada. Belum memiliki kawan yang bisa menuntunku dan bisa selalu menemani. Namun aku yakin. Aku akan bisa nyaman dengan semua ini.
Aku ditugaskan untuk menjalankan rutinitasku di “satu”. Aku akan cerita
sedikit tentang Satu. Iya ruangan tempat aku menjalankan rutinitasku selama 6
bulan ke depan. Ruangan yang berbentuk seperti persegipanjang 8 sisi. Tanpa ada pintu, hanya beralaskan
lantai hijau dan berdindingkan kaca. Tidak semua dindingnya menggunakan kaca.
Hanya setengah dari dinding sajalah yang menggunakan kaca. Ruangan yang
mempunyai luas kurang lebih 2;5 x 3 m. Iya ruangan yang selalu bersuhu udara
mulai dari 27 derajat celcius hingga 21 derajat celcius. Ruangan yang mempunyai
meja terpanjang dari semua ruangan yang ada di sekitar bagian rutinitasku.
Mempunyai alarm yang awalnya membuat aku selalu merasa resah. Iya bagaimana
tidak. Jika alarm berbunyi maka manusia yang belum aku kenal akan berbicara
dengan keras. Seperti menghentak seakan menegur. Entah untuk siapa. Mungkin
untuk diriku yang baru saja mau beradaptasi dengan semua yang ada di satu.
Oke mari kita lanjutkan. Aku masih ingat di dekat saklar ada tempat
kabel yang masih rusak. Belum tersentuh oleh tangan – tangan yang bisa
memperbaikinya. Jika aku duduk didepan dengan kaca pembatas antara ruanganku
dengan ruangan yang bekerja sama dengan ruanganku. Iya maksudku aku selalu menjalankan
rutinitasku bekerja sama dengan manusia yang ada diruangan sebelahku. Iya
ruangan yang sama seperti ruanganku hanya saja memiliki beberapa perbedaan.
Yakni mulai dari suhu ruangannya yang berbeda, ruangan yang memiliki pintu, dan beralaskan
lantai berwarna biru. Dan selalu dipenuhi dengan nada seperti orang yang
menggunting dengan kecepatan tinggi “zreg zreg zreg”. Aku tidak tahu pasti
suaranya. Karena setiap ruangan memiliki nada yang berbeda – beda. Aku juga masih
ingat di salah satu alumunium, iya alumuniumi untuk menyanggah kacanya seperti terbuat dari
alumunium yang berada di atas dinding dan dibawah kaca serta disamping kanan,
kiri kaca dan juga atas kacanya. Iya alumunium yang memiliki lebar kurang lebih 25cm. Alumunium yang ada tepat
diatas dinding. Dan disampingnya ada kaca yang membatasi ruanganku dengan
ruangan disebelahku. Alumunium yang bentuknya miring untuk menyanggah kaca yang
biasa dijadikan senderan tangan – tangan manusia yang menggunakannya untuk
berkomunikasi dengan manusia yang ada disamping ruanganku. Kaca tersebut dibuat
sebagai pembatas antara ruangan kami. Jika kamu tidak mengerti maka coba pikirkan
lagi. Bayangkan bagaimana bentuk ruanganku. Iya disalah satu alumunium itu ada
garis seperti terkena benda tajam. Yang cukup dalam jika diperhatikan. Ruangan
yang memilikj tulisan Satu.
Aku mulai menjalankan semua rutinitasku di Satu. Iya dari awal aku
menjalankan rutinitasku di satu. Dimulai dari orang – orang yang menakutkan
saat itu. Dimulai dengan kebijakan yang berbeda juga. Dan orang – orang yang
pastinya berbeda.
Jika sudah bosan aku selalu melihat sekelilingku. Melihat ekspresi dari
kawan – kawan yang belum aku kenal. Setidaknya untuk menghilangkan kejenuhan.
Iya jenuh yang aku rasakan karena belum memiliki kawan yang sama sepertiku.
Kawan yang bisa menemaniku. Tapi saat itu ruangan di Satu sangat ramai. Ada 6 –
7 orang di ruangan itu. Aku masih ingat ada salah satu wanita yang mengajariku agar aku bisa
menjalankan rutinitasku. Iya wanita cantik, berkawatkan gigi, bermata indah,
dan bersuarakan khas yang membuatnya semakin cantik. Masih ku ingat saat hari –
hari pertama aku menjalankan rutinitasku. Iya saat aku belum mengenal apapun
tentang rutinitasku. Dia selalu menghentakku, berbicara dengan keras seakan
marah tapi sesungguhnya dia berniat baik. Berniat membantuku agar aku bisa
menjalankan rutinitasku di Satu. Iya hingga akhirnya dia berkata:
“sekarang kamu sudah bisa, ditingkatkan lagi”
Ah aku sangat bangga mendengar kata – kata itu. Entah kenapa aku nyaman
saja jika dia yang mengajari aku. Asik yang selalu membuatku kagum dengannya.
Aku masih ingat dia berkata:
“gue mau pake penutup mulut dulu ah, mau nyanyi”
Ah masih kuingat nadanya, semua kekonyolannya. Jika sudah lelah aku selalu
melihat jam didinding yang menghadap ruanganku dan berjarakan kurang lebih 5
meter dari ruanganku. Atau jam yang ada di dinding satunya yang mengahadap
barat berjarakan lebih jauh yakni kurang lebih 7 meter menghadap. Jamnya
memiliki perbedaan 1 menit. Lebih cepat 1 menit jam yang menghadap kebarat dari
pada jam yang menghadap ruanganku. Ruangan Satu adalah ruangan yang tepat
menghadap ruangan kepala dari rutinitasku. Jadi seakan rutinitas kami selalu
diawasi olehnya. (Padahal kepala rutinitasku jarang ada disana, sekalinya ada
hanya berkutik dengan laptopny).
Aku juga masih ingat wanita berkawat gigi pernah menceritakan kekasihnya.
Bahagianya mereka berdua hampir sama dengan kebahagiaan yang aku rasakan saat
itu. Karena waktu itu adalah awal – awal tahun yang membuatku masih bahagia.
Iya aku masih sama sieks. Sieks yang sudah hampir 2 tahun ini selalu bersama
aku. Aku tau kita jarang bertemu. Namun jika kita saling percaya maka kita bisa
sayang!!. Aku sayang kamu.
Baru dengannya aku bisa menjalankan hubungan hampir 2 tahun. Mulai
mengenal keluarganya. Mulai hafal sifatnya. Mulai hafal kebiasaanya. Kesenangan
dan ketidaksukaannya. Iya kamu kan engga suka sama daun bawang dan seledri. Iya
aku ingat, masih ingat. Kamu juga sangat suka sama terong. Ah pokonya aku
sayang kamu dengan semua hubungan kita dari masalah yang ada hingga kesenangan
yang selalu menghantui kita.
Semua berlanjut. Masih bersama sieks. Masih menjalankan rutinitas juga
saat itu. Iya rutinitas baru yang belum aku temui dimana kenyamanannya.
Bulan berganti. Hingga kita merayakan hari kita. Hari dimana kita pernah
memulai semuanya. Iya hari itu tepat 2 tahun kita bersama. Namun mungkin saat
itu aku sibuk dengan rutinitasku. Sehingga kita tidak bisa bertemu. Maafkan
aku. Tapi aku masih mengingat 1 tahun lalu. Dihari kita ke 1 tahun, saat kamu
memberikan sketch wajah kamu dengan tulisan “happy anniversary. Dont forget me”
iya aku masih mengingatnya, aku tidak akan melupakan kamu. Melupakan kita
jelasnya. Aku masih mengingat jelas semua tentang kita memory indah yang kita
rangkai bersama. Manis pahitnya hubungan kita lalui bersama sayang. Aku ingat
saat kita berdua bermain dengan hujan, atau ini akhir tahun saat usia hubungan
kita baru menginjak 10 bulan. Iya pada saat itu kamu dan kawanmu pergi ke kota
hujan. Kau bersama kawan – kawanmu saja. Kamu sangat bahagia saat itu. Tapi
kamu terus mengabari aku. Kamu menanyakan tentang buah tangan yang aku inginkan
dari kota hujan itu. Jelas aku tidak meminta apapun sayang. Aku hanya
menginginkan dirimu saja. Seingatku saat itu hari sabtu. Aku ijin dengan orang
tuaku untuk mengikuti salah satu pelatihan untuk menghadapi ujian masuk
perguruan negeri tinggi. Letaknya ada di daerah ibu kota negeri ini. Iya
letaknya yang lumayan jauh. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
menempuhnya. Pelatihan itu berjalan cukup baik. Aku selesai mengerjakannya
sekira pukul 6 malam. Kemudian aku kembali kekotaku, kembali kerumahku. Aku
kembali menggunakan kereta saat itu. Dan saat itu ternyata kamu sudah pulang
dari liburanmu dikota hujan. Kamu mengajak aku untuk bertemu. Baiklah aku
mengiyakannya. Sekira pukul 9 malam aku sampai di stasiun dekat rumahku. Tidak
terlalu dekat, ya membutuhkan waktu 45menit dari rumahku. Kita akan bertemu
didaerah dekat rumahku. Iya agar aku tidak terlalu larut untuk kembali kerumah.
Saat itu mungkin jam 10 malam. Aku menunggu dipertigaan yang akan menuju
ke arah rumahku. Aku menunggumu dibawah lampu kuning yang sedari tadi
menyinari aku dari gelapnya malam. Kamu mengabari aku bahwa kamu akan tiba.
Kamu mulai menanyakan posisiku saat itu.
“aku udah mau sampe, kamu dimana?, katanya.
“aku dipertigaan”, kataku.
“dimananya, aku sudah sampai” katanya
“aku dipertigaan dekat ondel – ondel”, Kataku.
“baiklah, aku kesana”.
Dan akhirnya kita bertemu. Entah sudah berapa lama kita tidak jumpa. Aku
rindu sungguh aku rindu. Kemudian kita menelusuri jalan besar ke arah selatan.
Hingga kita berhenti di angkringan malam. Banyak yang kita obrolkan saat itu.
Banyak yang kita ceritakan juga. Tapi jam sudah menunjukan hampir jam setengah
dua belas malam. Dan akhirnya aku mengajakmu untuk pulang. Kemudian kita balik
arah ke utara menelusuri jalan ambasador yang sudah dibilang sangat sepi saat
itu. Cukup sampai didepan gang, iya di tempat kau sering menjemput dan mengantarku.
Aku belum bisa mengajakmu kerumah saat itu. Mengertilah. Lalu kamu membuka tas
dan memberikan keluarga baru untukku. Iya sebuah boneka biru yang lucu. Boneka
biru yang kini menjadi salah satu keluarga dikehidupanku. Aku bahagia saat itu.
Setelah itu mungkin kamu menungguku pulang terlebih dulu baru kau membalikan
kendaraan bermesinmu kembali kearah rumahmu. Aku bahagia malam itu. Namun itu
masa – masa indah yang sudah jarang kita rasakan lagi.
Bulan terus berganti namun saat itu mungkin kita sudah tidak pernah
bertemu. Ya walau aku tau memang selama kita menjalani hubungan ini kita jarang
sekali bertemu. 3 bulan sekali untuk bertemu. Itupun jika masih ada kesempatan
untuk bertemu. Tapi saat itu berkabarpun sudah tidak. Entah karena aku yang
mengabaikan kamu dengan kesibukan aku atau hanya memang kita yang sama – sama
sibuk. Saat itu mungkin sudah menginjak bulan ke 25 lebih beberapa minggu. Iya
saat itu kita sudah tidak berkabar selama seminggu. Karena sudah terbiasa tidak
berkabar jadi mungkin semua mengalir begitu saja. Hingga akhirnya hubungan kita
berakhir. Mungkin kita sama – sama tersakiti saat itu. Tapi biarlah kenangan
yang mengobatinya.
Sungguh aku masih biasa saja saat itu. Masih menjalani semua rutinitasku
dengan biasanya. Tanpa ada rasa sesak atau apapun itu. Mungkin karena kita
sudah menjauh lebih lama. Jadi kita sudah terbiasa atau entahlah. Tapi sungguh
aku masih mengingat kenangan kita dulu. Seperti saat hujan, aku mulai meraba
kenangan yang pernah terjadi. Saat aku menelusuri jalan perbatasan kotaku
dengan ibukota negara ini. Aku masih mengingat jelas tentang kamu. Biarkan saat
ini aku masih mengingatnya. Biarkan hingga aku bisa melupakan kamu pada saatnya
nanti.
Aku juga tidak bisa membohongi perasaan ku yang mungkin masih mengingat
kenangan yang muncul tiba – tiba. Tanpa kuingin mengingatnya ya muncul begitu
saja. Aku tau kamu juga masih mengingat kenangan kita. Iya mulai dari postingan
kamu di sosmed yang pernah kubaca seperti ini:
“masih belum berani buka ini”
Iya postingan dengan foto. Foto yang sebenarnya adalah buku yang pernah
aku kasih kekamu. Bukan buku karangan dari orang lain, melainkan buku yang berisi
semua gambar – gambar tentang kita. Iya aku bahagia sama kamu makanya aku
abadikan dengan gambar – gambar yang aku buat. Ada beberapa tulisan juga yabg
aku tulis saat kita sedang ada masalah, iya buku yang lumayan tebal dan ada
tiket nonton juga. Aku ingat kok waktu itu aku kasih buku itu ke kamu saat kita
udah engga ada hubungan lagi. Iya saat itu aku sedang menjalankan UTS di sekolah mengah keatas. Dan kamu
sedang dirawat dirumah sakit. Iya kakak mu yang memberi tahukannya padaku. Dan
di hari sabtunya seusai aku menjalankan pelajaran tambahan untuk persiapan ujian Nasional aku memberanikan
diri untuk kerumah kamu. Iya untuk sekedar memberikan buku yang tidak mungkin
aku simpan lagi.
Aku tiba dirumahmu dan aku menemuimu. Seakan aku ingin memelukmu. Tapi
aku tahu aku bukan siapa – siapamu sekarang. Aku hanya memberikan buku itu
kepadamu dan lekas pergi meninggalkanmu. Aku meluapkannya didepan kawanku. Iya
setelah dari rumahnya aku bergegas menuju jalan disamping rel kereta yang
banyak sekali para pedagang yang menjajakan dagangannya. Aku makan soto ayam
saat itu. Di pinggir jalan yang dibawahnya adalah sawah. Dengan tinggi kurang
lebih 2 meter dari sawah menuju jalan raya itu. Dan malamya. Iya malamnya kamu
mengajak untuk membuat hubungan kita membaik seperti dulu. Dan hingga akhirnya
di hari senin kamu menjemputku sepulang sekolah dan mengatakan hal itu. Hal
yang membuat hubungan kita baik kembali. Ah kenangan manis pahitnya masa – masa
sekolahku.
Tapi kini sudah berubah. Iya kini kamu bukan siapa – siapaku lagi. Tidak
ada hubungan manis pahit diantara kita lagi. Dan mungkin kamu yang sudah
menghilangkan selera mencinta ku dengan orang lain. Tapi terimakasih telah
hadir dan memberikan hal baru dihidupku.
...
Bulan pun masih terus berganti. Tapi kenapa tiba –
tiba rasa yang dulu tidak pernah aku hadirkan kini datang sendiri tanpa aku
undang. Iya rasa sesak yang dulu tidak pernah hadir kini seakan hadir ingin
menjumpaiku. Rasa sesak akan kenangan yang dulu pernah tercipta. Iya saat –
saat indah ketika bersama di saat senja. Merasàkan hal yang dulu memang pernah
terjadi. Dan ketika senjalah aku merasa semua yang tidak pernah aku rasa
sebelumnya. Lagi pula banyak
yang menyukai saat – saat senja. Saat dimana langit berwarna jingga. Seakan
sebagai penutup terang menuju gelap.
Aku jadi
mengingat akan tulisan -tulisanku tentang senja. Aku sengaja menulisnya.
Kayanya aku menulisnya saat aku sedang dalam perjalanan bersama keluargaku. Aku
melihat indahnya senja melalui kaca mobil. Senja dengan warna cantik yang
mempesona. Aku menulis banyak saat senja. Menulisnya dengan perasaan campur
aduk.
Senja
Banggalah menjadi senja. Waktu yang selalu
dinantikan. Banggalah menjadi indahnya jingga. Banggalah senja. Tenang, nyaman
ditambah secangkir kopi hangat. Senja temani jingga dengan kopi. Hingga merasa
bebas tidak ada paksaan atau pun siksaan. Senja seakan ingin terus meneteskan harapan
ini. Seakan ingin menjatuhkan harapan yang telah terbendung. Seakan ingin terus
mengalirkan harapan. Senja kilaumu mencerahkan sisa akan hari ini. Senja
teruslah bersama dengan jingga. Jangan pernah lari dari luasnya kebiruan.
Luasnya langit.
Senja merasakan ketenangan, merasakan
kenikmatan dan kenyamanan. Seakan ingin hidup disaat senja. Langit yang
memberikan keindahan. Seakan ingin terus melihat cahayanya yang indah. Semilir
angin yang menemani membuat nafas terus mengucap syukur. Seakan semua menjadi
damai. Seperti merasakan pangkuan sayang seorang ibu. Belaian kasih seorang
ibu. Senja terkadang mengingatkan semua kenangan indah yang pernah terlalui.
Berjalan melalui impian – impian yang tersimpan baik di memori.
Senja sungguh tiada duanya. Merasa kuat untuk
menghadapi ujian akan hari esok. Merasa seakan selalu bisa tersenyum di
kejamnya dunia saat esok hari. Senja seakan ingin meneteskan semua harapan ini.
Seakan ingin mengadu akan masalah ini. Masalah yang harus bisa dihadapai dengan
senyuman. Senja indah yang melukiskan indahnya hidup sehari penuh. Senja yang
menemani dalam kenikmatan akan lelahnya hidup sehari penuh. Senja terbang lepas
menuju jinggamu. Melewati lautan kebiruan. Melewati sekumpulan burung yang
mencari tempat berteduh. Senja izinkanlah. Izinkan untuk tersenyum oleh
pancaran jingga. Izinkan untuk terdiam oleh pancaran jingga.
Senja. Senja beribu kata yang ingin terucap
untuk keindahan yang terus terpancarkan. Impian yang hanya sekedar harapan
seakan ingin diwujudkan oleh pancarannya. Senja lihatlah jingga disekitar
kebiruan. Sungguh ingin berangan untuk hari esok. Berangan untuk bahagia. Senja
terbanglah dengan angan indah dan impian. Terus terbanglah. Jangan berhenti
dengan paksa. Senja berbaringllah diatas rerumputan hijau. Dengarkan gemercik
air yang mengalir hingga ketenangan menyelimuti dengan impian. Senja hempaskan
semua masalah. Hempaskan semua kekecewaan. Hempaskan semua amarah dan
kegelisahan. Angan terus berangan. Senja terus menjingga. Langit terus
memberikan kehadiran yang berguna sebagai latar yang indah.
Senja. Jingga biru menuju kegelapan. Cahaya
terakhir di penutup hari. Penutup aktifitas sehari penuh. Cahaya yang memberi
pertolongan untuk memacu semangat lebih dan lebih. Cahaya yang memberi waktu
untuk bersantai menikmati. Jingga yang kelabu. Jingga yang membirukan. Jingga
peluklah kami sang langit yang haus akan keindahan. Jingga rindukan langit.
Teruslah menerangi dengan kejinggaan dan pancaran indah. Hingga semua terpejam
dan terus mengucap syukur.
Senja hadirlah lebih lama. Pertahankan pada
posisi terindah dengan kejinggaan. Tetap dengan jingga. Sejenak melupakan akan
masalah yang sedang terjadi. Sejenak melupakan hal – hal buruk yang sudah
terjadi di hari penuh kisah ini. Jingga kuatkanlah untuk hari esok. Beri
kenikmatan, dan kekuatan. Jingga tersenyum dengan birunya langit. Senja
hamparan jingga yang tidak terhitung keindahannya. Bak permaisuri yang didamba
oleh sang raja.
Jingga semua berawal darimu dan biarlah tetap
bersamamu. Menikmati senja dengan hamparan biru nan indah. Menikmati warna
jingga yang tiada dua keindahannya.
Namun waktu terus berjalan meninggalkan jingga
yang indah dan mempesona. Seakan gelap yang ditakuti datang dengan cepat dan
mengubur keindahan sang jingga. Jingga yang didamba kini pergi memberikan
keindahannya dibelahan bumi lainnya.
...
Semua
terlihat baik – baik saja. Iya terlihat baik, tapi nyatanya ada yang salah. Aku
tidak tau itu apa. Tidak tau kenapa juga. Seakan hati ini membeku untuk
merasakan apapun. Seakan hanya ingin menyerah melawan keadaan yang memang tidak
dan memang sangat tidak memuaskan hati untuk tetap melanjutkan kehidupan.
Kehidupan ini seakan sudah terhenti dari bahagia. Apa ini takdir yang telah
digariskan oleh Tuhan. Aku tidak tau apa maknanya. Yang aku tau hanya aku harus
melanjutkan semuanya dengan senyuman, dengan keadaan yang harus bisa membuat
seakan kuat menghadapi ini semua. Sungguh inikah yang seharusnya terjadi?.
Berkali – kali harus tetap tersenyum dengan kekuatan yang sebenarnya tidak bisa
ditunjukan dengan semudah melihat indahnya pelangi.
Berkali –
kali mencari kebahagiaan dan kesenangan sesaat untuk melupakan apa yang
terjadi. Seakan ingin menyerah. Sulit dipahami. Sulit diteruskan. Sulit
dilanjutkan.
Senja yang
kini telah berganti malam mulai menghampiri. Sorotan lampu jalan yang
menerangi. Semilir angin malam yang menghibur. Atau hanya gemercik angan yang
melebur di lelahnya malam.
Malam itu
memberikan kegelapan. Seakan ingin teriak agar sang malam segera pergi beranjak
dari langit. Atau untuk sekedar memanggil bulan yang hanya diam tidak bisa
berkata. Jantung berdegup kencang saat merasakan hal yang dulu pernah
dirasakan. Merasakan kenangan yang telah dikubur bersama angan. Indahkah cerita
ini?.
Bersama
membangun impian. Sendiri mengubur angan. Melupakan dengan baik dan mengenang
selalu dengan harapan.
...
Dan kini aku hanyalah gadis lugu dengan masa lalu yang kelam. Belum
berani membuka hati. Belum siap memulai. Bahkan pahit jika harus dipaksakan.
Kejadian menyakitkan yang membuat selera mencintaiku sudah hilang terbawa
olehnya. Tapi jika ada yang bisa membukanya akan aku coba untuk melakukannya.
Tapi jika tidak bisa maafkan daku yang tak sanggup untuk melakukannya.
...
Satu persatu kawan yang kelak
akan membuatku untuk bahagia pun berdatangan mulai masuk kedalam rutinitasku.
Ikut ditugaskan bersamaku. Ditugaskan denganku dalam rutinitasku di “satu”. Iya
saat itu aku mulai nyaman dengan rutinitasku. Kita lihat saja, aku pasti akan
mencintai rutinitasku ini. Percayalah.
Mungkin tak
ada penyemangat saat itu. Saat dimana aku merasa penat dengan semua tekanan. Ah
sudahlah. Tak ada yang harus disesali.
Pagi terus berganti. Iya.. pagi rutinitasku. Selamat pagi dunia.
Pagi itu di perjanalanku seusai sholat 2 rakaat saat aku ditemani The
script yang terus menyanyikan The man who cant be moved, atau ditemani Coldplay
yang terus menyanyikan The scientist. Pagi itu masih sangat sejuk dengan kabut
tipis disekililingnya juga dengan basahan embun yang bisa aku rasakan. Iya pagi
itu aku sedang berjalan menuju rutinitasku. Perjalanan pagi itu terasa sangat
indah. Walau membutuhkan waktu 1 jam perjalanan tapi aku mengulanginya setiap
hari dan itu yang membuat aku nyaman. Aku nyaman saat perjalanan itu. Mulai
dari jalanannya yang masih sangat dingin kalau pagi hari. Masih sangat sepi
sehingga bisa melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Pemandangan yang
sebenarnya sangat indah jika dinikmati. Nikmat yang membuatku nyaman.
Terimakasih atas nikmat yang Kau berikan ini yaAllah.
Saat itu tepat pukul 12.00 wib
waktu makan bagian teristimewa. Kumulai dengan santapan ringan dengan sesuap
air hangat. Lalu ku selingi dengan santapan pendamping. Yap!! Tak nikmat jika
tak dinikmati dengan lirikan. Wanita memang suka melakukannya.
Hampir sama dengan lelaki. Ya memang kalau lelaki harus menolehkan kepala untuk
melirik. Mari lanjut ke lirikan. Kini kulirik
dengan lirikan tajam. Mungkin tidak ada yang menyadari namun jika ada yang
menyadari akan ku balas dengan senyuman hangat. Waktu makan sudah hampir habis.
Jika tidak terselesaikan maka para jin akan berteriak sorak sorai. Karena
mereka mendapatkan makanan yang lezat untuk disantap bersama keluarganya.
Mungkin tidak banyak yang mengetahuinya. Tapi apakah mereka menyukai ini? Ah
entahlah. Sekarang saatnya kembali kerutinitas yang hampir membuatku penat.
Saat itu mungkin aku sedang
merasa sedikit terjatuh akibat keingin tahuan yang sangat besar. Namun
menyisakan duka yang cukup menyayat. Tak apalah, setidaknya sudah paham, sudah
mengerti. Anggap saja itu hanya hiburan sejenak. Mungkin saat itu bukan
pendamping yang kutemui. Hanya seliran yang selalu menghantui. Semua berawal
dari cemoohan kawan sejoli yang membuat kami sangat dekat. Sangat..? Ya bisa
dibilang hampir sangat dekat. Namun selalu ada jarak. Itu yang hampir kami
hadirkan. Ya walau tidak bisa tertutupi oleh perasaan yang sempat hadir.
Hari berganti hingga bulan pun
enggan terus bersandar. Sang mentari terus bersinar
menerangi dunia yang gelap ini. Aku masih menjalankan rutinitasku dengan sosok
itu. Iya aku terus berdua bersamanya. Ditemani si pink yang selalu menjadi
saksi akan semua hal. Hingga kami menciptakan sosok – sosok baru yang kami
hadirkan untuk membuat rutinitas kami semakin terasa ramai. Aku menyebutnya
dengan “Bella” dan kau menyebutnya dengan “Bollu”. Tapi aku tidak tau pasti
kenapa aku menyebut “Betty” diantara “Bella” dan “Bollu”. Ya mungkin hanya
untuk meramaikan suasana sepi saat itu.
Waktu berlanjut hingga
menunjukan pukul Indonesia bagian makan siang. Lagi,
lagi, dan lagi. Ku
santap hidangan ini dengan cukup nikmat. Seperti
biasa, yap dengan
makanan pendamping yakni lirikan. Tapi saat ini lirikan tertuju dengan satu
sosok. Entah siapa entah kenapa. Tak ingin berpaling. Selalu ingin melihat.
Namun tak ku kenali sosok itu. Bahkan tak kusadari bahwa ia memang ada. Pikirku
mungkin dia yang selalu menjadi idaman kawan sejoliku. Karna memang saat itu
ada sosok yang sedang menjadi idaman kawan sejoliku. Tapi jika memang benar
hilang sudah harapan ini. Tapi apa dikata. Lupakan saja.
Makan siang selesai dan waktu
penat pun tiba lagi. Namun sekarang tidak penat lagi. Entah kenapa seperti ada
sosok yang memberikan semangat. Semangat untuk menjadi yang lebih baik.
Menghabiskan waktu bersama. Ah tak bisa ku gambarkan indahnya saat - saat itu.
Saat dimana masih bisa tersenyum dengan masalah yang selalu dihadirkan, namun membuat kedekatan kita semakin erat. Kini mungkin hanya bisa terus
tersenyum untuk apa yang sedang dirasakan saat
itu.
Semua berlanjut baik - baik
saja. Namun ada sosok baru yang hadir. Dengan sorotan mata kuat yang selalu
membuat keingintahuanku menjadi - jadi. Tapi aku seperti pernah melihatnya.
Seperti sosok yang aku lihat dikantin. Tapi apakah benar. Kita lihat saja
nanti.
Masih seperti ada batasan dengan
sosok baru itu.
Entahlah aku belum mengerti apa ini. Tapi yang jelas aku suka dengan sorotan matanya itu.
Matahari bergulir dari timur
kebarat. Terus seperti itu. Terus menjalani rutinitas yang cukup padat. Yap
pada saat itu memang energi kami cukup terkuras. Namun aku cukup bahagia. Dengan rutinitas padat yang
bisa membuat komunikasiku berjalan lancar dengan sosok baru itu. Masih
kuingat saat itu. Dia belum mengerti apapun dengan tugasnya. Dia nampak
kebingungan. Alisnya yang dikerutkan. Matanya yang disipitkan. Seakan dia
berfikir. Seakan dia merasa penat. Tapi sungguh aku menyukai hal itu. Menyukai
masa – masa keluguanmu waktu itu.
Yap aku mulai mengenal sosok baru itu. Ketika aku ditugaskan bersama
dengan kawanku, dan kawan dari sosok baru itu, yap ternyata mereka satu
angkatan Sejak saat itu, Aku tau namanya. Cuma bisa senyum. Dan baru bisa
senyum saja.
Dan saat aku beranjak makan siang semakin menambah keyakinan aku bahwa
sorotan mata itu adalah sorotan yang dimiliki oleh sosok baru yang aku temui
saat makan disiang hari. Bagaimana aku bisa menyapanya? Mungkin akan ada jalan
tapi entahlah. Lihat saja nanti.
Aku masih ditugaskan dengan sosok itu. Sosok yang sudah lama memang
ditugaskan denganku. Ditugaskan dirutinitasku di “satu”. Iya rutinitas yang
hampir membuat kami selalu berkomunikasi. Sering bercerita. Bernyanyi bersama.
Ah sudah sering juga kita di ledek oleh kawan – kawan. Cuma bisa senyum –
senyum saja. Senyum membantah ledekan itu. Tapi apalah namanya itu. Aku belum
paham. Biarkan saja. Biarkan untuk tidak bisa dipahami.
Hari penat terus berganti. Hingga tiba saatnya ada pesan singkat yang menyebarkan kontak
sosok baru yang
membuatku terpukau itu. Aku cari tau. Dan entah kenapa aku bisa membuka semua
hal yang benar - benar aku tutup akibat masa kelam yang pernah ada. Entah
kenapa keingin dekatanku
selalu hadir. Nyaman sering dijadikan alasan akan hal ini. Namun sungguh ini
membuatku nyaman. Aku cukup bahagia saat itu. Entah kenapa..? bahagia saja.
Semua berlanjut. Hari berganti dan semua keadaan masih baik – baik saja.
Hingga tiba saatnya. Saat – saat yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi.
Kupikir aku yang akan melakukan perpisahan terlebih dulu. Tapi ternyata kamu
yang meninggalkan aku terlebih dulu.
Hari perpisahan. Pagi itu terasa beda. Cuaca sangat cerah saat itu. Tapi hariku terasa
gelap. Terasa tidak seperti hari – hari saat kau ditugaskan bersamaku. Menjelang hari perpisahmu kita
dipisahkan. Tidak ditugaskan bersama lagi. Tidak bisa menghabiskan waktu
bersama lagi. Sosok
yang dekat denganku harus berakhir saat tidak ditugaskan bersamaku. Bukan sosok yang baru
hadir. Namun sosok yang sudah hadir lebih lama. Ia mengucap kata - kata
perpisahan. Jujur sangat tidak ingin mendengar semua yang dia ucapkan.
Serasa ingin menutup telinga ini. Serasa ingin lari dan meninggalkan hari itu
agar tidak merasakan
kegelapan hari itu. Dimana hari yang sebenarnya sangat membuat luka.
Bagaimana tidak, coba saja pikirkan..... Bagaikan Bella yang kehilangan Bollu.
Ada kata
khusus untukku.
Oh tidak. Ini yang membuatku semakin susah. Gelap yang hadir semakin tidak tergambarkan. Sedih mungkin iya. Tapi mungkin ini yang terbaik untuk kamu. Jam terus berganti hingga tiba
akhirnya sosok itu harus meninggalkan semua kenangan yang pernah tercipta.
Entah kenapa aku diam. Tak bisa berkata apa - apa. Sosok itu mengusap kepalaku
dengan memberikan beberapa kalimat nasihat. Aku dengar, aku paham, akan selalu
aku ingat. Sangat sulit namun harus terjadi dan
harus kulalui.
Matahari bergulir hingga gelap
pun tiba. Sosok itu mengirimi aku pesan singkat. Dan bertanya
seperti ini,
"ga ada kata- kata terakhir?". Ah shit... kenapa masih berlanjut?. Aku ingin
menyudahi saat - saat seperti ini. Dia mengucap terima
kasih untuk
semangat yang aku berikan. Yap memang. Kita pernah sama - sama termotivasi, pernah
sama - sama selalu bersemangat untuk menghadapi hari esok namun hanya sebatas
itu, tidak mengharap lebih. Ya sekedar menghantui saja. Sudahlah, tapi sungguh
aku sangat berterima kasih. Atas semangat yang hadir karna hadirnya. Apa kabar ya dia sang pencipta bollu sekarang. Baik kah? Bahagiakah? Masihkah dengan pasanganmu? Ah
sudahlah. Tapi terima
kasih untuk senyum bahagianya aku saat itu. Saat
kau memberikan semangat dihari – hari penatku, terima kasih.
...
Hari berganti. Namun tanpa ada
sosok itu. Harus bisa realistis. Harus bisa paham. Kenapa ini semua harus
terjadi. Kenang untuk menjadi kenangan yang indah.
Hari terus berjalan seperti biasa. Namun pada saat itu mungkin aku sudah
tidak ditugaskan di rutinitasku “satu”. Bagaimana rasanya? menjalankan
rutinitas di tempat selain “satu”. Sungguh berat. Iya berat Bagaimana tidak.
Sudah berbulan – bulan. Sudah sering berganti kepemimpinan. Sudah sering
berganti orang – orang di ruangan rutinitasku ataupun diruangan yang bekerja
sama dengan bagian rutinitasku. Sudah mengenal semua masalah. Semua hal mulai
dari yang terkecil hingga terbesar mungkin. Tapi.. Ini adalah tugas. Dan aku
harus siap menerima tugas yang diberikan kepadaku. Seberapa beratnya tugas itu
harus tetap bisa aku lakukan.
Mungkin hari – hari setelahnya aku mulai bisa beradaptasi. Mulai bisa
mengenal semua tentang tugas baruku, mengenal dengan orang – orang yang
ditugaskan bersamaku. Dan yang pastinya aku mulai nyaman dengan hal – hal baru
itu.
Alhamdulillah aku bisa nyaman, dan bisa mencintai tugas baruku dengan
cepat.
Matahari terus berputar. Hari pun terus berganti. Iya saat itu adalah
saat – saat yang membosankan. Bagaimana tidak. Coba saja pikirkan. Jarang ada
tugas untukku. Sehingga aku Cuma bisa mengerjakan hal – hal yang memang
sebenarnya menguntungkan untuk diriku dan kawan – kawan lainnya. Namun...
syukuri saja. Pasti akan bermanfaat. Iya bermanfaat untuk semuanya.
Entah kenapa aku dan kawan ku
ditugaskan bersama saat itu. Malam itu mungkin menjadi malam yang indah
untuk diingat. Untuk disenyumi. Kami
berbincang - bincang. Dan dimalam itulah aku mengetahui semua tentang
dirimu kawan. Ketegaran hatimu, kekuatan yang kamu miliki, kebaikan yang kamu
berikan kepada keluargamu, kedewasaan atas semua tindakanmu. Kamu telah
mengajarkan aku lebih pada malam itu kawan. Tidak mengenal balas dendam, ah
kamu bisa menjadi salah satu panutan dihidupku. Terimakasih kawan atas pelajaran
hidup yang kamu berikan.
Dan perbincangan
kami masih berlanjut, iya bagaimana tidak jika tidak
berlanjut maka malam itu akan sunyi, tugas yang membuat kita sangat lelah dan
sangat menggoda untuk memejamkan mata. Ya karena malam itu hanya ada kita dan 3
orang yang duduk berjauhan dari kita. Namun perbincangan kita lambat laun mengarah ke sosok yang
memberikan penyemangat. Satu hal yang sudah aku tau sejak lama. Yakni tentang
sosok yang diidamkan kawanku ternyata bukan sosok yang aku idamkan. Mungkin
masih ada harapan. Ya...
kebanyakan harapan hanyalah harapan tak bisa menjadi apa yang diinginkan. Namun
kenapa tidak?. Kami mulai bercerita dari hal kecil hingga impian - impian kami.
Impian yang hanya sebatas impian. Namun masih ada harapan. Pasti ada harapan.
Sudahlah tak apa jika hanya sebatas harapan.
Saat itu mungkin hari terus
berganti namun kawan – kawan terbaikku tidak akan terganti oleh siapapun. Kita
menghabiskan sebagian waktu kita bersama. Mulai menjalani rutinitas, makan
bersama, berkumpul bersama, bercerita bersama dan lain sebagainya. Masih ku
ingat hingga saat ini. Di minggu rutinitas waktu pagi, tepatnya pada waktu
makan siang saat itu. Permainan pertama yang kita mulai dengan melakukan
hompimpa dengan semua kawan yang ada disatu meja makan saat itu. Mungkin ada 6
orang di meja makan saat itu. Kita hompimpa bersama dengan perjanjian jika ada
satu orang yang beda membalikan telapak tanggannya saat hompimpa maka akan
dikenakan sanksi, yakni meletakan tempat makan yang sudah digunakan
ketempatnya. Mulai dari merapihkan sisa makanannya, merapihkan gelasnya,
merapihkan sendok dan garpunya, ya pokoknya merapihkan peralatan makan yang
telah kita gunakan.
Saat itu aku menang dan salah
satu kawanku yang kalah. Dia harus meletakan semua peralatan makan kami yang
sudah terpakai ke tempatnya. Malu mungkin yang dia rasakan saat itu. Karena
saat itu di tempat kami makan siang sangat ramai. Tapi ini adalah permainan
yang menyenangkan untuk para pemenangnya. Aku masih mengingatnya. Sungguh aku
merindukan dan aku ingin mengulangnya lagi bersama kalian.
Angin berhembus mengganti
kenangan yang akan terus terjadi bersama orang – orang yang aku sayangi. Tak
disangka satu persatu harapan kami mulai terwujud. Hingga kami menyesal tak
menyebut semua harapan kami saat itu. Yap satu persatu sosok yang kami sebut
saat itu mendekat. Entah kenapa sosok yang baru hadir pun mendekat. Aku tau
kapan saat ia mulai mendekat. Aku tau persis itu kapan. Tapi sadarkan aku. Aku
tidak mungkin bisa bersama.
Hari bergulir beranjak mengganti
kenangan. Aku mulai tau semua tentang sosok baru itu. Tak kusangka. Harapan yang
ku kira hanya sekedar harapan kini mungkin saja bisa menjadi nyata. Kenyataan... bukan
harapan yang hanya bisa menghadirkan impian. Kami mulai mendekat. Entah apa
yang terlintas saat itu. Nyaman bahagia. Ah aku ingin mengulang saat itu.....
Teringat saat itu hari jumat saat rutinitas di pagi hari. Hari kongkow
antara aku dan kawan – kawanku. Iya ditengah – tengah rutinitas yang penat kami
selalu menyempatkan waktu luang untuk berkumpul setidaknya di hari jumat saat
rutinitas pagi yang menjadi hari dengan jam rutinitas yang lebih sedikit dibanding
hari -hari lajnnya. Iya kami menamainya kongkow. Karena di hari tersebut kami
meluapkan semua yang kami rasakan. Manis pahitnya rutinitas kami. Dan kami bahagia
bisa berkumpul dengan cincau coklat dan sekresek gorengan. Iya nikmat. Sore
yang nikmat.
Saat itu kami meminta tebengan dari temanmu untuk
mengantar kami ke tempat terbuka yang sangat nyaman. Iya nyaman sekali. Hingga
puncaknya terjadi di minggu setelahnya. Saat kita hendak solat 2 rakaat menuju
rutinitas tambahan. Saat kita berjalan di lorong. Iya saat itu ada aku, temanku
kamu dan temanmu. Saat menuju belokan ke kiri dilorong temanmu meemberi tahumu
bahwa jumat kemarin dia memberikan tebengan kepada temanku untuk menuju tempat
kongkow. Dan satu hal yang ga aku sangka akan terjadi. Iya saat kamu mendekat menyenggol
bahuku dengan bahumu dan berkata “ko nggak ngajak – ngajak?”. Ah aku inginnya
nanti kita berdua saja kongkownya. Dan aku merasa aku sedang double date pada
saat itu. Iya aku merasa seperti aku bersamamu dan temanku bersama temanmu yang
memang ia menyukai temanmu. Ah dilorong pagi itu seperti membuatku tambah
semangat untuk menjalankan rutinitas tambahan dipagi itu. Pagi indah yang
mungkin tidak akan terulang lagi.
Tapi ternyata semua masih berlanjut. Iya berlanjut walau di hari yang
berbeda. Tepatnya saat
jam makanan tambahan, saat aku duduk bersama kawanku untuk menyantap hidangan
ringan saat itu, kau datang menghampiri. Memang kau datang untuk mengajak
bicara kawanku, ya karna kalian memang kawan satu angkatan. Satu kampung halaman juga. Namun setelah kalian berbicara bersama. Entah kenapa engkau
seakan mengajak aku untuk bergabung. Ah aku tidak bisa menghilangkan senyum
malu saat itu. Senyum malu yang mungkin bisa dibilang menjadi penyemangat saat
matahari akan terbit.
Pagi itu. Iya disaat udara masih terselimuti embun pagi yang sangat sejuk.
Iya disaat kita sama – sama pulang dari rutinitas kita. Kita sama – sama keluar
dari ruangan itu. Mungkin saat itu aku yang memacu kuda bermesinku terlebih
dulu. Iya karna kamu masih ada di tempat parkir. Aku berjalan menelusuri jalan
angsana. Masih cukup gelap saat itu. Iya karna masih sangat pagi. Pagi buta.
Saat dipertigaan kau memacu kuda bermesinmu. Hingga kini kau ada disampingku.
Kamu menanyakan aku akan pulang ke arah mana. Dan aku menjawabnya. Dan kamu
mengira aku tinggal didaerah yang dekat dengan bangunan yang sering kita
gunakan untuk menjalankan rutinitas penat kita. Namun salah tebakan kamu saat
itu. Iya salah sayang. Aku tinggal tidak terlalu jauh kok. Iya tidak sejauh
hubungan kita saat itu. Lalaa.
Obrolan kita berakhir diperempatan besar itu. Kau akan belok kiri ke
arah selatan dan aku terus melanjutkan
perjalananku ke arah barat. Kita berpisah saat itu. Kamu melambaikan tangan
kamu. Dan berkata “daa daaa”. Aku membalasnya dengan anggukan kepala. Dan juga
senyuman. Aku bahagia pagi itu. Aku bahagia. Dan kamu harus tanggung jawab
sayang.
Semua berlanjut dengan baik dan baik saja. Masih baik mungkin, tapi kita
lihat nanti. Apakah masih bertahan dengan baik atau tidak.
Namun hari itu berbeda. Hari setelah kau melambaikan tanganmu. Iya hari
dimana aku tahu kalau kamu sudah punya kekasih. Dan kekasih itu ada dikampung
halamanmu. Entah apa yang aku rasakan mungkin saat itu aku mulai mengubah
pandanganku tentang kamu. Kita lihat saja. Apakah tetap aku ubah atau kenyataan
berkata lain. Tapi apa yang harus aku lakukan? Jalani sajalah.
...
Jika di perhatikan sungguh ada
kemiripan antara sosok baru itu dengan si eks. Mulai dari kuda bermesinnya, jaket
yang selalu digunakan, tinggi tubuhnya (iya walau masih lebih tinggi
sieks), sikap cueknya, tatapan matanya ah sungguh sangat membuatku merasakan de
javu. Ah tapi pasti berbeda, karena aku harus memulainya dengan yang berbeda.
Hari masih terus berganti. Hingga musim hujan pun datang. Iya saat itu
mungkin sudah memasuki musim penghujan. Mendekati akhir tahun tepatnya. Dan
menjelang akhir tahun berarti akan ada tahun baru yang menyambut. Berharap yang
terbaik dan menjadi yang terbaik. Amin
Tahun yang baru sudah dimulai. Mengawali tahun ini dengan berwisata ke
kota seribu kabut. Iya tentunya bersama kalian kawan – kawanku. 3 hari 2 malam
yang sangat indah kawan. Aku nyaman dengan kalian.
Kami menginap di penginapan yang sangat nyaman menurutku. Kita tidak
tahu apapun tentang kota kabut. Dengan bermodalkan nekat dan dengan menggunakan
maps kami niatkan hanya untuk berlibur menghilaangkan penat.
Kami berangkat menggunakan gerbong yang ditarik oleh lokomotif. Dan
sungguh indah pemandangan yang bisa dinikmati saat itu. Tidak melelahkan justru
menyenangkan. Kira – kira malam hari kita sampai di penginapan. Dan langsung
kita beristirahat saat itu. Iya kita harus beristirahat untuk menyambut hari
esok yang akan menjadi hari yang panjang untuk kita.
Sinar mentari yang tertutup kabut menyambut pagiku bersama kawan –
kawanku. Dengan segelas minuman hangat dan makanan pemberi energi untuk kami
berwisata hari ini. Perjalanan yang cukup panjang hingga akhirnya kami tiba di
salah satu tempat yang sangat memanjakan mata. Bagaimana tidak. Seakan semua
alam berada disamping kita, didepan kita. Dapat dengan mudah kita lihat
keindahannya.
Iya tepat dipuncak tempat wisata itu tepat didepan perahu terbalik kita menulis
harapan dikertas lalu kita abadikan dengan ponsel kita masing – masing. Aku
menuliskannya untuk pebalap kesayanganku. Agar dia bisa hadir di kota kabut
itu. Dan aku menuliskannya untukmu. Entah kenapa, tapi aku ingin menulisnya
saja untukmu. Aku menulis:
“abang jangan sensitif nanti kumis tipisnya jelek loh Abang merah dapet
salam dari kabut gabisa nanjak yang tinggi cuma bisa dari sini 😊 SALAM dari perahu terbalik”
Entah kamu membaca atau tidak biarlah itu menjadi urusanmu. Dan urusanku
hanya mengabadikan setiap kenyamanan yang sedang aku rasakan. Biarkan
kenyamananku bertahan hingga nanti. Hingga aku terus bahagia dan nyaman bersama
kalian kawan – kawan terbaikku.
Kemudian kami menikmati hari – hari kami dikota kabut dengan kenyamanan
tiada dua. Aah bahagia sekali. Bahagia. Aku bahagia.
...
Hari pertama menjalankan rutinitas di tahun yang baru. Iya ini tanda
akan menjelang perpisahanku dengan semua yang pernah aku lalui dengan semua
yang berkaitan dengan rutinitasku. Pagi itu aku memakai baju yang untuk pertama
dan terakhir kalinya aku pakai. Iya pagi itu aku memang sudah harus menjalankan
rutinitasku. Sebagai kenangan aku mengabadikannya. Aku mengganti foto akun
sosmedku dengan tampilan aku yang memakai baju hijau untuk pertama dan terkahir
kalinya itu.
Baju hijau adalah hadiah karena tempatku menjalankan rutinitasku sedang
merayakan hari jadinya. Jadi kami yang menjalankan rutinitas ditempat tersebut
memang diberikan satu baju hijau untuk digunakan di hari senin minggu pertama.
Ya berarti aku hanya memakai baju hijau itu sekali pakai saja. Karena aku hanya
akan merasakan awal bulan di tempat rutinitasku sekali saja sebelum perpisahan.
Iya perpisahan yang sudah siap menantiku. Menanti untuk melepas dan
meninggalkan semua yang pernah ada.
Dan semenjak
saat itu. Ya semenjak saat aku mengubah tampilan akun sosmedku, kami beranjak
mulai dekat. Berkabar setiap hari. Dan selalu saja ada pembahasan untuk bisa
chatting lebih. Saat kita bertemu selalu ada senyum yang menghiasi.
Berbeda, iya beda. Seperti yang biasanya dingin dengan lelaki yang
mendekat tapi ini mulai ada rasa yang berbeda. Iya beda saja. Aku ingat
perkataan salah satu kawanku. Yang sebenarnya menyindirku. Iya sindiran seperti
ini :
“kamu tumben semangat banget chat sama cowo, biasanya juga semua chat
kamu abaikan. Dibaca aja engga”
Iya memang seperti ada yang berbeda. Entah apa yang membedakan. Benar memang apa
yang dikata kawanku. Sungguh aku selalu mengabaikan cowo yang mau mendekatiku.
Iya salah satunya ada di rutinitasku. Walau berbeda bagian denganku. Iya dia
mulai menunjukan ketertarikannya denganku. Tapi sungguh aku abaikan. Semua chat
yang dia kirim kepadaku. Iya semuanya. Seakan hati ini tidak bisa ia buka.
Tertutup rapat oleh orang lain. Tapi entah kenapa untukmu seakan aku merasakan
hal yang dulu pernah aku rasakan dengan sieks. Kebahagiaan rasa – rasa menyukai
dan mencintaku seakan kembali. Aku tidak tau pasti kenapa. Semua terjadi
seiring dengan kedekatan kita yang mulai dibiang akan semakin dekat. Tapi.. Aku
belum mau meraba apa yang akan terjadi nanti. Iya tak mau terlalu bahagia di
kisah yang baru akan dimulai ini.
Semua beranjak menjadi semakin
baik. Tak disangka, kita semakin dekat. Kamu
terus memberikan kabar kepadaku. Dan aku terus memberikan kabar kepadamu. Tidak
menyangka kamu mengganti foto profil sosmedmu sama dengan foto profil sosmedku.
Yakni tulisan yang aku abadikan di kota kabut itu. Aku bingung kenapa. Tapi
kenapa kamu bisa menggantinya dengan foto yang sama sepertiku. Aku tidak tahu.
Tapi mungkin kamu tahu kalau itu untukmu. Tapi memang benar itu untukmu. Hanya
untukmu bang. Aku bahagia meraba perasaanmu saat itu. Mungkin saat itu juga aku
mulai membuka hatiku yang telah lama tertutup rapat. Apakah akan aku buka semua
perasaan ini untukmu? Kita lihat saja nanti.
Aku juga masih mengingat hari itu. Hari dimana kamu mengirimi aku
rekaman dari gitar yang kamu mainkan. Lagu dari Avenged sevenfold yang berjudul
Dear God. Iya kaya gini sekiranya lirik dari lagu Dear God:
Dear God the only thing I ask
of you is
to hold her when I'm not around
when I'm much too far away
We all need that person who can be true to you
I left her when I found her
And now I wish I'd stayed
'Cause I'm lonely and I'm tired
I'm missing you again oh no
Once again🎵🎵
to hold her when I'm not around
when I'm much too far away
We all need that person who can be true to you
I left her when I found her
And now I wish I'd stayed
'Cause I'm lonely and I'm tired
I'm missing you again oh no
Once again🎵🎵
Ah tapi aku tidak bisa membuka file rekaman saat kamu
memainkan gitarmu. Iya karena filenya tidak bisa aku unggah. Menyebalkan
memang. Tapi untuk siapa lagu itu. Lagu yang berjudul Dear God itu. Apakah untuk
mantanmu. Iya saat kamu chat denganku kamu pernah bilang kamu teringat dengan
mantanmu. Apakah kamu masih ada rasa dengannya?. Apakah kamu masih
menyayanginya?. Apakah kamu harus selalu mengingatnya?. Siapa mantanmu itu?.
Apakah harus dia yang kamu pikirkan?.
Dan aku???
Ah lupakan sajalah. Apakah hujan akan datang dan
menyirami dengan tetesan air yang membasahi diriku. Atau malah pelangi yang
akan datang menerangi hari – hariku kedepannya. Kita lihat saja nanti. Kita
lihat lagi apa yang akan terjadi.
...
Hari berganti. Berganti seperti biasa. Berjalan dengan baik. Berkabar
dengan semangat. Semangat dengan penyemangat. Hari – hari terakhir menuju
perpisahan. Entah kenapa, entah bagaimana mungkin saat itu saat menuju
perpisahan seperti ada dorongan yang membuat aku datang dengan semangat.
Bagaimana tidak seperti yang biasanya tiba 30 menit sebelum menjalankan
rutinitas, mungkin saat itu bisa lebih awal yakni 45 menit lebih awal. Datang
pagi dari biasanya. Dan terus seperti itu hingga hari perpisahan. Mungkin
karena ada kamu yang memberikan aku semangat saat itu. Iya kamu sayang.
Oh sayang, Aku
masih mengingat jelas hari itu. Hari terakhir di minggu itu.
Diminggu saat kita menjalankan rutinitas kita di malam hari. Dimana kau mulai menunjukannya
kepada kawan - kawanku. Aku tau itu sangat memalukan tapi aku sangat bahagia saat
itu. Kau mendekat saat kita bertemu di tempat makan. Walau hanya untuk berkata,
"nanti pulang jangan pulang dulu". Ah mungkin saat itu aku terbang. Mungkin saat itu kawan – kawan tidak ada yang menyadarinya. Semoga
tidak.
Kemudian semua berlanjut saat
kita berjalan di lorong bersama kawan ku dan
kawanmu yang lainnya.
Kau lebih mendekat, seakan ingin menunjukan dengan kawan - kawan ku. Saat kau menatap seakan
ingin meminta ijin karna ada salah satu kawanku yang ingin pulang bersamamu.
Namun saat kawanmu membeberkan kedekatan kita. Mereka semua tau. Dan mungkin
pagi itu menjadi pagi yang membuat aku berada
di saat - saat
indah yang pernah tercipta. Terbang keangkasa dengan bebas dan lepas. Kamu tau tidak?, Semenjak kawanmu membeberkan semuanya, selama aku
menjalankan rutinitas ku saat itu, semua kawan yang ditugaskan bersamaku terus
meledekku. “cie, cie, cie”. Ah aku mungkin tersenyum malu saat itu. Tapi aku
bahagia saat itu. Sungguh aku bahagia sayang.
Jam terus berganti. Aku menunggumu didepan. Ya, aku masih mengingat
perkataanmu untuk menunggumu. Tidak terlalu lama. Dan kau muncul. Tapi kau
muncul dengan kawanmu. Ya memang aku sedang dengan kawanku juga saat itu. Tapi
perbincangan hanya dilakukan sebentar saja. Hanya berbasa – basi dengan
senyuman khas yang kau berikan. Dengan sorotan mata yang sangat aku kenal.
Sangat membuatku nyaman untuk membalas tatapan itu. Kau berkata “nanti kirimi
alamat rumahmu”. Aku diam dengan senyuman. Dan kau pergi bersama kawanmu dengan
lambaian tangan menuju angkringan untuk menikmati segelas kopi hangat. Mungkin
benar atau aku salah menebaknya. Ah aku tidak tahu pasti.
Tapi yang jelas pagi itu adalah pagi indah yang sangat membuatku
bahagia. Dijalan menuju rumah usangku, aku terus tersenyum. Tersenyum mengingat
semua yang terjadi pagi itu.
Semua berlanjut masih berlanjut. Namun minggu telah berganti menuju
minggu yang baru.
Pagi itu masih berlanjut. Selamat pagi minggu indahku. Selamat pagi
mingguku untuk liburanku. Saat itu kamu belum juga mengabari aku. Iya sudah
menjadi kebiasaan untuk berkabar. Jadi aku masih akan menunggumu mungkin untuk
berkabar. Iya saat itu hari minggu dan aku pasti sedang bersama kegiatan
rutinku dihari minggu. Yaa bersantai – santai dahulu menuju keindahan kemudian.
Ditemani dengan kebiasaanku yakni beberapa pensil menggambar dan pena
untuk menggambar. Dan juga ditemani oleh alunan lagu indah yang menawan. Alunan
indah yang akan membuat hatiku menjadi bahagia dan menghasilkan gambar indah penuh
kasih. Saat itu tepat pukul 10.00 pagi. Dan kamu mengabari aku. Mengabari akan
kegiatanmu hari minggu pagi. Iya kamu sedang berusaha menjalankan kegiatanmu
yang padat. Kamu pasti lelah. Beristirahatlah dulu baru kita akan bahagia.
Udh dzuhur juga sayang. Silahkan solat dulu yaa. Nanti kita sambung
lagi.
Sore menyapaku dan menyapanya. Masih terus berkabar. Masih berbahagia
dengan kata perkata kalimat perkalimat disetiap obrolan kita. Obrolan singkat
yang sesungguhnya bermakna. Seakan senja menemani. 3 rakaat tiba.
Namun semua
terasa berbeda.
Saat itu mungkin h-8 perpisahan. Masih sama seperti biasa. Menjalankan rutinitas
yang penat namun penuh semangat. Sebenarnya aku sudah tau. Bahwa semua rasa
yang hadir ini sudah terbalas. Ya karena kata kawanku kamu sudah menghadirkan rasa yang
sama seperti rasa yang muncul dari diriku. Sangat lega saat itu. Lega bahwa aku
menyadari bahwa semua ini bisa menjadi kenyataan.
Saat itu kamu terus menjalankan rutinitasmu yang sangat padat dan sangat
sibuk. Aku mengerti, aku paham. Aku tetap menunggumu. Sekira hanya untuk
berkabar. Hanya untuk mendengarkan cerita indah yang selalu kamu ceritakan
padaku. Hari – hari indah, hari – hari terindah. Teringat saat malam itu saat kau bertanya
kepadaku tentang suatu hal :
“aku boleh main kerumahmu nggak”, katanya
“boleh – boleh aja”, kujawab
“nanti bapakmu marah nggak”, katanya
“ngga kok santai aja”. Kujawab lagi
Iya santai saja sayang. Sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Dulu
yang masih aku takuti untuk membawa teman dekat lelakiku untuk bermain kerumah.
Ya seperti mantanku dulu. 2 tahun lebih bersama tapi belum pernah aku ajak main
kerumahku. Karena satu hal. Yang pasti sudah tertebak apa jawabannya.
Iya sekarang berbeda. Dan aku mengiyakan kamu bermain kerumahku, karena
entah kenapa seperti ada yang berbeda saja dari dirimu. Seperti ada yang selalu
menutupi semua keburukanmu dengan kebaikanmu. Ah taulah apa rasanya. Mungkin
kalian tau. Mungkin pernah kalian rasakan. Tersenyum sajalah. Pasti kalian
mengerti.
Iya apa jadinya ya kamu yang pertama datang kerumahku. Datang bermain
dan kukenalkan kepada kedua orang tuaku. Berjalan lancarkah? Semoga dan kuharap
semua akan berjalan lancar dan baik – baik saja. Mari kita aminkan. (Amin)
...
Aku tau persis. Kamu pulang dari rutinitasmu sekira pukul 8 malam. Dan
sungguh aku menunggu kamu. Masih menunggu kamu kok. Sekira pukul 9 malam, kamu
mengabari aku. Kamu sudah memberikan rasa yang berbeda untukku. Membuatku
tersenyum bahagia saat itu. Sungguh
bahagia. Bagaimana tidak. Pikirkan saja betapa bahagianya saat itu.
Dan saat sedang menjalankan rutinitas pun kita pasti bertemu. Entah itu
berpapasan di lorong, bertemu dikantin ataupun bertemu melalui kaca pembatas
diantara kita. Iya masih kuingat saat kau ada tepat disebelahku ya walau
terbatasi oleh kaca tapi setidaknya kamu ada disebelahku. Iya saat itu kau
membentuk tanganmu. Kau tempelkan jari telunjuk kanan dan kirimu. Dan kau
menempelkan ibu jari kanan dan kirimu hingga membentuk suatu bentuk yang sudah
tidak asing lagi. Iya pasti kamu mengerti apa bentuk yang dia buat. Aku
tersenyum – senyum saja. Biarlah tetap seperti ini. Tetap bersamamu.
...
Semua berjalan masih baik, baik dan bahagia. Iya bahagia sekali. Aku
terus bersemangat untuk datang, datang, dan datang lagi menuju rutinitasku
selama ini. Rasa yang dulu pernah aku rasakan dengan sosok lama yang telah
meninggalkan aku terlebih dulu. Apa kabarnya ya. Sejak perpisahan itu sungguh
tidak ada kabar apapun tentangnya. Semoga kebahagiaan selalu menyelimutimu
dengan senyuman.
2
mingguan kongkow. Iya itu adalah hari dimana kita
merasa lebih nyaman lagi dan lagi. Bagaimana tidak semua kekesalan hilang. Yang
ada hanya semua kebahagiaan. Tau tidak kawanku adalah hatersmu. Namun aku tidak
seperti itu. Karena hanya aku mungkin yang tidak menjadi hatersmu. Entah kenapa
seperti aku sedang menjadi pengacara yang berjuang membelamu dipersidangan.
Semua haters berkata kamu itu buruk dengan semua tindakanmu. Namun hanya aku
yang membela. Seperti ada kekuatan untuk membelamu saat itu. Untuk sekedar
memberi tau kepada mereka bahwa kamu memiliki sisi baik juga. Aku ingin kamu
dan kawan – kawanku lancar dalam menjalankan rutinitas kalian. Lancar
berkomunikasi agar tidak ada kesalah pahaman diantara kalian yang akhirnya bisa
menyebabkan rutinitas kalian terganggu.
Kamu tahu tidak, saat itu Aku bahagia menceritakan kedekatan kita kepada
mereka. Sangat bahagia sayang. Aku tersenyum malu mungkin. Semua seperti ada
dorongan dihari – hariku. Dorongan semangat untuk bisa selalu tersenyum seperti
ini. Seperti merasa kebahagiaan yang mungkin sudah lama tidak aku rasakan.
Intinya aku bahagia. Hanya itu saja cukup. Kamu harus tanggung jawab sayang.
Aku juga menceritakan tentang kamu yang ingin main kerumahku minggu
nanti. Iya rencanamu yang akan main kerumahku. Aku menceritakan kepada mereka.
Dan mereka Cuma bisa menjawab “beneran?”. “iya” kujawab. Ah sepertinya mereka
menjawab dalam hatinya bahwa aku sangat bahagia. Iya mungkin itu terlihat jelas
dari raut wajahku yang selalu tersenyum menceritakan semua tentang kamu. Iya
kamu yang sedang membuat hari – hariku bermakna.
Semua perbincangan kita masih berlanjut. Masih ditemani coklat cincau
dan gorengan khas pendamping perbincangan kami. Dengan hawa segar dan awan
mendung yang menggoda untuk bisa menikmati hujan. Namun jika hujan maka kita
harus terburu – buru mencari perlindungan. Perlindungan dari basah. Ya karena
kami sangat menyukai tempat ini. Tempatnya terbuka dengan rerumputan hijau yang
nyaman untuk diduduki. Ramai orang yang hilir mudik pergi dan pulang. Ramai
orang yang berjualan. Dan tidak sedikit juga orang yang bernyanyi untuk sekedar
meminta uang. Entah kenapa rasanya nyaman sekali bersama kalian. Bersama kalian
kapanpun itu.
Aku bahagia memiliki mereka. Mereka selalu menegurku jika salah. Mereka
selalu mendengarkan cerita indah dan sedihku. Mereka yang selalu ada untukku.
Terimakasih kawan.
Bulan datang menyapaku. Menyapa untuk mengingatkan bahwa sekarang sudah
malam. Dan saatnya untuk pulang. Iya kembali kerumah usangku. Kurang lebih 1
jam perjalanan hingga akhirnya aku tiba dirummah usangku ini. Kamu iya kamu
yang ternyata sudah mengabari aku yang sedari tadi sudah kembali dari rutinitas
tambahanmu. Malam itu sangat indah. Iya
indah. Seperti kudapatkan bintang indah yang terbang di luasnya angkasa. Ah
sudahlah sekarang saatnya bermimpi. Iya bermimpi tentang kamu. Selamat malam.
Malam itu masih berlanjut. Masih bermimpi tentang kamu. Masih bermimpi
semua yang aku mimpikan dengan indah malam itu. Hingga sinar mentari menyambut
pagiku yang cerah. Menyambut untuk
sekedar berkata “Selamat Pagi”. Tapi pagi itu kamu ada rutinitas tambahan. Iya
rutinitas yang melelahkan bagimu. Jika aku masih bisa mengikuti rutinitas
tambahan itu mungkin aku bisa membuatmu lebih bahagaia dan membuatku bahagia
juga.
“semangat pagi, semangat dengan rutinitas tambahanmu. Semoga lancar dan
kau baik -baik saja”
Siang itu, iya siang itu kamu pun pulang dari rutinitas tambahanmu. Tidak
disangka obrolanku bersama kawan – kawanku di sosmed siang ini menbahas semua
rutinitas tanmbahanmu. Memang ada sedikit masalah antara kamu dengan kawan –
kawanku. Tapi yang membuatku tertawa adalah ketika mereka bilang :
“yang bener. Kalo ngga bener besok ngga dibukain pintu loh”
Maksudnya kalo emang rutinitas tambahannya tidak dilakukan dengan benar
oleh si sosok baru itu nanti kawan – kawanku yang dirugikan akan bilang ke aku
untuk tidak membuka pintu rumahku untuknya. Aku tertawa terbahak – bahak.
Mereka memakai diriku untuk dijadikan ancaman kah? Yampun kalian selalu bisa
membuat ku tertawa disaat – saat terakhir menuju perpisahan ini.
Hari berlanjut bahagia hingga
h-2 perpisahan.
Hari dimana akan ada lelaki pertama yang akan ku kenali kepada kedua
orang tuaku. Iya saat
pagi cerah pagi indah sosok yang selalu memberikan semangat akan hadir di rumah
usangku. Sebatas melalui maps sosok itu menelusuri jalan menuju rumah usangku
ini. Saat itu kau menerima maps yang salah. Memang salahku
tidak memastikan maps itu. Tapi sungguh percayalah saat itu aku benar
membagikan maps dimana aku tinggal. Mungkin bela yang memalsukan maps yang aku berikan.
Entahlah tapi percayalah padaku. Aku sungguh mengirimu alamat yang benar. Mana
mungkin aku mau memberikaan alamat palsu kepadamu. Aku kan bukan Ayu tingting.
Mengertilah sayang.
Mungkin kau
lelah saat itu.
Karna jalan yang begitu banyak di kota ini. Jalan yang begitu panjang di kota
ini. Aku mengerti kondisimu saat itu sayang. Maafkan aku. Aku kira kau akan menyerah dan
kembali ke kediamanmu. Namun kau tak menyerah, kau terus mencari. Dan aku terus
memberi tahu arah. Dan entah kenapa entah bagaimana akhirnya kita dipertemukan
saat hari itu. Nampak jelas dari wajahmu betapa lelahnya kau saat
itu. Dan kita melanjutkan perjalanan menuju rumahku. Hingga Kau datang ke rumah usangku. Memarkirkan kuda bermesinmu disamping kuda bermesinku. Dan saat itu pasti kuda bermesinku
tidak merasakan kesepian. Iya karena ada kuda bermesinmu disampingnya.
Kita sama – sama jalan menuju rumah usangku. Dan kamu berkenalan dengan ayah ibuku.
Dan itu kali pertama aku mengenalkan seseorang yang spesial ke orangtuaku. Aku
bahagia aku senang saat itu. Dan kau harus tanggung jawab akan hal itu. Sungguh
aku bahagia. Sungguh aku ingin mengulangnya.
Hari itu masih berlanjut. Kita
berbincang ke sana kemari. Dari perbincangan yang kita mulai nampak jelas aku
sangat nyaman mendengarnya. Aku
sangat nyaman untuk bercerita saat itu. Aku
masih ingat caramu berbicara caramu tertawa. Kau seka keringat didahiku. Kau
tersenyum lebar saat itu. Masih kuingat sangat jelas hingga saat ini. Aku suka
tawamu. Aku suka mendengar semua cerita dari pengalamanmu. Aku suka mendengar
cerita tentang adik lucumu. Aku suka, aku nyaman. Perbincangan mengarah ke suatu
hal. Ya, saat kau berkata tanggal spesial. Dan kau sebutkan satu persatu hari
istimewa yang terjadi saat tanggal itu. Hingga akhirnya kau sebutkan satu hal
yang membuatku berpikir sejenak. Dan itu dimana saat kita mulai memiliki yang
sebelumnya tidak kita miliki. Aku terbang saat itu. Aku tersenyum malu mungkin.
Disaksikan oleh rumah usang ku. Kau berkata seperti itu. Aku tidak percaya, aku
tidak menyangka semua akan terjadi. Kau melepaskan gelang yang tertulis
jelas tim kesebelasan kesayanganmu. Kau melepaskan dari tanganmu dan kau
memasangkannya ditanganku. Aku tersenyum kau pun tersenyum. Semua yang ku kira hanya impian,
hanya harapan namun jadi suatu yang nyata.
Harapan yang pernah disebut malam itu bersama kawanku menjadi kenyataan.
Mungkin harapanmu belum menjadi nyata. Namun bersabarlah semua akan menjadi
nyata sama seperti harapanku. Aku bahagia saat itu. Bahagia? Ya jelas bagaimana
tidak. Coba pikirkan saja apa yang aku rasakan saat itu.
Kita masih terus bercerita. Dan kini kamu menceritakan kisah tentang
masalalumu. Iya mmasalalu bersama R mu yang kelam. Dua R yang membuat hidupmu
terhenti sejenak. Hingga kamu mengucap:
“semoga R yang ini nggak akan seperti dua R yang sebelumnya”
Jelas aku aminkan. Aku juga ngga ingin kamu terluka dan aku terluka.
Semoga kita bahagia dengan kehidupan kita dan kenangan baru yang akan kita
buat. Sungguh jelas aku sayang kamu. Lupakan R masa lalumu. Sekarang sama aku R
yang baru saja menjadi kekasihmu. Aku tau kamu masih sekedar merasa sakitnya
terluka di masa lalumu. Tapi cobalah lupakan masa lalumu. Kita buat kenangan
baru yang indah. Tanpa ada masalalu kelam yang terus menghantui. Iya menghantui
kita. Aku tau kamu tersakiti karena dulu aku pernah merasakan sakitnya hal itu.
Tapi tenanglah aku aka coba membuat kamu
bisa hidup tanpa terhantui masa lalumu. Apakah aku bisa? Kita lihat saja nanti.
Jam terus berganti hingga
matahari enggan bersinar lagi. Kau pamit untuk kembali ke kediamanmu. Sungguh
berat melepasmu saat
itu. Melepas kau pamit untuk
pulang. Seakan itu adalah pertemuan terakhir kita. Tapi ya sudah, kubiarkan kau
pulang membawa hatiku yang kini menjadi hatimu juga. Membawa semua rasa yang kupunya. Membawa semua cinta yang kupunya. Membawa semua kepercayaan yang ku
berikan padamu. Membawa semua
kebahagiaan yang aku miliki. Aku sayang kamu. Aku bahagia sama kamu. Aku nyaman
sama kamu. Dan
Kamu harus tanggung jawab akan hal ini.
Satu...
Seakan aku benar – benar menjalankan hidupku dengan Satu. Iya ruangan
yang membuatku nyaman menjalankan rutinitasku dulu. Ruangan yang ternyata kini
memberikan hal baru untukku. Untuk membuat kenangan baru bersamanya. Seakan aku
tidak bisa terpisah oleh Satu. Satu yang selalu saja memberikan kisah di kenangan
yang akan selalu aku ceritakan. Mari kita rangkul Satu menjafi bagian dari
kisah di kenangan kita sayang.
Malamnya, iya malamnya kamu
mulai mengganti foto akun sosmedmu dengan foto kita. Ya aku pun mengikuti
tindakan yang kamu lakukan. Setelah aku mengganti tampilan foto sosmedku,
banyak yang berkomentar. Mulai dari mereka yang menanyakan hubungan kita, dan
menanyakan semua tentang kita. Tapi sungguh saat itu ada salah satu kawanku
yang berkata bahwa kamu itu sangat mirip dengan kawannya sieks yang menjadi
incaranku saat dulu. Iya incaran yang tidak kudapatkan melainkan hanya
mendapatkan sieks. Kawan dari incaranku. Tidak sedikit juga yang berkata bahwa
kamu mirip dengan sieks. Iya hampir semua kawan yang pernah menjadi saksi akan
kisahku dengan sieks berkata seperti itu. Dan mengatakan bahwa aku tidak bisa
move on dari sieks. Sungguh aku ingin memulai dengan yang baru tanpa ada
sangkut paut dengan sieks. Karena menurutku jika kisahku berkahir maka semua
harus diakhiri, agar aku bisa memulai dengan kehidupanku yang baru. Jika
pendapatku salah maka biarlah. Karena ini adalah caraku untuk melanjutkan
hidupku. Iya hidupku yang akan lebih bahagia.
Keesokannya ibuku mulai berkomentar semua tentang kamu. Karena mungkin
saat itu aku sering menyebut nama kamu disetiap perbincanganku dengan ibuku.
Ibuku berpendapat kalau kamu itu anak baik – baik. Dan ibuku berkata jalani
dulu saja. Lebih baik dengan yang ini dari pada dengan yang dulu. Iya, iya aku
paham apa yang dimaksud ibuku itu. Lampu
hijau mungkin sudah diberikan. Baiklah mari kita lanjutkan.
Tenang, semua masih berlanjut. Kita lihat saja nanti.
Senja datang lagi. Dan kini aku harus bersiap untuk kembali menjalankan
rutinitasku. Penat? Mungkin sudah tidak. Pasti kau paham apa maksudku. Iya
pasti paham. Tersenyum saja jika kau paham. Tapi jika tidak. Cobalah untuk
tersenyum pasti kau akan paham.
Saat itu seusai sembahyang 3 rakaat aku lekas pergi meninggalkan rumahku
menuju rutinitasku. Dengan ditemani doa agar selamat sampai tujuan. Dan dengan
ditemani lagu dari Willamete Stone yang berjudul “Like your Hearts” sedikit
cerita tentang lagu ini. Iya lagu yang aku kenal dari salah satu film barat
yang aku sukai. Film yang berjudul “If I Stay”. Di lagu itu sebenarnya
menceritakan tentang lelaki yang masih setia menunggu kekasihnya. Iya
kekasihnya sedang koma saat itu. Antara hidup dan mati. Dan saat si lelaki itu
memainkan lagunya dengan alunan gitar keajaiban pun datang. Si kekasihnya
sadar. Dan mereka melanjutkan kisah hidup mereka. Ah aku suka banget sama
alunan nadanya. Aku pingin di gitarin sama kamu bang. Digitarin lagu ini lagu
yang berjudul “ like your Hearts”. Sungguh aku ingin kamu gitarin lagu ini buat
aku sayang.
Gelap pun datang dan aku masih di perjalanan. Perjalanan malam yang
sangat membuatku nyaman. Iya aku masih menikmati perjalannanku saat itu. Seakan
aku harus bisa menikmatinya sebelum aku akan berpisah dari kenikmatan ini.
Angin malam yang mengingatkan akan kisah – kisah yang pernah terjadi. Husshhh!!
Lupakan lupakan. Sekarang ada si abang. Yang akan mengukir kenangan indah
bersama aku. Iya iya. Lanjutkan saja perjalanan ini. Dan hingga tiba saatnya
aku sampai di perempatan besar. Belok kiri ke arah jalan Angsana dan belok ke
kanan ke arah rutinitasku.
Seperti biasa aku melakukan cek keamanan. Iya untuk tetap menjaga agar
rutinitasku tetap aman. Dan aku berjalan membawa kuda bermesinku ke arah tempat
parkir. Dan disana aku bertemu kamu sayang. Ah kamu kenapa selalu menghantuiku.
Tapi ini bukan menghantui. Hanya saja menemuiku. Uh kamu yaaa, selalu bisa
bikin aku tambah semangat. Ada sedikit percakapan si saat itu. Percakapan kaya
gini:
“ko aku duluan yang sampe”, katanya
“iya ya ko bisa ya (sambil senyum ketawa va jelas)”
“yauda ya aku mau 4 rakaat dulu dadaah”, katanya
“iya dadah”, kataku
Ah kamu semakin buat aku bahagia saja. Kebahagiaan yang kubawa ini memberikan motivasi yang kuat
untukku.
Iya seakan ada dorongan untuk selalu bisa tersenyum di
setiap saat. Senyum bahagia karena kamu sayang. Aku bahagia sayang.
Tapi haruskah sedih atau
haruskah bahagia. 2 hari menjelang untuk beranjak mencari suasana yang baru.
beranjak Meninggalkan tempat kecil yang penuh cerita. Meninggalkan ruangan yang
selalu menjadi saksi kisah kisah yang pernah ada. Meninggalkan setiap detail
bagian yang terlihat dari satu sisi. Meninggalkan sosok sosok yang pernah
kuhidupkan hingga saat ini masih dikenal dikenang yang selalu membuatku tidak merasa
sendiri selalu menemani selalu menghantui selalu membuatku gila oh Bella Betty
Bollu jika kalian benar ada maka temani kawan - kawanku bantu mereka.
Meninggalkan kalian yang selalu
ada selalu mengertiku selalu membuatku tertawa dengan tingkah kalian, selalu
membuatku menjadi gila, selalu membuatku nyaman dan semangat untuk datang
datang datang lagi, selalu membuatku nyaman. Meninggalkan kisah kisah yang dulu
pernah ada, tak banyak yang tau tak banyak yang mengerti namun dulu itu pernah
ada, salah satu yang sempat membuatku untuk semangat datang, datang dan
datang lagi. Dan harus meninggalkan kamu untuk melewati sebagian penuh hari
harimu tanpa aku. Tak lama tak seberapa namun awal yang indah yang bisa kita
abadikan.
Oke mari kita jalankan rutinitas
hari ini dengan penuh semangat. Aku beranikan mengajukan diri untuk menjalankan
tugasku di ruangan yang menjadi saksi perjalanan ku selama
menjalankan rutinitasku. Ya walau aku tidak ditugaskan di rutinitas itu, tetap
aku meminta kepada yang bisa membuat aku ditugaskan ditempat itu. Iya
ditugaskan bersama kalian, Bella, Betty, dan Bolu. Iya ditugaskan bersamamu. Aku beranikan diri
berkata langsung kepada yang bertanggung jawab untuk memberikan tugas ini kepadaku
agar bisa ada diruangan yang menjadi ruangan spesial untukku
dan bisa bersamamu tentunya. Jam berganti terus berganti. Hingga berakhir
dan hingga aku harus menyudahi rutinitas pada hari itu. Dan
kita beristirahat. Menikmati indahnya pemanis tidur. Menikmati lelahnya hari
itu. Walau kita tidak bisa pulang bersama. Iya karena saat itu kamu sedang
menjalankan tambahan rutinitas penatnu bersama si pink. Tapi taj apa yang
penting aku sudah cukup bahagia bisa seharian sama kamu bersama si pink.
“Kamu hati – hati ya sayang. Jangan
lama – lama sama si pinknya. Nanti aku cemburu sayang. Aku pulang duluan ya sayang.
Aku sayang kamu kesayangannya aku”
Kunikmati istirahat siang yang lumayan sangat membuatku menjadi lebih
segar. Matahari menyongsong. Sinarnya bagaikan tidak akan pernah padam menyinari
hati aku yang sedang berbahagia. Iya siang itu aku sibuk menyiapkan semua yang
harus aku siapkan untuk besok. Untuk tidur bersama kalian kawan – kawan ku.
Kamu yang ternyata sedari tadi mengabariku sampai aku hiraukan karena
kesibukanku mengurus semua yang harus aku urus. Hingga tiba saatnya aku harus
kembali ke rutinitasku. Iya hari itu aku lebih awal datang ke rutinitasku
karena aku harus menjalankan kesibukan di akhir rutinitasku. Kesibukan untuk
perpisahan pastinya. Sungguh berat berangkat saat itu. Berat sekali rasanya. Seakan
1 tahun yang lalu aku masih menjalani hari pertama di rutinitasku. Tapi inilah
jalan yang memang harus aku lalui menuju kehidupan yang bahagia. Jadi ucapkan
saja basmalah agar semuanya lancar. Iya lancar dan sukses. Boleh kok diaminkan.
(Aaminl
Matahari berganti pada posisi senja. Dan matahari tetap pada posisi senja. Aku yang terus mencari
kesibukan untuk perpisahan nanti. Dan kamu yang terus menungguku diluar. Iya
hanya untukku. Pasti saat itu kamu masih ngantuk ya sayang. Masih
lelah. Kamu pulang telat karena tambahan rutinitas dan harus menemuiku saat
posisi matahari akan senja. Terima kasih sayang atas kehadiran kamu untuk
memenuhi permintaanku ini. Terimakasih sayang.
Selesainya semua yang harus aku
kerjakan aku menemuimu. Menemuimu untuk bisa berdua bersamamu. Kita berjalan
menelusuri jalan angsana. Belok ke arah jalan besar hingga akhirnya kau
mengajakku kerumah kawanmu didaerah yang sudah aku kenali. Kau mengajakku naik
ke tangga yang ada disamping rumah itu. Ya karna memang kontrakannya berada dilantai 2
jadi kita harus naik tangga
terlebih dulu.
Aku masih ingat jelas saat
itu. Masih terlihat sangat jelas. Kau meminjam gitar kawanmu. Kau membawakan
satu buah lagu yang aku tau jelas lagu apa itu. Maafkan aku sayang waktu
itu aku sempat terngiang akan masa laluku. Aku terngiang akan tengah malam
melalui telepon tanpa kabel. Suara petikan senar dan suara indah yang menemani
sunyinya malam di masa laluku. Mungkin sama seperti lagu dari Katy Perry yang
berjudul Thinking of you:
Comparisons are easily done
Once you've had a taste of perfection
Like an apple hanging from a tree
I picked the ripest one
I still got the seed
You said move on
Where do I go
I guess second best
Is all I will know
Cause when I'm with him
I am thinking of you
Thinking of you
What you would do if
You were the one
Who was spending the night
Oh I wish that I
Was looking into your eyes🎵🎵
Once you've had a taste of perfection
Like an apple hanging from a tree
I picked the ripest one
I still got the seed
You said move on
Where do I go
I guess second best
Is all I will know
Cause when I'm with him
I am thinking of you
Thinking of you
What you would do if
You were the one
Who was spending the night
Oh I wish that I
Was looking into your eyes🎵🎵
Maafkan aku sungguh maafkan aku. Tapi aku tahu, aku harus
bisa realistis. Karena sekarang aku bersamamu sayang. Aku harus melupakan
kenangan saat dulu dan memulai kenangan baru bersamamu.
Saat itu
kita masih belum memiliki nomor ponsel. Iya maksudku aku belum punya nomor
ponselmu dan kamu juga belum punya nomor ponselku. Dan disaat itu kamu
memintaku menuliskan nomorku diponselmu dan juga sebaliknya, kamu menuliskan
nomor ponselmu di ponselku dengan nama “sayang”. Ah iya kamu memang
kesayangannya aku.
Senja
masih berlanjut dan kamu masih
bercerita tentang dirimu, tentang semua pengalamanmu. Dengan senyumanmu dengan
tawamu dengan candaanmu yang masih sangat jelas aku ingat. Aku sangat nyaman
ada disampingmu sayang. Bersandar di bahumu, sejenak seperti melupakan hal yang
akan aku hadapi. Aku rindu akan suasana seperti itu sayang. Aku rindu sayang.
Dengan posisi masih senja kau memberikanku hadiah perpisahan yang membuatku
sangat bahagia saat itu. Sungguh aku ingin tetap senja. Tetap seperti itu.
Tetap bersamamu sayang. Namun perpisahan sudah menantiku.
Matahari pun tetap enggan dengan posisi senjanya. Hingga
bergulir dan gelap pun tiba. Kita berangkat bersama menuju rutinitas yang sangat berat untukku. Karna hari itu
aku harus berpisah dengan hal - hal yang sudah membuatku nyaman. Kita menelusuri jalan besar belok ke arah kanan di pertigaan depan hingga
menuju jalan angsana. Aku memelukmu dari belakang seakan aku tidak ingin
melepaskanmu untuk pergi semenit saja dari dirimu sayang. Aku sayang kamu kesayanganya aku. Kita terus bercerita
di jalan. Menceritakan perpisahanku pastinya. Aku masih ingat katamu “bicara
saja, kamu pasti bisa”. Ah sayang aku sebenarnya sangat sedih untuk menjalani
ini semua. Bagaimana tidak baru 2 hari mempunya hubungaan denganmu tapi kini
aku harus meninggalkan kamu sayang. Aku sedih sayang.
Kujalankan rutinitas terakhir
ini dengan penuh semangat. Menjalankan tugas ini seharian bersamamu, terus
Melihatmu, terus Mendengarmu, Tertawa bersamamu. Tidak terlalu lama namun bisa
membuatku semangat untuk menghadapi hari itu. Hari yang sebenarnya aku hindari.
karna aku belum siap untuk kehilangan orang - orang yang aku sayang. Tersenyum
lebar tertawa riang. Ah aku tidak bisa melupakan hari itu. Saat si pink
menemani kita. Memanggil namamu. Jujur aku tak kuat saat hari itu. Tak terasa
apapun tapi seperti ada yang menahanku. Tak kunjung hilang uluran tangan
kawan - kawanku yang selalu hadir menjengukku untuk sekedar membuatku lebih
merasa baik. Membuatku sekedar melupakan kesedihan yang sedang aku rasakan. Kau
terus memberikan motivasi untukku. Kau terus membuatku semangat saat hari itu. Mungkin lagu leaving on a jet plane sama dengan keadaanku saat itu.
00.00 jam makan malam bagian lelah. Ya saat itu aku sedang menjalankan
rutinitasku dimalam hari. Aku beristirahat sejenak dengan menyantap hidangan
spesial. Iya karena malam itu ada malam terakhir aku menyantap hidangan di
tempat yang bisa dibilang sebagai tempat pertama kali melihat kamu sayang.
Masih bersama kawan – kawanku, masih bercanda bersama, masih makan bersama, dan
masih menjalankan permainan yang membuat kemalasan merajai diri ini. Tapi
sayangnya malam itu aku yang kalah. Iya untuk pertama kali semenjak permainan
itu dimulai akulah yang kalah. Akulah yang harus membereskan semua peralatan
makan. Aku susun gelasnya. Aku susun tempat makannya. Aku susun sendoknya. Dan
aku bawa menuju tempat pembuangan. Dan saat menuju tempat pembuangan aku
bertemu dengan kamu. Betapa malunya aku. Hingga dia bertanya “kamu kenapa”,
tapi karena di belakang barisanku ada banyak kawan – kawanku yang lainnya
diapun langsung pergi meninggalkan aku. Duh sayang ini saat – saat terakhir
melihatnu di tempat yang membuat suasana hatiku menjadi berbunga – bunga. Dan
sekarang saatnya kembali kerutinitas terkahir ku. Kembali ke “satu“ dan kembali
bersama si pink.
Detik berubah menjadi menit dan
berubah menjadi jam. Jam demi jam mulai berganti. Hingga hari pun berganti. Dan
hingga tiba saatnya aku harus berpamitan. Berkunjung dari satu ruangan ke
ruangan lain. Hanya untuk sekedar berpamitan. Tertahan tapi sesak. Saat
mengunjungi kalian kawan terbaikku. Aku terus menahan. Menahan agar tak menjadi
sesuatu yang sangat membuatku terlihat lemah. Aku terus berkata "nanti
nanti ada saatnya", itu agar kalian bisa tersenyum. Karena yang aku
inginkan senyuman kalian bukan airmata kalian. Saat semua ruangan sudah
dikunjungi, dan ini adalah bagian tersulit yang harus aku hadapi. Berpamitan
sama sosok yang sudah hadir dikehidupanku. Ini terlalu singkat untuk kita. Memang semua
datang terlambat. Tapi cobalah mengerti keadaanku. Kita bisa menghadapi
ini. Karena aku sayang kamu. Kamu sayang aku. Dan kita bisa selalu bersama.
Hingga saat itu aku membuka
pintu ruanganmu dan berpamitan. Sungguh rasanya aku ingin lari. Aku ingin pergi
saja tanpa berpamitan. Iya seperti yang aku katakan hari itu sama seperti
lagu dari Liz Phair yang berjudul Leaving on a jet plane. Iya sama dengan
keadaanku pagi itu. Seperti ini sekiraanya lirik dari lagu itu.
All my
bags are packed
I'm ready to go
I'm standing here outside your door
I hate to wake you up to say goodbye
But the dawn is breakin'
This early mornin'
The taxi's waitin'
He's blowin' his horn
Already I'm so lonesome I could cry
So kiss me and smile for me
Tell me that you'll wait for me
Hold me like you'll never let me go
Cause I'm leaving on a jet plane
Don't know when I'll be back again
OH BABE I HATE TO GO🎵🎵
I'm ready to go
I'm standing here outside your door
I hate to wake you up to say goodbye
But the dawn is breakin'
This early mornin'
The taxi's waitin'
He's blowin' his horn
Already I'm so lonesome I could cry
So kiss me and smile for me
Tell me that you'll wait for me
Hold me like you'll never let me go
Cause I'm leaving on a jet plane
Don't know when I'll be back again
OH BABE I HATE TO GO🎵🎵
Now the
time has come to leave you...
Meninggalkan kamu untuk menghabiskan rutinitasmu tanpa
aku lagi. Tapi sayang, aku pasti kembali. Kembali menghabiskan rutinitas
bersama kamu lagi. Aku benci ini sayang. Benci harus melakukan ini.
Tapi hari
itu sungguh bahagianya aku. Bersama kalian orang - orang yang aku sayang.
Terima kasih
penanggungjawabku telah
mewujudkan apa yang aku inginkan selama 2 hari itu. 2 hari singkat yang sangat
membahagiakan aku. Bagaimana tidak. Pikirkan saja apa yang sedang aku rasakan
saat itu. Menghabiskan sebagian waktuku selama 2 hari berturut - turut bersama
sosok itu. Sosok yang kini menjadi bagian terindah dalam hidupku.
Hari berlanjut. Hingga tiba
saatnya untuk kembali kekediaman kami. Ya, saat itu aku tidak kembali kerumah
usangku. Melainkan harus kembali ke tempat kawanku. Karena kami ingin tetap
bersama.
Kau masih
menungguku didepan. Yang sedari tadi aku lama berpamitan dengan kawanku. Kau masih menunggu didepan. Kau menitipkan pesan kepadaku, "jangan lupain kawan -
kawanmu". "Iya". "Kita pasti akan jarang ketemu",
katanya. " ya setidaknya 2 minggu
sekali sempatkan untuk bertemu", kataku. "Kitakan punya kesibukan
masing - masing, minggu besok aku mau balik kekampung halamanku, tapi aku usahakan
kita akan bertemu", katanya. "Iya" kataku.
Sungguh aku ingin meneteskan air mata
saat itu. Bagaimana tidak? Coba pikirkan saja apa yang aku rasakan saat itu.
Seakan itu pertemuan terakhir. Seakan itu perbincangan terakhir. Kau kembali
pulang ke kediamanmu dan aku kembali ke tempat kawanku.
Pagi menjelang. Aku masih terus merasakan manis pahitnya hari kemarin.
Senang sedihnya hari kemarin. Hingga aku tersandar dalam lamunan yang mulai membusuk. Terpendam dalam
tak terlihat. Mendengar yang pernah didengar. Tidak melihat yang pernah terlihat. Hingga Alunan suara nan indah. Menemani
pergantian waktu. Detik demi detik angin berhembus menghantarkan puing puing
yang berserakan. Rangkaian angan yang didamba hilang sekejap. Awan hitam menarik segala keindahan,
yang
nampak hanya garis yang membentang diluasnya langit. Seakan alam ingin
berteriak. Kehangatan yang terabaikan. Raut wajah yang nampak seakan
kehilangan. Tidak
berdaya tersungkur disudut ruangan tidak berdinding. Menghirup aroma yang muncul. Terpejam hingga
terbawa ke masa yang pernah terjadi. Entah hanya halusinasi atau kerinduan yang
tak berarti.
Semua masih berjalan baik - baik
saja. Hari demi hari aku lalui dengan menyibukan diriku. Agar tidak terbayang
betapa sakitnya tidak ada disisimu. Minggu pun berganti. Namun semua masih baik
- baik saja. Masih berkomunikasi masih bercerita. Dan
masih sangat aku rindukan.
ketika air terjatuh dari
kelabunya awan, membawa kebahagiaan yg telah lama dinantikan, dan mengalir
membawa semua kisah buruk yang pernah terjadi, jauh ketempat yang tidak terhingga.
Disaat itulah aku terdiam dalam sepi. Hiruk pikuk dunia ini seakan ku abaikan. Entah apa yang
terlintas dalam benak ku. Apakah yang akan aku lakukan?. Aku tau, semua ini akan mengalir
seperti air. Semua
ini akan hilang, bagai luka yang terobati. Namun ketika aku melihat kaca indah
yang terselimuti embun pagi yang tercampur dengan sisa hujan semalam. Hanya ada
1 hal yang terus aku pikirkan. 1 hal yang membuat aku tidak berdaya saat aku tau, aku tak
bisa menemukannya. Secarik kertas usang ini mungkin bisa menggantikanmu.
Sejenak menghilangkan rasa rindu yang masih aku rasakan ini. Aku torehkan beberapa kalimat
hingga membentuk suatu paragraf indah yang tak memiliki arti. Aku berharap kamu
bisa membacanya. Tapi sebelum kamu membacanya, mungkin kertas usang itu sudah
terbasahi oleh air dari
langit yang kelabu, kertas usang itu akan basah, dan akan hancur, dan kamu
tidak akan bisa membacanya, dan mengetahui apa yang aku rasakan. Daun bergoyang
riang tertiup
hembusan angin, aku pun merasakan hembusannya didalam kesunyian ini. Burung
bernyanyi riang, seakan mencoba menghiburku yang selalu menatap kelangit luas
yang masih kelabu. Di tempat ini, aku hanya bisa mendengarkan hewan kecil
berantena yang selalu berbaris rapih, hewan itu mencoba menghiburku dengan
beberapa kalimat yang dituliskan dikertas usang yang terus ku genggam ini. Tapi
hewan itu hanya menuliskan 1 kata, yakni "sabar". Diam sejenak ku
pikirkan apa maksudnya, tapi aku bodoh, aku tidak tau apa maksud dari kata itu..
Kemudian kepakan sayap indah itu datang dan hinggap ditelingaku, dan dia
berkata : "hentikan semua ini, hilangkan, dan buang jauh - jauh.
Rasa rindumu pasti akan berakhir, walau kamu tak tahu kapan rasa itu akan
berakhir..". Aku rindu sayang. Aku sungguh rindu padamu.
Masih berganti kebahagiaan. Masih berbagi cerita, iya aku masih
mengingat cerita akan pengalamanmu yang hampir saja menjadi amukan para
penggemar yang memusuhi tim kesebelasan kesayanganmu. Saat itu kamu tertinggal
dari rombongan yang mengantarmu untuk kembali ke kampung halamanmu. Hingga
akhirnya kamu berlari menghindar dari amukan orang – orang yang membawa
berbagai macam senjata. Kamu terluka saat itu. Tapi untunglah ada warga baik
dan mau menyelamatkanmu. Hingga akhirnya kamu diantar menuju rombongan yang
akan mengantarmu pulang. Mungkin itu yang membuat kamu membenci tempat dan
semua penggemar yang juga membenci tim kesebelasan kesayanganmu. Tapi apapun
itu yang kamu katakan. Semua kebencianmu tentang kota itu, sungguh aku
mengabaikannya. Karena kota itu adalah kota kelahiranku. Kota yang pernah
membesarkanku kurang lebih selama 8
tahun. Kota yang memiliki banyak kenangan akan masa kecilku. Masa – masa indah
yang pernah terjadi. Mulai dari aku belajar berjalan di taman kota yang masih
sejuk, belajar mengendarai sepeda roda tiga. Belajar akan pahit manisnya kehidupan.
Sungguh aku rindu. Disaat aku masih bahagia tanpa ada masalah yang mendekat.
Selalu tersenyum tanpa tekanan. Aku ingin kembali kemasa kecilku. Sungguh.
Jumat 2 mingguan. Waktunya
kongkow 2 mingguan dengan kawanku. Kami masih selalu menyempatkan diri untuk
berkumpul lagi dan lagi. Setidaknya untuk mencurahkan semua perasaan yang kita
rasakan 2 minggu penuh denggan rutinitas padat, dengan semua tekanan dan dengan
semua masalah pribadi yang muncul.
Niatku sambil
menyelam minum air. Bermaksud bertemu denganmu. Namun aku lupa kalau saat itu
kau harus kembali ke kampung halamanmu. Namun mendengar cerita kawan - kawanku sudah lebih dari
cukup menambah kebahagiaan ini. Menambah rasa sayang ini. Menambah rasa ini
untukmu. Dan kamu harus tanggung jawab akan hal ini. Aku bahagia sayang. Dan kini aku harus kembali ke rumahku. Walau
sedikit kekecewaan tergambarkan di wajahku tapi aku harus mengerti keadaanmu
yang merindukan keluargamu di kampung halamanmu. Baiklah, have fun ya sayangku.
Kalau kamu bahagia pasti aku lebih bahagia. Aku sayang kamu. Aku rindu padamu.
Aku pun kembali kerumah dengan penuh harap akan kerinduan yang tidak
berujung ini. Aku letakan perasaanku ini pada dinding kaca yang sudah terguyur
oleh rintikan hujan. Namun masih jelas bisa aku rasakan indahnya. Kamu masih
mengabari aku. Iya aku pun masih mengabari kamu. Tapi ini sudah malam. Waktunya
kita untuk beristirahat dan mengenang semua yang sudah terjadi di hari ini.
Selamat tidur kesayangannya aku yang lagi ada di kota kelahiraannya. Mimpi
indah ya sayang. Aku tidur duluan ya sayang. Sampai jumpa di dunia kita.
Didunia mimpi☺.
Keesokannya kau sudah ada
dikampung halamanmu. Kamu menceritakan perjalanan bahagia mu menuju
kampung halamanmu. Indahnya pemandangan disana, seejuknya udara disana dan
bahagianya kamu bertemu keluargamu. Iya anak pertama dari 3 bersaudara yang
kini masih menjadi kekasihku sangat bahagia sekali bertemu adiknya yang masih
kecil yang kurang lebih baru berusia 13 bulan. Bagaimana tidak lucu. Dari foto
yang kamu kirimkan ke aku saja sudah bisa kubayangkan betapa lucunya adikmu
itu. Dan tak ku sangka. Aku bisa berbicara
dengan adik kecilmu. Kau menghubungiku dan menawariku untuk berbicara dengan
adikmu. Jelas aku iyakan. Aku ingin berbicara banyak dengan
adikmu sepsrti berbicara:
“hallo adik sayang, aku kekasih dari kakakmu salam kenal”
Tapi pasti dia belum mengerti. Walau tidak bisa banyak berbicara karna memang masih belum bisa
berbicara, namun dari suaranya sudah pasti terdengar betapa lucunya adikmu. Aku ingin tertawa mendengar suara lucunya yang menggemaskan itu. Selucu dirimu yang membuatku
semakin bahagia memilikimu.
Kamu menghabiskan waktu 3 hari berturut – turut dikampung halamanmu.
Cepat pulang ya sayang. Agar kita bisa bertemu.
3 hari berlalu, kamu kembali ke kota ini. Kamu kembali menjalankan
rutinitasmu. Dan masih bersamaku jelas.
Matahari tetap bergulir.
Beranjak memutari bumi. Hari terus berganti. Mendatangkan masalah baru namun
bukan masalah denganmu. Karena masih berjalan baik - baik saja tanpa ada
masalah. Tanpa ada perselisihan. Namun aku rindu. Aku sangat rindu.
Senja kembali datang namun tak lama gelap menggantinya. Garis indah itu selalu hadir
menemani sunyinya malam – malam yang aku lewati. Dan sampai
malam ini aku pun masih ditemani garis indah itu. Masih sama, masih menggunakan
secarik kertas usang untuk kulukiskan indahnya garis itu. Mungkin hanya kamu
yang mempunyai garis itu. Malam ini
memang masih sama seperti malam2 lalu, masih sunyi, dan masih ditemani oleh
rintikan air hujan yang jatuh. Dingin..?, Memang itu yang selalu aku rasakan. Tapi dingin itu akan
hilang ketika
aku mengingat garis indah itu. Seakan - akan kulihat sesosok berdiri didepan
rumahku, aku mulai meraba sosok itu. Sejenak ku pikir, apakah dia adalah sosok yang
mempunyai garis itu..?.
Tapi tiba – tiba
suara itu memecahkan kesunyian dan sosok itu pun hilang, ternyata itu
hanya halusinasiku saja. Berkali kali ayah memanggilku untuk segera bergegas
menuju tempat untuk mengistirahatkan tubuhku. Tapi aku masih di
tempat ini, masih
berharap sosok itu hadir lagi. Jendela ter selimuti embun dan air hujan ini
sebagai saksi bisu bahwa aku masih di sini untuk menunggu sosok yang mempunyai garis indah itu
yang dapat membuatku tertidur dengan nyenyak. Memang sangat susah untuk bangun
dari halusinasi yang gila ini. Apalagi halusinasi ini hadir disaat aku sendiri
ditempat yang
sunyi. Kepalaku sudah tak kuat untuk menahan letihnya tubuh ini, tapi aku masih
belum bisa menghilangkan halusinasi ku ini. Suara ketakutan, suara tertawa
terbahak - bahak, suara mengagetkan, suara menyeramkan dan semua suara yang
muncul dari televisi tidak bisa memecahkan heningnya malam itu. Ku ingin
melihat bintang, berharap garis indah itu ada disalah satu bintang malam ini,
ku coba menatap keluar dan melihat langit malam. Tapi yang aku liat hanya
langit yang dipenuhi awan yang sangat kelabu. Dimana bintang - bintang
itu..?.
Kucoba mencarinya tapi tak kunjung kutemukan, dan yang aku liat sekarang hanya
garis menyeramkan dan mengeluarkan suara yang menakutkan. Langsung ku tutup
kedua mata ini, aku sangat takut untuk melihatnya lagi. Tiktiktik hujan mulai
turun, tidak terlalu lebat tapi rintikannya bisa membuat kolam ikan itu penuh
dengan air hujan dalam waktu beberapa menit. Dan kini yang kudengar adalah
suara dari kicauan hewan malam itu. Suara yang muncul dr pohon itu, entah
apakah dia kehujanan atau dia sedang berlindung dipohon itu. Suaranya sangat
menakutkan tapi aku masih belum bisa melupakan garis indah itu dan bergegas
untuk tidur. Jam
sudah menunjukan pukul 00:00. Tapi aku masih belum bisa menghilangkan
halusinasiku ini, kuambil kertas usang yang sudah ku genggam kuat dan berbentuk
seperti bola. Ku genggam erat. Cukup erat. Diluar hujan mulai agak reda tapi
dinginnya malam mulai menusuk tulang ini, embusan angin mulai membisik ditelingaku,
helai demi helai rambut ini pun tertiup hembusannya. Tapi susah dan belum bisa
menghilangkan halusinasi itu. Sesosok itu pun muncul lagi didepan jendela itu.
Ku raba lagi sosok itu dan dia mendekatiku, fyuh kututup mata ini, tapi setelah
kubuka mata sosok itu masih ada dan semakin mendekatiku, sosok itu kini ada
didekat telingaku, sosok itu berbisik ditelingaku. Dan sosok itu berkata, "hari
sudah menjelang pagi, tubuh, mata, fikiran kamu sudah sangat letih, istirahat
lah sejenak, agar esok kamu lebih segar dan bisa menemui sosok
bergaris indah itu. Percayalah dia akan datang dimimpimu malam ini, dan
memberikan garis indah itu hanya untuk kamu. "
Dan sosok itu pun menghilang, entah, apakah
itu hanya halusinasiku saja atau..
Baiklah
kucoba bergegas untuk beristirahat sejenak terlelap ditempat yang sangat empuk,
dan meminta kepada Tuhan agar aku diberikan mimpi yang sangat indah, yakni
melihat garis indah yang jika ditarik akan memunculkan senyuman indah itu. Iya senyuman kamu yang membuat aku sangat bahagia. Aku rindu. Aku
masih rindu.
Pagi menjelang. Matahari menyambutku dengan sambutan yang hangat. Gelap
menjadi terang. Kubuka mata dipagi ini. Senyuman pagi sang mentari teraasa
begitu hangat menyapaku. Ku lihat beberapa kertas usang yang berbentuk seperti
bola tak beraturan berserakan disamping tubuhku. Kucoba mengambil salah satu
kertas usang itu, namun aku tak bisa, tubuhku masih lemas untuk dapat
meraihnya. Kudiam sejenak. Dan sekali lagi ku coba untuk mengambil kertas usang
itu. Aku duduk diatas empuknya kendaraan mimpi ku. Ku bersandar disalah satu
kawan mimpi ku. Ku coba membuka kertas usang yang sudah tak berbentuk itu.
Perlahan namun pasti kertas itu mulai menunjukan beberapa huruf yang menyusun
1kata. Namun saat aku ingin melihatnya tiba – tiba suara gaduh itu memecahkan
kesunyian pagi yang cerah ini. Ku beranjak dari kendaraan mimpi ku dan
meninggalkan kertas itu diatasnya. Aku penasaran dari mana asal suara itu.
Kuikuti suaranya dan Kulihat keluar kamar kecilku. Tidak ada hal yang
mencurigakan. Kulihat ke semua ruangan dirumahku. Ternyata memang tidak ada
kegaduhan. Ah sial ternyata itu suara dering alarm telepon ku saja. Aku segera
mengambil telfon ku dan langsung menghentikan alarm tersebut. Bergegas kembali
ke dalam kamar untuk melihat kertas – kertas itu. Kunaiki kembali empuknya
kendaraan mimpiku. Dan kubuka perlahan lagi kertas itu. 1 kata yang ada
dikertas itu adalah "mimpi". Entah apa artinya, karena aku tidak
ingat apa yang sudah aku lakukan semalam. Yang aku ingat hanyalah Mimpi indah
yang menemani ku terlelap dalam tidur nyenyakku. Dingin tak kurasakan, gangguan
serangga penghisap darah pun tak kurasakan. Itu karena mimpi indah yang menyelimuti
ku. Kudiam sejenak, ku berpiikir, tapi entah pikiran ku kacau, banyak yang aku
pikirkan. Tapi aku belum bisa mengingat kejadian apa yg terjadi semalam. Dan
tiba – tiba hujan turun. Tiktiktik .. jendela ini berembun dan terdapat banyak
air hujan yang menetes dijendela ini. Kurasakan dinginnya jendela ini dan ku
teringat apa yang aku lakukan semalam. Semua kejadian tentang perasaan ini. Dan
ternyata sosok yg semalam membisiki telingaku benar. Aku bisa mendapatkan
senyuman itu semalam. Senyuman yang diberikannya hanya untukku. Dan rasanya
sangat indah sekali. Aku pun tersenyum malu mengingat mimpi itu. Masih ada 3
kertas yang berbentuk bola tak beraturan diatas empuknya kendaraan mimpiku.
Mungkin aku akan mengetahui apa saja kata yang tertulis didalamnya. Tapi tidak
sekarang. Karena sekarang aku harus menyapa hembusan angin yang selalu bertiup
dan mencoba menyapa ku.. Selamat pagi kebahagiaanku.
Hembusan angin terus membisik ditelingaku. Sapaan lembutnya membuatku
merasa sangat nyaman. Aku Duduk disamping tempat yang berisikan banyak ikan
yang mulai menghampiri jemariku yang tak sengaja kucelupkan ketempat itu. Suara
air menggericik menemani pagi ku ini. Aku mengambil sebuah tempat makanan untuk
ikan dan aku berikan segenggam makanan ini untuk ikan itu. Semuanya berebut
untuk memakannya. Tenang dan nyaman sekali berada didekat tempat ini. Tatapan
kosong mulai menatap hal yang aneh untukku. Tempat sampah. Yaps.. Tapi kenapa
harus menatap kesana? Lamunanku terhentikan oleh suara klakson motor ayahku.
Tiin.. Ku mencoba mengalihkan pembicaraan agar mereka tidak bertanya hal - halyg
aneh. Dan kaki ini mulai bergerak menuju tempat sampah. Kulihat kedalamnya dan
ternyata ada 3 kertas berbentuk bola yang tak beraturan lagi. Semakin bingung
apa maksudnya. Dan aku coba membukanya perlahan. Kubuka dan kubaca dalam hati.
Kata pertama yang kulihat adalah "Kamu". Diam, diam, dan diam. Entah
apa artinya, apa yang aku lakukan semalam hingga aku menemukan banyak kertas
usang ini. Pikiranku melayang jauh kemana - mana. Aku mencoba mencari jawabannya,
kucoba mengingatnya. Tapi.. ah sudahlah. Nanti juga pasti akan teringat lagi..
Dan ku bawa 2 kertas berbentuk bola tak beraturan ini dan 1 kertas usang yang
telah kubaca tadi kedalam ruangan kecilku. Kugabungkan dengan kertas - kertas
berbentuk bola tak beraturan lainnya. Aku penasaran aku ingin mengetahui apa
yang ada didalam semua kertas tersebut. Hujan turun lagi. Membasahi dedaunan
dan jendela ini lagi. Embunnya terlihat lagi, dinginnya pun terasa lagi. Tapi
aku masih belum paham. Terdengar suara lembut menyapaku. Dengan sapaan pagi
yang membuatku tersenyum. Kubalikkan badan ini. Dan yang kulihat hanya pintu
yang tertutup rapat. Ah halusinasiku mulai lagi. Kenapa harus sering
berhalusinasi seperti ini? Apa ada kaitannya sama kamu?? Entahlah cuma Tuhan,
dan hati kecil ini saja yang tau.
Hari menjelang siang. Tak terasa ternyata dari pagi aku terlelap nyenyak
dikendaraan mimpi ini. Mentari siang yang sangat terik mulai memasuki kamar ini
melalui jendela kecilku. Tanganku menyentuh kertas yang tak beraturan ini. Oh
iya aku baru teringat masih ada 4 kertas yang belum aku buka. Aku ambil 2
kertas yang ada tepat disebelah tubuh ini. Ku coba bangun untuk bisa
membukanya. Namun naas tubuh ku masih lemas. Alhasil aku masih tidak bisa untuk
bangun. Aku pun Membuka kertas ini dengan lemas, huruf demi huruf pun mulai
terlihat. Rangkaian kata yang indah kah? Atau hanya sebuah kata? Sama seperti
kertas lainnya? Entahlah..
Kubuka perlahan lagi dan kata yang terlihat adalah "Rindu”. Semakin
membuat aku bingung, entah apa maksudnya. Mentari semakin terik, tetapi kemana
perginya hujan? Ku kira hari ini hujan akan terus menemaniku seharian. Tapi
kenapa sekarang hujan tidak kunjung datang. Yang ada hanya mentari yang terik
yang menggoda aku untuk pergi menikmati indahnya dunia. Mungkin ini adalah
rezeki untuk mereka yang sangat membutuhkan mentari agar kegiatannya tidak
terhambat sang awan kelabu lagi. Tapi bagiku, mungkin lebih baik hujan datang
menemaniku. Agar semuanya tak sesunyi ini. Kini diatas kendaraan mimpi ini
hanya ada aku seorang. Menunggu hujan itu datang, dan mengingat semua kenangan
indah bersamanya. Toktoktok lamunannku terhenti. Terdengar ketukan pintu yang
sangat kencang. Pikirku mungkin itu hanya halusinasiku saja. Tapi kenapa
suaranya tak kunjung berhenti. Aku pun beranjak dari tempat yg empuk ini. Aku mendekati
suara itu dan suaranya menghilang. Untuk kesekian kalinya aku tertipu oleh
halusinasiku. Aku gila. Halusinasiku semakin sering kurasakan. Apa arti nya
ini?. Tapi kucoba untuk membuka pintunya dan yang kulihat adalah kamu. Kupeluk
erat tubuhmu mungkin sampai kamu sulit bernafas. Hangatnya pelukanmu membuat ku
nyaman. Membuat semua rindu yang kurasakan terbayar. Setelah sekian lama aku menunggu
hal ini terjadi, dan akhirnya sekarang aku pun merasakannya. Akhirnya kamu ada
disini menemuiku.
“@&~"!*#?Meong#*?!"meong “.
Suara gaduh menghancurkan semuanya. Menghancurkan halusinasi kulagi. Lupakan.
Itu hanya halusinasi yang terus terjadi dihari ini. Ku kembali melangkah
keruangan kecil ku. Kuambil secarik kertas dari laci ku. Kutorehkan kata – kata
rindu diatas kertas itu. Dan kini Ku jatuhkan badan ini ke empuknya kendaraan
mimpiku. Kupeluk erat boneka besarku. Mungkin
dengan cara ini aku bisa menghentikan semua halusinasiku.
mungkin ini adalah cara yang bisa membuat semua hal yang terjadi ini
hilang. Perasaan yang sangat buruk. Perasaan yang sangat sulit untuk dikatakan.
Yakni rasa rindu yang tak kunjung reda.
Hari beranjak sore. Mentari mulai bergegas kembali keperaduan dan
menyinari belahan bumi lainnya, mentari kemerahan, burung berterbangan menghiasi
langit yang jingga. Namun hingga saat ini aku belum bisa merasakan halusinasi
yang kurasakan siang tadi. Dan aku masih disini ditempat kecil ini menatap
keluar, melihat pemandangan sore nan indah. Disamping tubuh ini memang masih
terdapat kertas – kertas usang yang belum kulihat. Tapi kertas - kertas usang ini pasti akan kulihat.
Indahnya sore, andai kita bisa melihat indahnya sore ini berdua. Hanya
aku dan kamu. Tanpa ada yang mengganggu. Halusinasi muncul lagi. Berhenti
berhalusinasi!!. Bagai disengat lebah beracun yang ada di serial Hunger Games.
Yang membuat korbannya berhalusinasi terus menerus.
Kugerakan tangan ini untuk mengambil kertas itu dan akan kubuka. Kubuka
kertas ini dengan penuh rasa penasaran. Setelah kubuka ternyata isinya ada kata
"dan kita". Tambah aneh kata kata ini. Aku mengingat apa yang terjadi
semalam. Tapi aku lupa. Aku tak ingat apa yang aku lakukan. Secarik kertas
menggoda ku. Tapi jika aku ambil kertas itu apa yang akan aku lakukan? Inspirasiku
soreini sangat tidak bagus. Gambar? Nulis? Oh tidak.. Tiktiktik. Beranjak ku
melihat kearah jendela, ku kira hujan turun, ternyata itu hanya sisa air hujan
semalam yang masih membekas diatap rumah ku ini. Sial. Kapan hujan akan turun
lagi? Jalan mulai ramai. Hiruk pikuk kehidupan malam mulai terasa.
Malam ini mungkin masih sama seperti malam – malam yang telah aku lalui.
Sendiri ditempat sunyi. Hujan dimanakah engkau. Tanpamu malam ini akan semakin
sunyi. Jendela ini sudah tidak terselimuti embun dan sisa hujan lagi. Semua
hilang. Hanya ada kegelapan diluar sana. Kubuka mata lebar". Tapi tak ada
satu pun yang bisa ku lihat. Semua gelap sunyi. Bintang dimana engkau, bulan
dimana engkau. Masih sama dipukul 22:00 masih menunggu sosok itu datang. Ku
ratapi langit hitam dengan penuh harapan. Pikiranku melayang entah kemana. Ku
ingin terbang. Kuingin terbang menemuimu. Namun naas dimalam ini aku masih
belum menemuimu. Kubaringkan tubuh yang mulai letih ini ke tempat yang paling
empuk diruangan kecil ini. Tak sengaja tanganku menyentuh buntalan kertas
dibawah boneka itu. Kuambil kertas itu. Ku buka dan aku melihat kata "akan
bertemu". Akan bertemu siapa? Dia? Tapi tidak mungkin. Haduh susunan kata
ini semakin membuatku tak mengerti. Tiktiktik hujan mulai turun membahasi
jendela kamar ku. Dan membuatnya terasa dingin. Kulihat keluar. Ku rasakan
dinginnya hujan. Hingga aku terbawa ke suasana indah bersamanya. Ku renungi
semua yang telah terjadi. Garis indah itu yang selalu kulihat. Suara lembutnya
terus membuatku semakin tak berdaya. Tak berdaya karena aku tau kita tidak bisa
bertemu. Rindu yang tuk kunjung reda ini harus bisa kutahan, harus bisa
kupendam sejenak agar aku tidak merasakannya lagi. Susah memang memendamnya. Ku
minum segelas air ini berharap aku bisa menenangkan diri ini. Tapi tak berhasil,
semua ini rasanya kacau sekali. Kuhempaskan tubuh ini ke empuknya kendaraan
mimpiku. Ku berbaring lemah menahan kantuk. Jam menunjukan pukul 23:30. 30
menit lagi hari berganti namun kita masih belum bisa dipertemukan. Kuambil sisa
kertas ini. 1 kertas usang yg belum kubaca. Kubuka perlahan sambil kutahan
sesaknya dada ini. Huruf demi huruf pun membentuk suatu kata, dan kata demi
katapun membentuk suatu kalimat. Ternyata kalimat itu adalah "ah itu
hanya". Apa maksudnya? Kuletakan kertas itu bersama dengan kertas usang
lainnya. Kuterlelap dalam tidur. Tapi tidak lama. Jam menunjukan pukul 00:00
aku pun terbangun dan sedikit pusing yang kurasakan. Ku ambil segelas air, dan
ku minum. Kumelihat beberapa kertas usang tergeletak dibawah. Kuambil selembar
demi selembar. Kucoba melihatnya satu persatu dengan mata yg sangat sayu ini.
Ingatanku sedikit muncul. Ingatan tentang malam itu. Dan ketika aku menyusunnya
membentuk suatu kalimat aku pun mengingat kejadian yang terjadi malam itu.
Ternyata malam itu aku terlelap dalam mimpi ku. Tak sadar aku terbangun karena
aku tak kunjung tertidur nyenyak. Saat sosok itu datang aku masih mengingatnya.
Dan yang kuingat adalah. Aku menuliskan beberapa kata dikertas usang itu. Kata
demi kata kutulis hingga membentuk suatu kalimat yakni : "aku rindu kamu
dan kita akan bertemu, ah tapi itu hanya mimpi ! ". Ya.. itu kalimat yang
ada di beberapa kertas usang ini. Yang telah kucoba susun satu persatu. Tapi
aku mengetahuinya karena ada tulisan di kertas merah muda yg tersimpan
dilaciku. Mungkin beberapa kertas usang yang lainnya itu hilang. Entah kemana.
Sehingga aku tidak bisa menyusunnya menjadi kalimat itu. Tapi sekarang aku
mengerti, apa yang sedang kurasakan. Dan apa yang terjadi malam itu. Semua
hanya karena kerinduan yang tak berujung ini. Kulanjutkan tidur lelapku dan
berharap aku menemukan garis indah itu dimimpiku malam ini. Selamat malam kesayangannya
aku. Semoga kita bertemu malam ini. Walau aku tahu kamu masih sibuk dengan
rutinitasmu malam ini. Tapi biarlah aku yang menjumpaimu terlebih dulu.
Pagi menyapaku. Kopi hangat menemani pagi yang cerah ini. Tapi pagi itu
kau mengabarkanku akan kondisimu yang sedang tidak baik. Kau berkata tubuhmu
terasa sangat lelah. Aku khawatir sayang. Aku sangat khawatir. Kucoba membuat
kehadiranku disampingmu. Untuk membantu menghilangkan kelelahan dari dirimu.
Aku titipkan 2 kaleng susu murni ke kawanmu yang rumahnya tidak jauh dari
rumahku. Sore hari saat kawanmu akan berangkat menuju rutinitas, aku sempatkan
untuk menemuinya. Hanya sekedar untuk menitipkan 2 kaleng susu dan 1 buah roti
itu. Dan dengan tulisan tentunya. Aku sungguh ingin menghadirkan diriku
disampingmu. Semoga ini berhasil. Kau kembali kerutinitasmu.
Sepulangnya dari rutinitasmu, kau mengirimi aku pesan singkat untuk
berterima kasih akan titipan yang sudah aku titipkan itu. Kau bahagia akan hal
itu kau mungkin tersenyum dengan tulisan yang sengaja aku selipkan untukmu. Aku
sayang kamu aku senang bisa membuatmu tersenyum sayang. Aku rindu padamu!!
Hari terus berganti. Dan semua keadaan masih baik – baik saja. Masih
berkomunikasi. Masih mengabari dan masih bahagia saat itu. Pagi itu aku sedang
menikmati hangatnya, manisnya kopi dengan granule yang ada diatasnya. Kita
sedang mengobrol dalam chat saat itu. Saat kamu juga sedang menikmati secangkir
kopi hangat. Sungguh indah saat menikmati hujan dengan ditemani kopi hangat.
Seakan kita sedang menikmati kopi berdua bersama. Mungkin aku bukan peracik
kopi, aku tidak bisa meracik kopi nikmat untukmu. Tapi aku adalah penikmat kopi
yang bisa menikmati kopi berdua bersamamu.
Hari itu berjalan indah. Mungkin karena diawali dengan manisnya kopi dan
semangat yang muncul karena bahagia bersamamu.
Bella pasti kamu sudah kenal kan. Iya karena aku sudah pernah mengenali
Bella sama kamu. Bella yang selalu membuatku seperti merasakan keramaian di
tengah kesepian yang aku rasakan. Pasti dia selalu bersamamu. Iya biar kamu
ngga kesepian. Tapi sungguh aku rindu sama Bella. Bella, Bella nama yang dulu
pernah menjadi populer di rutinitasku. Iya bagaimana tidak hampor semua orang
dirutinasku mengenal sosok Bella. Iya mereka juga tau bahwa aku yang pertamma
kali membuat nama Bella menjadi populer hingga kini. Bella....
...
Hari masih beranjak untuk mengganti kebahagian dengan kebahagiaan
lainnya.
H-7 bertemu idola. Ya saat itu
aku ingin bertemu dengan idolaku yang akan datang ke negara ku. Aku mengajak
sosok yang menjadi bagian hidupku saat itu. Dan dia mengiyakannya.
Kebahagiaanku bertambah. Halusinasiku menghantuiku. Akan hari indah yang akan
aku lalui.
Minggu penuh kesibukan. Dari awal minggu hingga kini menuju akhir
diminggu ini kamu sangat sibuk dengan rutinitasmu. Tapi aku masih tetap
menunggumu. Menunggu semua kebahagiaan yang akan kau berikan padaku. Aku
mengerti kamu sayang. Hanya saja kamu harus tetap menjaga kesehatan kamu. Aku
tidak ingin kamu sakit. Aku ingin kamu tetap bahagia. Seperti kebahagiaan yang
selalu menyelimutiku.
Aku masih bersamanya. Masih mengabari. Masih bercerita. Jelas aku masih
bahagia. Senja menuju ayam berkokok menuju senja begitu seterusnya. Belum ada
pertengkaran. Masih bahagia masih baik – baik saja. Dan masih terus
merindukanmu sayang.
Jumat 2 mingguan kembali hadir.
Dan aku kembali kongkow bersama kawan sejoli ku. Dan aku kembali berniat sambil
menyelam minum air. Namun sayang bari itu kau tidak bisa bertemu denganku. Dan
aku masih sama. Masih mendengar cerita kawan - kawanku yang membuat rasa rindu
ini kembali terbayar. Hari itu aku terus ditemani kawan dan Taylor Swift yg
terus menyanyikan lagunya yang berjudul Back To December🎵🎵
Ah iya aku ingin kembali ke December. Walau kita belum dekat saat itu
tapi kita masih menjalankan rutinitas bersama. Bersama denganmu.
Aku masih menunggumu. Mungkin
saja kau masih bisa menemuiku. Setidaknya untuk menghilangkan rasa rindu ini.
Namun tiba - tiba kau membalas pesanku dengan pesan yang membuatku bertanya -
tanya. Ya bagaimana tidak. Kau membalasnya dengan kalimat yang tidak aku
harapkan. Aku sedih saat itu. Kenapa? Ada masalah? Masalah apa sayang. Maafkan
aku.
Semua berjalan baik - baik saja.
Kita masih berkomunikasi. Namun saat itu kenapa kau menjatuhkan aku dengan
perkataanmu. Mungkin ini masalah antara kita. Mungkin kita harus
menyelesaikannya. Mungkin esok kita harus bertemu dan menyelesaikan semuanya.
Semua permasalahan kita.
Senja kembali muncul. Dan gelap
dengan cepat kembali hadir. Malam itu kau masih menonton tim kesayanganmu
bertanding. Aku masih menunggumu. Hingga tepat pukul 22.00 kau mengabariku.
Namun kabar buruk yang kau berikan. Dengan maaf kau beritahuku untuk
menggagalkan rencana yang sudah kita buat jauh - jauh hari. Aku masih
meyakinkan hal itu. Masih menunggu kabar darimu. Apakah benar akan batal atau tidak. Apakah masih ada harapan
atau tidak.
Jam berganti menuju pukul 23.00
kau meyakinkan aku bahwa kau tidak bisa menemaniku ke tempat yang sudah kita
janjikan jauh - jauh hari. Segitu gampangnyakah berkata maaf,
hingga kau bisa berkata untuk membatalkan rencana kita. Kenapa sayang? Kenapa?.
Segitu remehkah diriku dipandanganmu. Sehingga dengan mudahnya kamu berkata
seperti itu. Apa? Kenapa? Ada apa?. Kekecewaanku bertambah. Bagaimana
tidak coba saja kamu pikirkan apa yang aku rasakan malam itu. Iya saat tiba - tiba kamu mengabari
ini semua.
Aku harus mencari kawan
kemana? Ini sudah malam? Tidak sedikit yang masih membuka mata. Sungguh aku
sangat kecewa saat itu. Aku mencari kesana kemari. Kawan yang akan menemaniku pergi ke
acara itu. Malam - malam aku belum tidur. Tepat pukul jam 12 malam aku masih mencari
orang. Masih dengan kekecewaan saat itu. Hingga aku menemukan kawanku yang
mau menemaniku.
Aku kecewa. Aku kecewa. Aku
kecewa.
Jam demi jam berganti. Aku
terbangun dari tidur dan mimpi burukku. Sekitar pukul 3 pagi aku terbangun. Aku
lihat sosial mediamu ternyata kamu mengupdate suatu status. Demi gamekah? Atau
demi apa? Ah sudah. Ku coba lupakan. Aku coba kembali untuk terlelap namun
susah. Iya sangat susah. Sekira pukul 03.30 aku terlelap kembali.
Alarm ku berbunyi tepat pukul
05.00. Aku terbangun untuk siap - siap menuju acara itu. Kau mengirimi aku
pesan untuk meminta maaf kepadaku. Aku abaikan. Sungguh aku masih kecewa dengan
kejadian semalam. Bagaimana tidak. Coba kamu pikirkan sendiri. Apa yang aku
rasakan saat itu.
Aku berpamitan dengan ibuku dan
berkata akan pergi bersama kawanku keacara itu. Iya kawanku bukan
kamu!! Dan mungkin ibuku paham apa yang sedang terjadi padaku. Ibuku tak
bertanya ada apa aku denganmu. Ada apa hingga kau tak datang menjemputku dan
berpamitan kepada kedua orang tuaku untuk pergi ke acara itu. Mungkin saat malam itu aku
belum tertidur hingga larut ibuku sudah paham bahwa kita
sedang ada masalah dan ibuku tau semua
akan terjadi. Hingga ibuku tidak menanyakan apapun tentangmu. Terima kasih mah. Kau mengerti keadaanku saat itu. Kau tidak membuat
kekecewaanku bertambah. Terima kasih mah.
Tepat pukul 07.15 kami berangkat
dengan bermodalkan maps menuju lokasi yang belum pernah aku kunjungi. Hingga
tiba dengan selamat. Dan kami menikmati acara itu dengan sangat bahagia. Sejenak
melupakan masalah yang
sedang terjadi lebih jelasnya. Saat itu mungkin aku kira aku bisa
bersamamu. Menghabiskan semuanya bersamamu. Tapi itu hari yang sangat membuatku
membenci hari yang diagung – agungkan orang yang sedang kasmaran. Hari kasih
sayang Tai. Iya sama seperti yang kamu katakan saat itu. Masih ingatkah kamu?.
Kurasa iya. Tersenyum sajalah.
Hari itu mungkin aku enggan untuk mengabarimu. Aku masih kecewa. Namun
saat matahari pergi dan saat gelap
tiba. Kamu bertanya kepadaku. “udah pulang?”, katanya. “iya
udah”, kataku. “gimana puas ga?, katanya lagi. “iya lumayan puas”, kujawab.
Kemana kamu yang dulu kamu yang selalu menyelipkan emoticon di setiap chat yang
kita lakukan. Tapi kali ini semua chatmu hambar. Kenapa? Seharusnya aku yang
melakukan itu. Tapi kenapa malah kamu yang melakukannya.
Waktu untuk beristirahat tiba.
Kupejamkan mata ini. Dengan kekecewaan masih tergambarkan sangat jelas.
Matahari datang kembali.
Menyapaku dengan hangat. Aku tidak mengabarimu juga saat
pagi itu. Jelas aku masih sangat kecewa dengan kejadian dihari sebelumnya. Hingga aku mendapatkan pesan
darimu. Pesan yang menambah
kekecewaanku. Karna
kau berkata untuk menyudahi hubungan ini. Aku sudah membaca pikiranmu lebih
awal. Saat kau mengirimi aku pesan pertama pada pagi itu. Aku terus beristighfar membacanya, merasakannya. Aku terus menahan sesakku. Iya aku harus melakukan itu karena saat
itu ada ibuku tepat disampingku. Tidak bisa aku menunjukan semua yang sedang terjadi kepadanya.
Karena aku jelas tidak bisa menunjukan kesedihanku
didepannya. Aku
pindah kekamar. Ku tutup pintu. Ku hapus semua pesanmu. Semua chat
yang pernah kita lakukan. Semua gambar yang kita abadikan. Semua tentangmu dari
ponselku. Dan ku
putar lagu - lagu yang menjadi lagu favoritku saat
bersedih.
Berniat untuk memperbaiki suasana yang aku sendiri
ngga tau pasti apa rasanya. Rasa yang membuatku seakan hancur. Sungguh nafasku sesak saat itu. Sungguh sangat sesak. Tidak bisa bernafas jika aku hanyut terbawa oleh
keadaan. Masih
tertahan didada. Tidak ada airmata yang mengalir namun sesak. Dasar cowo
Bren*sek, ba*jingan, an*ing, ba*ilah kau. Aku terus berkata seperti itu
bagaimana tidak. Sosok yang selalu membuatku bahagia. Sosok yang
selalu membuatku semangat untuk menjalani hari – hariku. Sosok yang selalu
membuatku tersenyum saat membaca pesan singkat darinya. Sosok yang selalu
membuat kerinduanku bertambah. Sosok yang selalu aku bela didepan kawan - kawanku,
sosok yang sudah kuberikan hatiku padanya, kebahagiaanku padanya, senyumanku
padanya, rasaku padanya tega melakukan hal itu. Tanpa
ada masalah tiba – tiba kau melakukan itu semua. Kau bajingan. Untuk apa kau terbangkan aku dihari - hari
sebelumnya. Dan kau jatuhkan di tiga hari berikutnya. Aku kecewa. Aku marah.
Aku kesal. Astagfirullah...
...
Kau tanamkan seladang kasih
penuh harapan. Kau gunakan alat yang kau punya. Walau hanya peralatan dari bambu
tua yang kau
punya. Dan kau mulai menanamnya. Kau berikan pupuk dan kau sirami setiap saat.
Walau tak ada harapan tanaman itu akan tumbuh. Tapi Kau terus mendamba -
dambakan agar tetap tumbuh, agar tetap menjadi kucup indah yang kau idamkan.
Kau cabuti tanaman yang mengganggu, kau bersihkan dari hama, kau selalu
perindah dengan lantunan nada indah dan tak lupa selalu kau beri kecupan. Kau
pun selalu memberikannya impian. Hampir disetiap pagi kau melakukan hal itu. Di
saat matahari mulai terbit. Kau berikan semua keindahan yang kau punya. Hingga
semua aman dan akan tumbuh menjadi kucup yang sangat indah. Saat dedaunan mulai
tumbuh, kau terus rawat, kau terus beri pupuk, kau terus sirami dan terus kau
beri kecupan. Setiap pagi setiap matahari terbit kau terus melakukannya. Tak
ada hama mendekat. Tak ada gangguan mendekat, dan kau terus berbisik bahwa
semua akan tumbuh menjadi indah. Hingga kucup bunga pun terlihat dan mulai
mekar dengan terbitnya matahari. Hingga tanaman itu pun menjadi tanaman yang
sangat indah. Lalu sesaat awan gelap datang berbisik kepadamu. Awan itu
merayumu untuk lekas pergi. Tapi sebelum awan itu mendekat kau sudah mencabuti
tanaman itu. Kau cabuti setiap kelopak demi kelopaknya. Kau terbangkan, kau
hancurkan, kau jatuhkan dan kau tinggalkan begitu saja. Hingga tanaman itu
terbawa oleh air yg terus mengalir bersamaan datangnya air hujan yang turun
sangat deras ditemani sang awan gelap itu!! Dan tak tersisa satu kelopak bahkan
satu daun pun dari tanaman itu. Hingga kini tanaman itu hanya menjadi kenangan
yang tak memiliki harapan dengan kasih.
...
Tidak bisa kubayangkan akan
berakhir seperti ini. Berakhir dalam keadaan hubungan yang masih baik - baik
saja. Masih dalam keadan hubungan yang hangat. Hangat untuk bersama namun kau
bakar semuanya terlebih kau bakar dengan keadaan kau berikan semua kekecewaan ini kepadaku.
Kecewa.. kecewa.. sungguh kecewa. Saat itu mungkin aku ingin
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan semua hal yang menyangkut dirimu. Aku marah aku kecewa. Aku
hiraukan semua pesan kawanku. Semuanya.
Mungkin aku sangat bersalah. Hingga melakukan hal itu. Mungkin itu kesalahan
terbesarku. Tapi coba mengerti posisiku saat itu kawan. Aku butuh sendiri.
Butuh ketenangan. Butuh hari ku sepuasnya. Tanpa ada pertanyaan kenapa dan
mengapa.
Semua berjalan baik - baik saja.
Tanpa ku tau akar permasalahan terletak dimana. Tanpa
kau beritahu kenapa dan mengapa.
Tanpa kutau akan seperti ini. Ini ada masalah. Ini ada kesalah pahaman. Ini ada
salah komunikasi. Ini ada kesalahan. Ini belum rusak. Ini belum hancur. Ini
belum menjadi abu. Aku belum siap. Belum siap untuk melanjutkan hari –
hariku tanpa hadirmu. Aku belum siap kehilanganmu. Aku bekum siap untuk
kehilangan penyemangat dalam hidupku. Lalu untuk apa? Untuk apa kau lakukan
ini. Lalu mengapa kau melakukaannya disaat aku sudah memberikan segalanya
padamu. Memberikan kebahagiaanku, hatiku. Kenapa kau melakukannya disaat aku
masih menyayangimu, mencintaimu, merindukanmu, bahagia bersamamu, masih ada
dihubungan yang sangat hangat. Kenapa sayang? Aku masih ingin disampingmu,
dipelukanmu, melihat tawamu, melihat matamu, mendengar semua cerita yang kau
ceritakan. Ayo kita
bangun lagi kita bangun!! Kita masih bisa sayang. Kalau kutau. Hari itu benar -
benar menjadi hari terakhir kita. Akan aku buat lebih lama hari itu. Akan
kupeluk tubuhmu dengan erat dan tak akan aku lepaskan. Hingga aku bisa
mengenangnya lagi lagi dan lagi. Oh sayang kenapa? Kenapa harus disaat - saat
seperti ini. Kenapa sayang. Kau bajingan. Sungguh kau sangat bajingan sayang.
Kini hanya inginkan terbang
bebas. Melayang mengelilingi sandaran yang pernah disinggahi oleh angin. Terhempas melihat debu yang mulai
melekat. Bukan angan hanya titisan dari kisah yang terujung kaku. Bukan juga
mimpi yang
hanya bisa menjadi saksi akan angan yang menghampiri. Sekilas kisah terngiang
melihat angin yang mulai mengajak debu untuk singgah. Sandaran bisu berdebu
kini bukanlah saksi akan angin yang terus menggoda. Merasa seakan penuh impian
untuk terbang, mencoba mengusik segala harapan yang telah terujung kaku.
Membisunya sandaran adalah harapan dari segala angan yang tersimpan, terkunci membeku
tak bisa terungkap. Hujan yang didamba dambakan tak lagi bisa kembali
mendambakan angan yang hadir. Nyanyian yang menemani seakan hilang tak
terdengar. Membeku, membisu tak pernah teringinkan. Ketika bunga layu
berterbangan, terhempas angin tak menentu arah. Mengelilingi sandaran akan
angan yang terujung kaku. Cemoohan saksi tak termakan waktu. Membeku saat debu
mencoba terus menghujani sandaran. Kini hancurlah angan. Terhempas dengan paksa
hingga tak tersisa sebutirpun harapan. Tertiup angin tak pernah terangkai
lagi.
...
Hari berganti. Masih jelas aku belum bisa melupakanmu. Mungkin aku sudah
pernah merasakan hal semacam ini. Namun masih saja sama. Masih tidak bisa
membiarkan semuanya pergi dengan cepat. Seperti rasa sesak yang pernah muncul
saat – saat dulu. Rasa susah melupakan. Melupakan kehadiranmu saat matahari
menyapa. Melupakan semua kenangan sesaat yang pernah kita lalui. Aku butuh
waktu. Untuk melalui semua ini. Namun seakan kehilangan selera untuk
melanjutkan kehidupan percintaan ini.
Dan kini dari rumah usangku sudah tidak terdengar namamu yang sering
kusebutkan. Yang sering ku ceritakan kepada ayah ibuku, dan juga adik – adikku.
Masih ditemani alunan lagu yang menggambarkan perasaanku. Perasaan
sesakku. Iya lagu dari Last Child yang berjudul “Lagu Terakhir Untukmu”. Lagu
yang menggambarkan semua tentang kita. Iya seperti ini liriknya;
Bila ku ingat tentangmu
Dalam rapuhnya hatiku
Semua kenangan yang kini
Terkubur oleh rasa sesakku
Di tengah-tengah kesepian hatiku
Yang berjuang 'tuk dapat hidup tanpamu
Yang tiada lagi mencintaiku
Tuhan tolong tunjukkan bila memang aku yang salah
Di saat kau putuskan takdir kami untuk terpisah
Agar takkan kuulangi lagi kesalahanku pada dirinya yang dulu
Membuatnya pergi dariku
Kini kan kuhancurkan mimpiku
Yang dulu t'lah kurangkai untukmu
Biarlah kenangan yang jadi bukti
Betapa berartinya kau untukku
Ku ciptakan sebuah lagu
Lagu terakhir untukmu
Lagu yang penuh emosi
Tentang betapa hancurnya hatiku
Bila nanti kau dengarkan lagu ini
Yang ku buat walau tiada ku mengerti
Alasannya membuat kau pergi
Dalam rapuhnya hatiku
Semua kenangan yang kini
Terkubur oleh rasa sesakku
Di tengah-tengah kesepian hatiku
Yang berjuang 'tuk dapat hidup tanpamu
Yang tiada lagi mencintaiku
Tuhan tolong tunjukkan bila memang aku yang salah
Di saat kau putuskan takdir kami untuk terpisah
Agar takkan kuulangi lagi kesalahanku pada dirinya yang dulu
Membuatnya pergi dariku
Kini kan kuhancurkan mimpiku
Yang dulu t'lah kurangkai untukmu
Biarlah kenangan yang jadi bukti
Betapa berartinya kau untukku
Ku ciptakan sebuah lagu
Lagu terakhir untukmu
Lagu yang penuh emosi
Tentang betapa hancurnya hatiku
Bila nanti kau dengarkan lagu ini
Yang ku buat walau tiada ku mengerti
Alasannya membuat kau pergi
Iya jelas, sungguh aku tidak mengerti alasan yang
membuat kamu pergi saat itu. Hancur
sudah semua mimpi kita. Salahku mungkin? Ya mungkin. Tapi biarlah, aku sudah
tidak akan mengurusnya. Iya seperti yang kamu harapkan bukan. Iya aku mengerti.
Tak terangkai kata. Membisu didalam ruang tak berdinding menemani
sehelai kata yang menari. Tak terukir indah seindah angan yang berterbangan.
Pucuk bunga nan menggoda. Berhembus mencari sepetik harapan. Melambai lambai
seakan terlihat. Memandang seakan kembali. Angin berhembus, menghembuskan semua
yang tersisa. Tak bermakna, seperti angan yang hancur. Serpihan yang seakan
akan bergerak untuk bersatu hanya menjadi rintihan zaman. Tersudut terpojok tak
berharga. Seakan berlari mengejar angin. Namun sepenggal angan terngiang saat
nyanyian mulai merajut harapan. Tak perlu risau. takdir menemani kemana angan
pergi, mengejar serpihan diantara puing puing tak berarti.
Semua nampak berjalan begitu cepat. Tanpa ada pertemuan lagi tanpa ada
senyuman lagi. Tanpa ada tatapan lagi. Tanpa ada cerita dari pengalamanmu lagi.
Dan sesaat aku terbawa emosi ini. Terbawa dikeadaan terjatuh. Sungguh aku benar
– benar terjatuh. Terjatuh hingga masih ku rasa sesak jika harus mengingatnya.
Sungguh aku masih ingin bersamamu sayang. Tapi apa daya. Jika memang ini
salahku maka maafkanlah aku. Semoga kau bahagia dengan seorang yang kau impikan
itu.
2 hari berlanjut aku masih belum bisa menerima ini semua.
Namun aku harus bisa. 3 hari mungkin
waktu yang cukup kurasa untuk melupakan semuanya. Aku harus bisa melupakan
bajingan itu. Melupakan orang terbrengsek yang pernah ku kenal. Ku coba
menguatkan dengan menanyakan kepada salah satu mantan kekasihnya. Dan hal yang
sama menimpa padanya. Aku ingin tertawa saat itu ingin tertawa rasanya. Terserah
apa yang akan kau lakukan. Aku sudah memahaminya. Apa yang kau inginkan apa
yang kau rahasiakan. Mungkin aku sudah tau hal ini dari awal namun ku coba
membuatnya berjalan seperti yang kuinginkan. Walau akhirnya aku yang salah.
Malam ini terasa sangat sunyi, Guyuran hujan yang membuat udara menjadi
dingin menambah kesan akan rintikan. sang pensil tidak ada hentinya untuk terus
menutupi lembaran putih bergaris. Entah sekedar hanya ingin menari atau
memberikan maksud lain. Celoteh sang burung membuat sang ranting terus
bergerak. Mencari maksud tanpa niatan. Seketika waktu terhenti. Kenangan
berterbangan, dan ingatan mengajak sang ranting untuk berhenti bergerak. Udara
yang dingin kini mereda. Entah karena ingatan atau memang karna waktu yang
mengenang. Hamparan kata merangkai. Tersusun rapi dengan harapan. Tak ada yang
bisa sang ranting lakukan. Bergerak menggugurkan dedaunan atau hanya sekedar
mendengar celoteh sang burung. Sang malam mengusap guyuran hujan. Tak terhitung
berapa tetes yang telah berhamburan. Keinginan memiliki tetesan itu kini tak
semudah terbang layaknya sang burung. Sang pensil yang terus merangkai kata tak
pernah bisa menyatukan apa yang ingin disatukan. Walau kata terus merangkak
menyambung membuat arti tetap tak bermakna.
Aroma rintikan dengan nyanyian tetesan yang mengalir dari langit hanya
terus membuat sang waktu berhenti. Namun Tak ada arti lain selain merasa dengan
ingatan dan melupakan dengan harapan.
Jumat dan aku masih merasakan sisa – sisa kepahitan akan hari itu. Hari
dimana semuanya hancur, semuanya berakhir. Dan jelas aku masih menyimpan semua
ini dari kalian kawan – kawan yang menjadi saksi akan kisah indahku dulu. Aku
seakan tidak ingin membagi kepahitan ini bersama. Aku hanya ingin membagi
kebahagiaan dengan orabg – orang yang aku sayang. Tapi apakah ini baik untukku.
Untuk pertemanan kita? Entahlah. Perasaanku masih campur aduk saat itu. Tolong
sekali lagi mengerti lah keadaanku. Mengerti posisiku saat itu. Aku akan
beritahu kaalian. Iya beritahu kalian tapi nanti.
Gelap pergi menjadi terang. Pagi
ini ku rubah semua yang ku niatkan. Untuk menjauhi kalian. Maafkan aku. Mari
kita perbaiki kawan. Mari kita buat semuanya mengalir dengan kebahagiaan yang
akan hadir menemani hari - hari yang menjadi saksi akan semua hal.
Akan aku tebus kesalahanku dengan pertemuan bersama kalian kawan –
kawanku. Ya hari itu, dimana aku harus kembali ke tempat yang menjadi saksi
akan indahnya kisah yang pernah ada. Sungguh berat untuk pergi ketempat itu.
Sungguh berat rasanya. Namun demi menebus semua kesalahanku, aku harus bisa.
Harus bisa melepaskan masalahku sejenak.
Saat itu mulai senja. Mulai gelap karna mulai menunjukan rintikan hujan.
Aku menunggu kalian didepan tempat bersejarah yang pernah menjadi saksi akan semua hal. Menit demi menit. Namun
kalian tidak menunjukan batang hidung kalian juga. Hingga akhirnya aku
memutuskan untuk pergi kerumah kawan seangkatanku. Disana aku menunggu kalian.
Ya memang aku tidak memberi tahunya terlebih dulu. Namun aku ingin memberikan
hal terspesial untuk salah satu kawanku yang akan merayakan hari lahirnya.
Jam menunjukan pukul 20.00 aku dan kawanku yang lainnya pergi untuk
bertemu dengan kalian. Ya harus ketempat itu lagi. Sungguh saat itu saat aku
melalui jalan angsana, saat melalui pertigaan besar didekatnya mulai terbayang
kenangan yang masih kuingat. Sesak sebenarnya. Namun sudah seperti kaca yang
hancur. Sudah tidak bisa dirangkai menjadi kaca yang utuh lagi.
Apakah mungkin aku bertemu denganmu sayang? Apakah mungkin aku kuat
untuk melakukan ini? Apakah mungkin aku akan terbawa suasana dengan melihatmu?
Ah sungguh banyak sekali pertanyaan menyangkut semua tentangmu yang terus
berputar dikepalaku. Tapi aku harus melakukan ini. Harus bisa berpura – pura
tegar agar tidak terbayang jelas oleh kawan – kawaanku.
Dan akhirnya aku berada didepan tempat ini lagi. Demi menunggu kalian
kawan.
Lama sekali aku dan kawanku menunggu pada malam itu. Menikmati jalan
angsana pada malam hari dengan semua ingatan yang terus memutari pikiranku. Menikmati
setiap sapaan angin yang merayu untuk lebih mengingat semua kejadian yang
pernah terjadi. Iya dulu kita pernah berdua disini. Dijalan ini. Tapi itu saat
aku belum mengira bahwa kamu akan melakukan semua ini kepadaku.
Kemudian Satu persatu kawan yang kukenal keluar dari bangunan bersejarah
itu. Aku masih menunggu yang lainnya. Masih berbincang sedikit saat itu. Hingga
kalian keluar. Dan hingga si brengsek keluar. Aku tidak tahu saat kau keluar
dari bangunan itu. Kawankulah yang memberitahunya. Mungkin kamu tidak melihatku
disini. Mungkin hanya aku yang melihatmu disini. Hanya melihat punggungmu. Iya
aku hanya melihat bagian belakang dirimu saja. Punggung yang dulu menjadi
tempat bersandarnya aku. Yang dulu pernah membuat rasa letihku hilang. Ingin rasanya
berada disampingmu lagi. Merasakan hangatnya pelukanmu. Merasakan indahnya
senja bersamamu. Ah tapi jika aku ingat apa yang telah kamu lakukan maka aku
ingin menepis semuanya. Semua yang sedari tadi aku rasakan. Sesak rasanya
melihatmu. Sesak rasanya melihatmu yang kini bukan menjadi bagian terindah dari
hidupku lagi. Kucoba realistis. Aku mencoba bergegas menghidupkan kuda
bermesinku. Kucoba mengejar dirimu yang sedari tadi sudah memacu kuda
bermesinmu. Aku melalui jalan angsana dan dipertigaan aku belok kanan hingga
menuju perempatan besar. Kemudian kuarahkan kuda bermesinku belok kiri kearah
selatan. Aku mengejarmu dengan kawan yang sedari tadi memegangi pinggangku,
mungkin kawanku mulai merasa resah dengan tindakan yang aku lakukan. Tapi entah
kenapa semua ini harus aku lakukan. Dan kini aku tepat dibelakangmu sayang.
Mungkin kau tidak menyadarinya. Mungkin hanya aku yang menyadarinya. Aku
mencoba menyalipmu. Melihatmu dari salah satu kaca yang ada di kuda bermesinku.
Dan memang benar ada kamu dibelakang aku. Ini jarak terdekat kita. Setelah
semua yang pernah ada. Namun kau pasti tidak akan menyadarinya. Ku perlambat
laju kuda bermesinku. Tidak mengharapkan apa – apa. Hanya ingin meluapkan
perasaanku saat itu. Perasaan yang menggebu – gebu. Sungguh kesal saat itu.
Sungguh seperti sesak yang pernah aku rasakan terulang lagi. Semua tertahan
didadaku. Sungguh ingin meluapkan semuanya dihadapanmu. Meluapkan kekecewaan
ini keamarahan ini. Semua yang aku rasakan yang sempat membuat aku terjatuh.
Namun siapa aku? Siapa? Hanya seorang perempuan yang mungkin sudah tak kau
hiraukan. Dan kau kini berada didepanku. Kau. Entah kau menyadarinya atau
tidak. Aku tidak mengerti. Dan sungguh aku mengabaikan jalanan saat itu. Aku
terus memacu kuda bermesinku hingga dipersimpangan aku hampir ada disebelahmu.
Namun aku terus maju untuk menghindarimu. Dan aku beranjak dari persimpangan.
Dan kau kini ada dibelakangku. Kuarahkan kuda bermesinku kearah kanan dipersimpangan
depan. Dan kau terus melaju kearah kediamanmu. Sungguh aku ingin menegormu dan
berkata “dasar bajingan”. Sungguh rasa sesak yang menjadi kekesalanku saat itu
sangat menggebu – gebu. Tapi selamat tinggal sayang. Mungkin itu hari terakhir
kita dengan jarak
sedekat ini. Selamat tinggal untuk selamanya.
Sungguh seperti yang pernah ku
katakan jika kisahku berakhir maka aku harus mengakhiri semuanya. Bukan karena
aku ingin memutuskan tali silaturahmi tapi hanya untuk melanjutkan kehidupanku
dengan kenangan baru yang mungkin akan lebih indah. Bukan lalu aku memutuskan pertemanan
di sosmed. Bukan. Tapi setidaknya aku tidak akan melihat sosmedmu, atau bahkan
mengirimi pesan kepadamu. Tidak akan sayang. Jadi aku ucapkan Selamat tinggal
sayang. Selamat tinggal.
Hari itu masih berlanjut. Aku menepikan kuda bermesinku untuk bertemu dengan kawanku yang lainnya.
Mungkin sedari tadi kalian menungguku. Maafkan aku mungkin tadi aku masih belum
bersikap baik akan masalah yang sedang aku hadapi. Aku mencoba menenangkan
keadaanku. Aku mencoba menarik napasku dan mengeluarkannya perlahan, hinggaa
aku merasa tenang. Tersenyum puas. Dan ternyata temanku memahamiku. Mengerti
semua yang aku rasakan. Hingga kita kembali tertawa di atas kuda bermesinku.
Dan malam itu adalah malam yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Dan esok?. Hari kelahiran kawanku. Dan aku berniat merayakannya. Namun
kenapa harus ditanggal yang dulu pernah menjadi tanggal yang sangat spesial.
Tanggal yang akhirnya membuat luka yang sangat dalam. Hingga selera mencintaiku
hilang karnanya. Bagaimana tidak perjuangan selama 2 tahun itu harus kandas
begitu saja. Ah sudahlah. Itu masa – masa kelam. Hingga kau hadir merubahnya.
Dan hingga kau yang membuat masa – masa kelam itu hadir lagi sayang.
Bagaimana besok?. Kita lihat saja nanti.
Hari ini. Ya hari spesial untukmu kawan. Sungguh aku tidak bisa
membohongi diriku yang memang pernah bahagia saat berada di tanggal ini,
tepatnya 3 tahun lalu. Seseorang yang sudah membuat hari – hariku bermakna.
Dengan kehadirannya. Dengan masalah yang selalu muncul. Dengan perjuangan
backstreetnya selama lebih dari 2 tahun. Dengan hayalan dan halusinasi yang
sering hadir menemani hubunganku saat
itu. Dengan ketidak restuan ibuku saat itu. Dengan semua yang pernah tercipta.
Yang telah menutup hati aku ini. Menutup segala rasa. Menghilangkan selera
mencintai orang lain. Dan harus pura – pura tegar setelah kita berakhir.
Memang semuanya sempat dipulihkan oleh seseorang yang baru saja
menutupnya lagi. Iya menutup semua yang mulai aku buka. Entah kenapa. Tapi
kenapa. Aku tidak tahu. Lupakan saja. Biarkan semua menjadi kenangan yang bisa
diingat saat hujan turun. Dan sekarang waktunya kita merayakan hari ini hanya
untukmu kawan.
Semua rencana berjalan lancar. Aku yang sedari tadi sibuk dengan
tempelan – tempelan bermakna. Seperti dikejar target. Iya aku hanya punya waktu
60 menit saja untuk membuat semuanya tampak lebih sempurna.
Waktu menunjukan pukul 16.00. Dan itu tandanya aku harus menjalankan
rencana awal. Ya aku harus menjemput kalian. Entah sekuat apa diri aku saat
itu. Menuju bangunan itu lagi. Menuju tempat yang sunggub aku hindari. Tapi
sekali lagi demi kalian aku bisa melakukannya. Aku bisa.
Aku menunggu. Terus menunggu. Saat aku menunggu aku menemui sosok yang
pernah menyebutkan semua impian bersama. Ya yang dulu pernah menjadi salah satu
saksi akan perjalanan kisah bahagiaku. Aku menghampirinya. Aku menyapanya.
Sungguh aku rindu kamu kawan. Namun waktu belum tepat untuk kita bisa
berkumpul. Tapi kenapa kamu masih bercerita tentang dia. Kamu berkata, “kemarin
malam minggu dia main ke ketempat aku bersama kawannya”. Iya memang kawannya
dia adalah pacar dari kawan.. yaa dari kawan orang brengsek itu. Sungguh aku
ingin membalas dengan berkata, “kini aku masa bodo sama dia, terserah apa yang
mau dia lakukan. Kalaupun harus terjun kejurang pun silahkan saja. Jika dia
mengajakmu untuk menjadi teman hidupnya pun tidak apa – apa”. Tapi jangan kamu
terima ya kawan. Aku tidak ingin luka ini kamu rasakan. Dan aku pun tahu kamu
tidak akan bersama dia, ya karena kamu sudah punya yang lebib spesial. Iya impianmu
yang mungkin akan menjadi kenyataan kawan.
Sungguh aku ingin menceritakannya padamu kawan. Tapi aku belum bisa
menceritakan semuanya padamu kawan, aku belum bisa menceritakannya sungguh.
Mengertilah posisiku.
Dan akhirnya kawan – kawan yang aku tunggu pun muncul dan menemuiku. Dan
kita bertemu. Kita berkumpul bersama. Merayakan semuanya bersama. Berbagi
bersama. Ah sudahlah aku sangat bahagia. Hingga akhirnya aku harus mengatakan
semua yang sudah terjadi. Mengatakan hal yang sebenarnya masih belum siap untuk
dikatakan. Ya tapi ini salah satu waktu yang tepat.
Baiklah. Saat itu mungkin aku menjelaskan semua yang terjadi. Semua
kesalahan aku dengan kalian. Kesalahan bodohku. Dan entah kenapa. Semua
ceritaku berjalan dengan haru. Aku tidak bisa menahan bendungan air mata saat
itu. Sungguh itu kali pertama aku menangis sejak kamu memutuskan hubungan kita.
Aku menangis terus menangis. Bukan karena aku lemah. Tapi mungkin ini yang aku
butuhkan. Meluapkan semua yang menjadi masalahku selama ini. Aku gila. Aku
bodoh. Dulu aku sering membanggakanmu didepan kawan – kawanku. Aku bela kamu
mati – matian didepan mereka. Aku sangkal semua yang mereka ceritakan tentang
kamu. Cerita yang menjatuhkan kamu. Aku buat mereka mengerti tentang keadaan
kamu. Biar semua rutinitasmu berjalan lancar. Tapi apa?. Hari ini, iya hari ini
aku menceritakan semua kebrengsekanmu didepan mereka. Aku menjelaskan semuanya.
Mungkin mereka mulai menghiburku. Menghibur agar bisa melupakan kamu. Iya kamu
sayang yang sangat brengsek. Maafkan aku kawan. Maafkan dulu aku tidak
mendengar semua yang kalian katakan. Maafkan aku.
Malam itu terasa panjang. Kami terus bercerita tentang semua masalah
kami. Sungguh setelah aku menceritakannya, rasa sesak yang aku rasakan kini
hilang. Dan sungguh setelah aku menceritakannya aku bisa memahamimu dari sudut
pandang yang berbeda. Bukan dari sudut pandang aku saja yang sewaktu itu masih
mengaggumimu, namun aku bisa melihat dari sudut pandang kawan – kawanku yang
menjadi saksi akan ketidakseriusannya kamu akan hubungan yang pernah ada.
Ketidakseriusan yang mungkin kamu tunjukan dengan perkataan, tindakan kamu
selama kita menjalani hubungan yang singkat itu. Ternyata aku salah jika aku
terus berpikir positif terhadap kelakuan yang kamu lakukan kepadaku. Jika aku tau
mungkin aku akan menanyakan lebih kepadamu saat itu. Iya saat kita memiliki
hubungan. Dan kini sejak aku paham semua yang terjadi, dan sejak aku bisa
menghilangkan semua rasa sesakku, aku bisa bebas. Iya aku bisa lebih merasa
bebas. Sama seperti kamu yang menginginkan kebebasan saat kamu sendiri sedang
diberikan dan merasakan kebebasan yang kamu tidak pernah menyadarinya saat
bersamaku.
Malam itu rasanya sangat indah. Dan malam itu adalah kali pertama kita
berkumpul hingga akan larut selarut larutnya malam. Iya semua karena kalian.
Terimakasih kawan.
Mungkin ini pembelajaran untukku. Untuk tidak mengaharapkan lebih sang
Bintang, karena Tuhan sudah memiliki rencana terbaik. Iya seperti apa yang
kalian katakan.
...
Sudah cukup bahagia. Bisa menjadi salah satu kisah dari hidupmu. Menjadi
R ketiga yang membuatmu tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia. Mungkin
aku tidak bisa menjadi R yang kamu inginkan. Tapi inilah aku R yang hanya
menjadi R dalam diriku. Sekali lagi jika kamu mengerti maka tersenyumlah, tapi
jika kamu tidak mengerti maka tetap tersenyumlah.
Aku tahu jika dulu kamu mengakhiri dengan alasan yang kamu buat, itu
hanya ilusimu saja. Kamu mengakhiri hubungan kita karena kamu masih terngiang
akan R masa lalumu. Aku tahu kalau dulu kamu nyaman denganku. Sebatas nyaman
karena kekosongan hatimu yang telah ditinggalkan hingga terjatuh oleh R masa
lalumu
Aku tau kamu menginginkan seseorang yang bisa menemanimu. Maafkan aku,
aku juga ingin seperti itu, tapi kita harus dewasa sama seperti yang kamu
bilang. “kita punya kesibukan masing – masing”. Tapi kamu tidak bisa
mengertinya dan tidak bisa mendewasakan dirimu. Iya sama seperti yang kamu
bilang saat itu.
Mungkin kita sama – sama merasakan dan
mengalami masa lalu yang kelam. Mungkin dulu kita pernah sama - sama
merasa terluka. Mencoba memulai yang baru agar bisa kembali merasakan cinta.
Mungkin dulu kita pernah sama - sama merasa terpatahkan oleh seseorang yang
membuat hidup kita berwarna. Dari diriku aku mencoba realistis. Mencoba
menerima semua yang telah terjadi. Namun dari dirimu mungkin masih ada rasa
untuk sekedar mengatakan kepada orang itu bahwa kamu bisa. Walau hingga kini
kamu masih terngiang semua tentang dia. Mungkin kamu masih ada urusan yang
belum kamu selesaikan dengannya sehingga kamu masih mengingat dan selalu
terngiang tentangnya. Salah jika kamu terus mencari perempuan lain hanya untuk
mendapatkan yang seperti dia. Kamu pasti tidak akan mendapatkan seseorang yang
sama persis seperti dia. Coba realistis. Mau
sampai kapan hidup dengan amarah yang masih menggebu – gebu akan masa
lalumu itu. Mau berapa banyak perempuan yang akan kamu sakiti. Jika terus ingin
membalas amarahmu. Jika ingin mencari maka mencari saja tanpa ada status pasti
terlebih dulu.
Namun Jika masalahmu terletak pada orang terdekat dari R masa lalumu itu,
maka cobalah cari alasan yang membuatnya meremehkanmu. Bukan malah kamu
meremehkan orang lain. Mungkin kesalahan terletak didirimu sendiri. Jika kamu
ingin menunjukan kehebatanmu didepan orang terdekat R masa lalumu itu maka
salah caramu dengan mengikutsertakannya dikehidupan percintaan masa depanmu. Urusanmu
dengan masa lalumu jangan kamu ikut sertakan di masa depanmu. Mungkin aku
memang tidak mengerti apa yang sedang kamu rasakan. Mungkin aku tidak tahu
persis kenapa dan apa sebab dari R yang membuatmu sangat terpatahkan seperti
ini. Tapi jika kamu terus mengikuti nafsu amarahmu. Mungkin kamu belum bisa
merasakan cinta indah yang bahagia.
Aku hidup di kota yang pergaulannya cukup bisa dibilang masa kini. Yang
setiap saat selalu melihat status yang berganti – ganti. Tapi aku mengerti apa
sebenarnya guna dari status. Jika sudah memulai dengan status maka itu tandanya
kamu harus sudah bisa mencoba memulai yang baru. Jika memang belum bisa maka
sudah cukup tidak menggunakan status terlebih dulu. Mungkin karma akan terus
menanti. Seperti karma yang telah menyapaku.
Kita sama satu sifat. Karena bulan kelahiran kita sama. Aku mengerti
posisimu sekarang. Karena aku pernah ada diposisimu. Terus berusaha menunjukan
kepada orang terdekat R di masalalumu itu. Jika kamu sudah puas maka mulalilah
dengan yang baru. Tanpa mengikutsertakannya lagi.
Orang tidak baik jika dibalas dengan ketidak baikan akan tetap menjadi
orang tidak baik. Tapi jika dibalas dengan baik maka orang tidak baik akan
berubah menjadi baik. Jika kau memahaminya maka tersenyumlah. Jika tidak maka
coba kau berpikir sejenak dan terus tsrsenyumlah.
Jika dulu aku pernah nyaman maka iya memang aku nyaman. Tapi mungkin
disaat awal aku masih terngiang dengannya namun sungguh aku bisa realistis dan
bisa melanjutkan semuanya dengannmu. Berbeda denganmu yang saat awal kamu masih
mendekat kepadaku. Namun diakhir kamu kembali terngiang dengannya. Kata orang
move on itu susah. Tapi sebenarnya move on itu Cuma butuh waktu. Waktu untuk
bisa realistis. Move on itu bukan harus memulai yang baru dengan status. Namun
move on itu harus bisa melupakan semua
tentangnya. Tanpa terngiang sedikitpun. Jika kini aku masih merasa sesak saat
mengingat semua kenangan kita itu artinya aku masih memiliki perasaan dan itu
artinya dulu aku tulus menyayangimu. sama seperti yang dikatakan Mario Teguh:
“jika kamu merasakan sakitnya putus cinta maka itu tandanya dulu kamu
tulus mencintainya. Berdoalah agar kamu tidak terlalu lama merasakan sakitnya”
“move on itu bukan dengan memiliki status baru dengan orang lain. Tapi
move on itu sudah bisa hidup tanpa dia”
bagaimana dengamu?
Aroma hujan kini kuhirup lagi. Tidak ada hal indah yang terlintas. Hanya
aroma klasik yang menandakan akan turun hujan. Kebahagiaan yang sedang
kurasakan saat ini telah menghilangkan keluh kesah aroma klasik itu. Mungkin
sang angin telah berhasil menerbangkan sisa - sisa harapan yang pernah melekat
disandaran bisu yang dulu selalu disinggahi. Atau mungkin ini adalah posisi
dimana dulu sang angin ingin beranjak pergi. Tidak ada lagi harapan untuk
menjadi kenyataan. Hanya keinginan untuk menjadikan sebuah keindahan. Tik tik
tik. Rintikan yang mengalir dari langit mulai terdengar namun seakan tidak
pernah dirasa lagi keindahannya. Alasan klasik yang selalu muncul jika rintikan
itu datang kini tidak pernah ditemukan lagi. Tidak ada sebutir pun kisah
terbawa oleh rintikan. Mungkin sudah mengalir bersama rintikan. Atau mungkin
sudah hilang terhapus oleh rintikan. Nada indah yang menjadi suatu hal yang
bangga untuk dipamerkan, kini hanya menjadi kata - kata dingin yang membeku di
selembar kertas kusam. Tidak ada yang berani menyentuhnya bukan karena tidak
ingin terpenjara oleh ruang sepi, namun hanya ingin mempertahankan alasan
klasik yang sedang menggambarkan hari demi hari. Karena kini aku hanya bersama
dengan Kebahagiaan yang akan selalu aku hadirkan dihari hari ku. Hanya ada Aku
dan Kebahagiaanku.
...
Jika dulu aku menyayangimu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu bahagia
bersamamu, maka itu benar. Jika dulu aku mencintaimu, maka itu benar. Jika dulu
aku mempercayaimu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu merindukanmu, maka itu
benar. Jika dulu aku selalu menunggumu untuk berkabar, maka itu benar. Jika
dulu aku selalu bersemangat karena kamu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu
tersenyum saat bersamamu, maka itu benar. Jika dulu aku menyukai matamu, maka
itu benar. Jika dulu aku tidak pernah mengira akan berakhir seperti ini, maka
itu benar. Biarlah menjadi yang dulu untuk dikenang, karena bukan urusanmu
lagi. Biarlah kebebasan selalu ada dipihakmu, dan sungguh bukan urusanku lagi.
Terima kasih sayang akan kisah singkat yang pernah kau ukir didalam
hidupku. Kisah ini akan ku kenang. Akan kusimpan untuk menjadi kenangan.
Kenangan yang akan kuingat hingga nanti. Hingga waktu yang akan mengakhirinya.
Terima kasih. Sekali lagi terima kasih.