Jumat, 27 Oktober 2017

Senja Merangkai



...
Ini semua berasal dari satu dan berakhir dengan satu. Jika kau paham, maka tersenyumlah. Jika tidak maka tersenyum sajalah. Mungkin saat ini aku masih merindukan suasana yang pernah terjadi. Namun apa daya jika tak bisa ku raih maka akan aku simpan semua kenangan yang pernah ada. Hingga aku tidak bisa mengenangnya lagi. 

Aku akan menceritakan orang – orang yang sudah menjadi saksi akan kisah ini terlebih dulu:
Aku sebagai aku
Manusia berkawat gigi adalah senior yang selalu mengajariku
Sieks sebagai orang yang membuat selera mencintaku hilang
Sosok yang hadir lebih lama sebagai kawan yang menjalankan rutinitas denganku hampir lebih setengah dari waktu yang dia miliki untuk menjalankan aktifitasnya di rutinitas yang sama dengaku
Pendamping angkatanku sebagai kepala pelatihan ditempat rutinitasku
Sosok baru baru sebagai kamu yang pernah membuka dan menutup kembali hati ini
Kawan – kawanku ada banyak. Lebih dari 25 orang dicerita ini
Ayah dan Ibu sebagai orang tua yang selalu membahagiakan aku.
Adik lucu sebagai adik dari sosok baru
Adikku sebagai adik tersayangku
Bella, Betty, Bollu sebagai peneman dikesunyianku
Kamu sebagai kamu yang sedang menikmati tulisan ini
...
Perbincangan di cerita ini sengaja aku samarkan kata demi katanya dan juga nama demi namanya. Biar semua menjadi cerita yang hanya bisa menjadi sebuah kenangan untuk diterbangkan.
Ada beberapa cerita yang sengaja tidak aku ceritakan. Hanya untuk sebagai bagian dari salah satu privasiku saja. Privasi yang tentu tidak akan ada yang mengetahuinya.
Bacalah cerita ini sambil menikmati segelas kopi hangat dengan rintikan hujan. Yang akan membuat kamu merasakan semua yang pernah aku rasakan di cerita ini. Sama seperti aku yang selalu menikmati kenangan yang pernah ku lalui dengan kenikmatan bersama kopi hangat dan rintikan air hujan yang bisa membuat ingatan kembali mengingat akan masa lalu dengan kenangan. Kenangan yang terbang bersama cerita ini.

Hingga kini, hingga rintikan masih turun aku masih  selalu membaca kenangan yang pernah ku lalui di cerita ini. Seakan masih ingin merasakan semua kenangan yang pernah terjadi. Hanya untuk melepas kerinduan yang tidak boleh diungkapkan.
Jika kamu menganggap ini semua berlebihan maka biarlah itu urusanmu. Namun jika kamu tidak menganggapnya seperti itu, pasti kamu akan mengerti apa yang aku rasakan saat itu. Mulailah tersenyum agar kamu lebih mengerti semua. Semua tentang.....
Satu
Mungkin dari awal sang langit sudah mengetahui ke mana arah sang bintang. Utara, Timur, Barat, atau bahkan Selatan. Namun sang langit mencoba membuat sang bintang terlihat tetap indah dengan kilauannya. Mungkin sang langit enggan membuat sang bintang tak tampak seperti bintang yang dirindukan banyak orang. Atau mungkin sang langit memang menginginkan bintang tetap seperti bintang indah yang berkilau yang selalu bersamanya saat gelap tiba.
Hanya sekedar membahas bukan untuk mengenang apalagi mengulang. Kesalahan terbesar yang sangat merugikan. Pernah terlintas namun langsung hilang terhapus oleh luka. Pernah hadir namun langsung terhapus oleh duka. Bukan untuk menghadirkan, hanya untuk tersenyum. Bukan untuk menyalahkan, hanya untuk berterima kasih. Kesenangan sesaat yang hadir telah lenyap termakan oleh gelap. Kebahagiaan sesaat yang hadir telah lenyap termakan waktu yang selalu menghantui.
Bukan untuk menghancurkan hanya untuk menghilangkan.
...
Saat terang datang memberikan suasana baru, suasana yang mungkin bisa membuat keadaan lebih membaik. Harapan indah yang selalu membuat hidup akan menjadi lebih baik. Banyak perkataan tentang kota ku. Kota yang lumayan besar. Kota yang memiliki seribu harapan. Kota yang seperti memiliki magnet yang dapat menarik orang – orang dari kota – kota lain untuk datang dan menetap. Kota yang memberikan banyak penghasilan melalui gedung berasap yang tinggi. Tapi masih banyak juga yang tidak menyukai kota ku. Mulai dari yang menghasut, menghardik, namun tidak sedikit juga yang berkata baik tentang kota ku. Namun di tempat ini lah semua perjalananku dengan sang bintang dimulai.
Saat itu aku sedang menjalankan rutinitas yang mungkin bisa dibilang membosankan. Karena aku belum menemukan cara bagaimana aku bisa nyaman. Aku terus belajar, mencari cara agar bisa nyaman menjalankan rutinitasku. Karena aku masih terus mengingat nasihat yang diberikan pendamping angkatanku saat itu. Dia berkata, “nyamanlah dengan rutinitasmu. Maka kamu akan mencintainya. Namun jika kamu belum bisa nyaman dengan rutinitasmu, maka cobalah mencintai hal – hal kecil disekelilingnya. Bisa dari perjalanan kamu menuju rutinitasmu, ruanganmu, orang – orang yang ada, atau bahkan nyaman dengan kebijakan yang ada didalamnya. Karena dengan kamu merasa nyaman maka kamu akan mencintai rutinitasmu dengan sepenuh hati.”
Saat itu mungkin aku masih bodoh, belum mengenal apapun yang ada. Belum paham tentang apapun yang ada. Belum memiliki kawan yang bisa menuntunku dan bisa selalu menemani. Namun aku yakin. Aku akan bisa nyaman dengan semua ini.
Aku ditugaskan untuk menjalankan rutinitasku di “satu”. Aku akan cerita sedikit tentang Satu. Iya ruangan tempat aku menjalankan rutinitasku selama 6 bulan ke depan. Ruangan yang berbentuk seperti persegipanjang 8 sisi. Tanpa ada pintu, hanya beralaskan lantai hijau dan berdindingkan kaca. Tidak semua dindingnya menggunakan kaca. Hanya setengah dari dinding sajalah yang menggunakan kaca. Ruangan yang mempunyai luas kurang lebih 2;5 x 3 m. Iya ruangan yang selalu bersuhu udara mulai dari 27 derajat celcius hingga 21 derajat celcius. Ruangan yang mempunyai meja terpanjang dari semua ruangan yang ada di sekitar bagian rutinitasku. Mempunyai alarm yang awalnya membuat aku selalu merasa resah. Iya bagaimana tidak. Jika alarm berbunyi maka manusia yang belum aku kenal akan berbicara dengan keras. Seperti menghentak seakan menegur. Entah untuk siapa. Mungkin untuk diriku yang baru saja mau beradaptasi dengan semua yang ada di satu.
Oke mari kita lanjutkan. Aku masih ingat di dekat saklar ada tempat kabel yang masih rusak. Belum tersentuh oleh tangan – tangan yang bisa memperbaikinya. Jika aku duduk didepan dengan kaca pembatas antara ruanganku dengan ruangan yang bekerja sama dengan ruanganku. Iya maksudku aku selalu menjalankan rutinitasku bekerja sama dengan manusia yang ada diruangan sebelahku. Iya ruangan yang sama seperti ruanganku hanya saja memiliki beberapa perbedaan. Yakni mulai dari suhu ruangannya yang berbeda,  ruangan yang memiliki pintu, dan beralaskan lantai berwarna biru. Dan selalu dipenuhi dengan nada seperti orang yang menggunting dengan kecepatan tinggi “zreg zreg zreg”. Aku tidak tahu pasti suaranya. Karena setiap ruangan memiliki nada yang berbeda – beda. Aku juga masih ingat di salah satu alumunium, iya alumuniumi untuk menyanggah kacanya seperti terbuat dari alumunium yang berada di atas dinding dan dibawah kaca serta disamping kanan, kiri kaca dan juga atas kacanya. Iya alumunium yang memiliki lebar  kurang lebih 25cm. Alumunium yang ada tepat diatas dinding. Dan disampingnya ada kaca yang membatasi ruanganku dengan ruangan disebelahku. Alumunium yang bentuknya miring untuk menyanggah kaca yang biasa dijadikan senderan tangan – tangan manusia yang menggunakannya untuk berkomunikasi dengan manusia yang ada disamping ruanganku. Kaca tersebut dibuat sebagai pembatas antara ruangan kami. Jika kamu tidak mengerti maka coba pikirkan lagi. Bayangkan bagaimana bentuk ruanganku. Iya disalah satu alumunium itu ada garis seperti terkena benda tajam. Yang cukup dalam jika diperhatikan. Ruangan yang memilikj tulisan Satu.
Aku mulai menjalankan semua rutinitasku di Satu. Iya dari awal aku menjalankan rutinitasku di satu. Dimulai dari orang – orang yang menakutkan saat itu. Dimulai dengan kebijakan yang berbeda juga. Dan orang – orang yang pastinya berbeda.
Jika sudah bosan aku selalu melihat sekelilingku. Melihat ekspresi dari kawan – kawan yang belum aku kenal. Setidaknya untuk menghilangkan kejenuhan. Iya jenuh yang aku rasakan karena belum memiliki kawan yang sama sepertiku. Kawan yang bisa menemaniku. Tapi saat itu ruangan di Satu sangat ramai. Ada 6 – 7 orang di ruangan itu. Aku masih ingat ada salah  satu wanita yang mengajariku agar aku bisa menjalankan rutinitasku. Iya wanita cantik, berkawatkan gigi, bermata indah, dan bersuarakan khas yang membuatnya semakin cantik. Masih ku ingat saat hari – hari pertama aku menjalankan rutinitasku. Iya saat aku belum mengenal apapun tentang rutinitasku. Dia selalu menghentakku, berbicara dengan keras seakan marah tapi sesungguhnya dia berniat baik. Berniat membantuku agar aku bisa menjalankan rutinitasku di Satu. Iya hingga akhirnya dia berkata:
“sekarang kamu sudah bisa, ditingkatkan lagi”
Ah aku sangat bangga mendengar kata – kata itu. Entah kenapa aku nyaman saja jika dia yang mengajari aku. Asik yang selalu membuatku kagum dengannya. Aku masih ingat dia berkata:
“gue mau pake penutup mulut dulu ah, mau nyanyi”
Ah masih kuingat nadanya, semua kekonyolannya. Jika sudah lelah aku selalu melihat jam didinding yang menghadap ruanganku dan berjarakan kurang lebih 5 meter dari ruanganku. Atau jam yang ada di dinding satunya yang mengahadap barat berjarakan lebih jauh yakni kurang lebih 7 meter menghadap. Jamnya memiliki perbedaan 1 menit. Lebih cepat 1 menit jam yang menghadap kebarat dari pada jam yang menghadap ruanganku. Ruangan Satu adalah ruangan yang tepat menghadap ruangan kepala dari rutinitasku. Jadi seakan rutinitas kami selalu diawasi olehnya. (Padahal kepala rutinitasku jarang ada disana, sekalinya ada hanya berkutik dengan laptopny).
Aku juga masih ingat wanita berkawat gigi pernah menceritakan kekasihnya. Bahagianya mereka berdua hampir sama dengan kebahagiaan yang aku rasakan saat itu. Karena waktu itu adalah awal – awal tahun yang membuatku masih bahagia. Iya aku masih sama sieks. Sieks yang sudah hampir 2 tahun ini selalu bersama aku. Aku tau kita jarang bertemu. Namun jika kita saling percaya maka kita bisa sayang!!. Aku sayang kamu.
Baru dengannya aku bisa menjalankan hubungan hampir 2 tahun. Mulai mengenal keluarganya. Mulai hafal sifatnya. Mulai hafal kebiasaanya. Kesenangan dan ketidaksukaannya. Iya kamu kan engga suka sama daun bawang dan seledri. Iya aku ingat, masih ingat. Kamu juga sangat suka sama terong. Ah pokonya aku sayang kamu dengan semua hubungan kita dari masalah yang ada hingga kesenangan yang selalu menghantui kita.
Semua berlanjut. Masih bersama sieks. Masih menjalankan rutinitas juga saat itu. Iya rutinitas baru yang belum aku temui dimana kenyamanannya.
Bulan berganti. Hingga kita merayakan hari kita. Hari dimana kita pernah memulai semuanya. Iya hari itu tepat 2 tahun kita bersama. Namun mungkin saat itu aku sibuk dengan rutinitasku. Sehingga kita tidak bisa bertemu. Maafkan aku. Tapi aku masih mengingat 1 tahun lalu. Dihari kita ke 1 tahun, saat kamu memberikan sketch wajah kamu dengan tulisan “happy anniversary. Dont forget me” iya aku masih mengingatnya, aku tidak akan melupakan kamu. Melupakan kita jelasnya. Aku masih mengingat jelas semua tentang kita memory indah yang kita rangkai bersama. Manis pahitnya hubungan kita lalui bersama sayang. Aku ingat saat kita berdua bermain dengan hujan, atau ini akhir tahun saat usia hubungan kita baru menginjak 10 bulan. Iya pada saat itu kamu dan kawanmu pergi ke kota hujan. Kau bersama kawan – kawanmu saja. Kamu sangat bahagia saat itu. Tapi kamu terus mengabari aku. Kamu menanyakan tentang buah tangan yang aku inginkan dari kota hujan itu. Jelas aku tidak meminta apapun sayang. Aku hanya menginginkan dirimu saja. Seingatku saat itu hari sabtu. Aku ijin dengan orang tuaku untuk mengikuti salah satu pelatihan untuk menghadapi ujian masuk perguruan negeri tinggi. Letaknya ada di daerah ibu kota negeri ini. Iya letaknya yang lumayan jauh. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menempuhnya. Pelatihan itu berjalan cukup baik. Aku selesai mengerjakannya sekira pukul 6 malam. Kemudian aku kembali kekotaku, kembali kerumahku. Aku kembali menggunakan kereta saat itu. Dan saat itu ternyata kamu sudah pulang dari liburanmu dikota hujan. Kamu mengajak aku untuk bertemu. Baiklah aku mengiyakannya. Sekira pukul 9 malam aku sampai di stasiun dekat rumahku. Tidak terlalu dekat, ya membutuhkan waktu 45menit dari rumahku. Kita akan bertemu didaerah dekat rumahku. Iya agar aku tidak terlalu larut untuk kembali kerumah.
Saat itu mungkin jam 10 malam. Aku menunggu dipertigaan yang akan menuju ke arah rumahku. Aku menunggumu dibawah lampu kuning yang sedari tadi menyinari aku dari gelapnya malam. Kamu mengabari aku bahwa kamu akan tiba. Kamu mulai menanyakan posisiku saat itu.
“aku udah mau sampe, kamu dimana?, katanya.
“aku dipertigaan”, kataku.
“dimananya, aku sudah sampai” katanya
“aku dipertigaan dekat ondel – ondel”, Kataku.
 “baiklah, aku kesana”.
Dan akhirnya kita bertemu. Entah sudah berapa lama kita tidak jumpa. Aku rindu sungguh aku rindu. Kemudian kita menelusuri jalan besar ke arah selatan. Hingga kita berhenti di angkringan malam. Banyak yang kita obrolkan saat itu. Banyak yang kita ceritakan juga. Tapi jam sudah menunjukan hampir jam setengah dua belas malam. Dan akhirnya aku mengajakmu untuk pulang. Kemudian kita balik arah ke utara menelusuri jalan ambasador yang sudah dibilang sangat sepi saat itu. Cukup sampai didepan gang, iya di tempat kau sering menjemput dan mengantarku. Aku belum bisa mengajakmu kerumah saat itu. Mengertilah. Lalu kamu membuka tas dan memberikan keluarga baru untukku. Iya sebuah boneka biru yang lucu. Boneka biru yang kini menjadi salah satu keluarga dikehidupanku. Aku bahagia saat itu. Setelah itu mungkin kamu menungguku pulang terlebih dulu baru kau membalikan kendaraan bermesinmu kembali kearah rumahmu. Aku bahagia malam itu. Namun itu masa – masa indah yang sudah jarang kita rasakan lagi.
Bulan terus berganti namun saat itu mungkin kita sudah tidak pernah bertemu. Ya walau aku tau memang selama kita menjalani hubungan ini kita jarang sekali bertemu. 3 bulan sekali untuk bertemu. Itupun jika masih ada kesempatan untuk bertemu. Tapi saat itu berkabarpun sudah tidak. Entah karena aku yang mengabaikan kamu dengan kesibukan aku atau hanya memang kita yang sama – sama sibuk. Saat itu mungkin sudah menginjak bulan ke 25 lebih beberapa minggu. Iya saat itu kita sudah tidak berkabar selama seminggu. Karena sudah terbiasa tidak berkabar jadi mungkin semua mengalir begitu saja. Hingga akhirnya hubungan kita berakhir. Mungkin kita sama – sama tersakiti saat itu. Tapi biarlah kenangan yang mengobatinya.
Sungguh aku masih biasa saja saat itu. Masih menjalani semua rutinitasku dengan biasanya. Tanpa ada rasa sesak atau apapun itu. Mungkin karena kita sudah menjauh lebih lama. Jadi kita sudah terbiasa atau entahlah. Tapi sungguh aku masih mengingat kenangan kita dulu. Seperti saat hujan, aku mulai meraba kenangan yang pernah terjadi. Saat aku menelusuri jalan perbatasan kotaku dengan ibukota negara ini. Aku masih mengingat jelas tentang kamu. Biarkan saat ini aku masih mengingatnya. Biarkan hingga aku bisa melupakan kamu pada saatnya nanti.
Aku juga tidak bisa membohongi perasaan ku yang mungkin masih mengingat kenangan yang muncul tiba – tiba. Tanpa kuingin mengingatnya ya muncul begitu saja. Aku tau kamu juga masih mengingat kenangan kita. Iya mulai dari postingan kamu di sosmed yang pernah kubaca seperti ini:
“masih belum berani buka ini”
Iya postingan dengan foto. Foto yang sebenarnya adalah buku yang pernah aku kasih kekamu. Bukan buku karangan dari orang lain, melainkan buku yang berisi semua gambar – gambar tentang kita. Iya aku bahagia sama kamu makanya aku abadikan dengan gambar – gambar yang aku buat. Ada beberapa tulisan juga yabg aku tulis saat kita sedang ada masalah, iya buku yang lumayan tebal dan ada tiket nonton juga. Aku ingat kok waktu itu aku kasih buku itu ke kamu saat kita udah engga ada hubungan lagi. Iya saat itu aku sedang menjalankan UTS di sekolah mengah keatas. Dan kamu sedang dirawat dirumah sakit. Iya kakak mu yang memberi tahukannya padaku. Dan di hari sabtunya seusai aku menjalankan pelajaran tambahan untuk persiapan ujian Nasional aku memberanikan diri untuk kerumah kamu. Iya untuk sekedar memberikan buku yang tidak mungkin aku simpan lagi.
Aku tiba dirumahmu dan aku menemuimu. Seakan aku ingin memelukmu. Tapi aku tahu aku bukan siapa – siapamu sekarang. Aku hanya memberikan buku itu kepadamu dan lekas pergi meninggalkanmu. Aku meluapkannya didepan kawanku. Iya setelah dari rumahnya aku bergegas menuju jalan disamping rel kereta yang banyak sekali para pedagang yang menjajakan dagangannya. Aku makan soto ayam saat itu. Di pinggir jalan yang dibawahnya adalah sawah. Dengan tinggi kurang lebih 2 meter dari sawah menuju jalan raya itu. Dan malamya. Iya malamnya kamu mengajak untuk membuat hubungan kita membaik seperti dulu. Dan hingga akhirnya di hari senin kamu menjemputku sepulang sekolah dan mengatakan hal itu. Hal yang membuat hubungan kita baik kembali. Ah kenangan manis pahitnya masa – masa sekolahku.
Tapi kini sudah berubah. Iya kini kamu bukan siapa – siapaku lagi. Tidak ada hubungan manis pahit diantara kita lagi. Dan mungkin kamu yang sudah menghilangkan selera mencinta ku dengan orang lain. Tapi terimakasih telah hadir dan memberikan hal baru dihidupku.
...
Bulan pun masih terus berganti. Tapi kenapa tiba – tiba rasa yang dulu tidak pernah aku hadirkan kini datang sendiri tanpa aku undang. Iya rasa sesak yang dulu tidak pernah hadir kini seakan hadir ingin menjumpaiku. Rasa sesak akan kenangan yang dulu pernah tercipta. Iya saat – saat indah ketika bersama di saat senja. Merasàkan hal yang dulu memang pernah terjadi. Dan ketika senjalah aku merasa semua yang tidak pernah aku rasa sebelumnya. Lagi pula banyak yang menyukai saat – saat senja. Saat dimana langit berwarna jingga. Seakan sebagai penutup terang menuju gelap.
Aku jadi mengingat akan tulisan -tulisanku tentang senja. Aku sengaja menulisnya. Kayanya aku menulisnya saat aku sedang dalam perjalanan bersama keluargaku. Aku melihat indahnya senja melalui kaca mobil. Senja dengan warna cantik yang mempesona. Aku menulis banyak saat senja. Menulisnya dengan perasaan campur aduk.
Senja
Banggalah menjadi senja. Waktu yang selalu dinantikan. Banggalah menjadi indahnya jingga. Banggalah senja. Tenang, nyaman ditambah secangkir kopi hangat. Senja temani jingga dengan kopi. Hingga merasa bebas tidak ada paksaan atau pun siksaan. Senja seakan ingin terus meneteskan harapan ini. Seakan ingin menjatuhkan harapan yang telah terbendung. Seakan ingin terus mengalirkan harapan. Senja kilaumu mencerahkan sisa akan hari ini. Senja teruslah bersama dengan jingga. Jangan pernah lari dari luasnya kebiruan. Luasnya langit.
Senja merasakan ketenangan, merasakan kenikmatan dan kenyamanan. Seakan ingin hidup disaat senja. Langit yang memberikan keindahan. Seakan ingin terus melihat cahayanya yang indah. Semilir angin yang menemani membuat nafas terus mengucap syukur. Seakan semua menjadi damai. Seperti merasakan pangkuan sayang seorang ibu. Belaian kasih seorang ibu. Senja terkadang mengingatkan semua kenangan indah yang pernah terlalui. Berjalan melalui impian – impian yang tersimpan baik di memori.
Senja sungguh tiada duanya. Merasa kuat untuk menghadapi ujian akan hari esok. Merasa seakan selalu bisa tersenyum di kejamnya dunia saat esok hari. Senja seakan ingin meneteskan semua harapan ini. Seakan ingin mengadu akan masalah ini. Masalah yang harus bisa dihadapai dengan senyuman. Senja indah yang melukiskan indahnya hidup sehari penuh. Senja yang menemani dalam kenikmatan akan lelahnya hidup sehari penuh. Senja terbang lepas menuju jinggamu. Melewati lautan kebiruan. Melewati sekumpulan burung yang mencari tempat berteduh. Senja izinkanlah. Izinkan untuk tersenyum oleh pancaran jingga. Izinkan untuk terdiam oleh pancaran jingga.
Senja. Senja beribu kata yang ingin terucap untuk keindahan yang terus terpancarkan. Impian yang hanya sekedar harapan seakan ingin diwujudkan oleh pancarannya. Senja lihatlah jingga disekitar kebiruan. Sungguh ingin berangan untuk hari esok. Berangan untuk bahagia. Senja terbanglah dengan angan indah dan impian. Terus terbanglah. Jangan berhenti dengan paksa. Senja berbaringllah diatas rerumputan hijau. Dengarkan gemercik air yang mengalir hingga ketenangan menyelimuti dengan impian. Senja hempaskan semua masalah. Hempaskan semua kekecewaan. Hempaskan semua amarah dan kegelisahan. Angan terus berangan. Senja terus menjingga. Langit terus memberikan kehadiran yang berguna sebagai latar yang indah.
Senja. Jingga biru menuju kegelapan. Cahaya terakhir di penutup hari. Penutup aktifitas sehari penuh. Cahaya yang memberi pertolongan untuk memacu semangat lebih dan lebih. Cahaya yang memberi waktu untuk bersantai menikmati. Jingga yang kelabu. Jingga yang membirukan. Jingga peluklah kami sang langit yang haus akan keindahan. Jingga rindukan langit. Teruslah menerangi dengan kejinggaan dan pancaran indah. Hingga semua terpejam dan terus mengucap syukur.
Senja hadirlah lebih lama. Pertahankan pada posisi terindah dengan kejinggaan. Tetap dengan jingga. Sejenak melupakan akan masalah yang sedang terjadi. Sejenak melupakan hal – hal buruk yang sudah terjadi di hari penuh kisah ini. Jingga kuatkanlah untuk hari esok. Beri kenikmatan, dan kekuatan. Jingga tersenyum dengan birunya langit. Senja hamparan jingga yang tidak terhitung keindahannya. Bak permaisuri yang didamba oleh sang raja.
Jingga semua berawal darimu dan biarlah tetap bersamamu. Menikmati senja dengan hamparan biru nan indah. Menikmati warna jingga yang tiada dua keindahannya.
Namun waktu terus berjalan meninggalkan jingga yang indah dan mempesona. Seakan gelap yang ditakuti datang dengan cepat dan mengubur keindahan sang jingga. Jingga yang didamba kini pergi memberikan keindahannya dibelahan bumi lainnya.
...
Semua terlihat baik – baik saja. Iya terlihat baik, tapi nyatanya ada yang salah. Aku tidak tau itu apa. Tidak tau kenapa juga. Seakan hati ini membeku untuk merasakan apapun. Seakan hanya ingin menyerah melawan keadaan yang memang tidak dan memang sangat tidak memuaskan hati untuk tetap melanjutkan kehidupan. Kehidupan ini seakan sudah terhenti dari bahagia. Apa ini takdir yang telah digariskan oleh Tuhan. Aku tidak tau apa maknanya. Yang aku tau hanya aku harus melanjutkan semuanya dengan senyuman, dengan keadaan yang harus bisa membuat seakan kuat menghadapi ini semua. Sungguh inikah yang seharusnya terjadi?. Berkali – kali harus tetap tersenyum dengan kekuatan yang sebenarnya tidak bisa ditunjukan dengan semudah melihat indahnya pelangi.
Berkali – kali mencari kebahagiaan dan kesenangan sesaat untuk melupakan apa yang terjadi. Seakan ingin menyerah. Sulit dipahami. Sulit diteruskan. Sulit dilanjutkan.
Senja yang kini telah berganti malam mulai menghampiri. Sorotan lampu jalan yang menerangi. Semilir angin malam yang menghibur. Atau hanya gemercik angan yang melebur di lelahnya malam.
Malam itu memberikan kegelapan. Seakan ingin teriak agar sang malam segera pergi beranjak dari langit. Atau untuk sekedar memanggil bulan yang hanya diam tidak bisa berkata. Jantung berdegup kencang saat merasakan hal yang dulu pernah dirasakan. Merasakan kenangan yang telah dikubur bersama angan. Indahkah cerita ini?.
Bersama membangun impian. Sendiri mengubur angan. Melupakan dengan baik dan mengenang selalu dengan harapan.
...
Dan kini aku hanyalah gadis lugu dengan masa lalu yang kelam. Belum berani membuka hati. Belum siap memulai. Bahkan pahit jika harus dipaksakan. Kejadian menyakitkan yang membuat selera mencintaiku sudah hilang terbawa olehnya. Tapi jika ada yang bisa membukanya akan aku coba untuk melakukannya. Tapi jika tidak bisa maafkan daku yang tak sanggup untuk melakukannya.
...
 Satu persatu kawan yang kelak akan membuatku untuk bahagia pun berdatangan mulai masuk kedalam rutinitasku. Ikut ditugaskan bersamaku. Ditugaskan denganku dalam rutinitasku di “satu”. Iya saat itu aku mulai nyaman dengan rutinitasku. Kita lihat saja, aku pasti akan mencintai rutinitasku ini. Percayalah.
Mungkin tak ada penyemangat saat itu. Saat dimana aku merasa penat dengan semua tekanan. Ah sudahlah. Tak ada yang harus disesali.
Pagi terus berganti. Iya.. pagi rutinitasku. Selamat pagi dunia.
Pagi itu di perjanalanku seusai sholat 2 rakaat saat aku ditemani The script yang terus menyanyikan The man who cant be moved, atau ditemani Coldplay yang terus menyanyikan The scientist. Pagi itu masih sangat sejuk dengan kabut tipis disekililingnya juga dengan basahan embun yang bisa aku rasakan. Iya pagi itu aku sedang berjalan menuju rutinitasku. Perjalanan pagi itu terasa sangat indah. Walau membutuhkan waktu 1 jam perjalanan tapi aku mengulanginya setiap hari dan itu yang membuat aku nyaman. Aku nyaman saat perjalanan itu. Mulai dari jalanannya yang masih sangat dingin kalau pagi hari. Masih sangat sepi sehingga bisa melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Pemandangan yang sebenarnya sangat indah jika dinikmati. Nikmat yang membuatku nyaman. Terimakasih atas nikmat yang Kau berikan ini yaAllah.
Saat itu tepat pukul 12.00 wib waktu makan bagian teristimewa. Kumulai dengan santapan ringan dengan sesuap air hangat. Lalu ku selingi dengan santapan pendamping. Yap!! Tak nikmat jika tak dinikmati dengan lirikan. Wanita memang suka melakukannya. Hampir sama dengan lelaki. Ya memang kalau lelaki harus menolehkan kepala untuk melirik. Mari lanjut ke lirikan. Kini kulirik dengan lirikan tajam. Mungkin tidak ada yang menyadari namun jika ada yang menyadari akan ku balas dengan senyuman hangat. Waktu makan sudah hampir habis. Jika tidak terselesaikan maka para jin akan berteriak sorak sorai. Karena mereka mendapatkan makanan yang lezat untuk disantap bersama keluarganya. Mungkin tidak banyak yang mengetahuinya. Tapi apakah mereka menyukai ini? Ah entahlah. Sekarang saatnya kembali kerutinitas yang hampir membuatku penat.
Saat itu mungkin aku sedang merasa sedikit terjatuh akibat keingin tahuan yang sangat besar. Namun menyisakan duka yang cukup menyayat. Tak apalah, setidaknya sudah paham, sudah mengerti. Anggap saja itu hanya hiburan sejenak. Mungkin saat itu bukan pendamping yang kutemui. Hanya seliran yang selalu menghantui. Semua berawal dari cemoohan kawan sejoli yang membuat kami sangat dekat. Sangat..? Ya bisa dibilang hampir sangat dekat. Namun selalu ada jarak. Itu yang hampir kami hadirkan. Ya walau tidak bisa tertutupi oleh perasaan yang sempat hadir.
Hari berganti hingga bulan pun enggan terus bersandar. Sang mentari terus bersinar menerangi dunia yang gelap ini. Aku masih menjalankan rutinitasku dengan sosok itu. Iya aku terus berdua bersamanya. Ditemani si pink yang selalu menjadi saksi akan semua hal. Hingga kami menciptakan sosok – sosok baru yang kami hadirkan untuk membuat rutinitas kami semakin terasa ramai. Aku menyebutnya dengan “Bella” dan kau menyebutnya dengan “Bollu”. Tapi aku tidak tau pasti kenapa aku menyebut “Betty” diantara “Bella” dan “Bollu”. Ya mungkin hanya untuk meramaikan suasana sepi saat itu.
Waktu berlanjut hingga menunjukan pukul Indonesia bagian makan siang. Lagi, lagi, dan lagi. Ku santap hidangan ini dengan cukup nikmat. Seperti biasa, yap dengan makanan pendamping yakni lirikan. Tapi saat ini lirikan tertuju dengan satu sosok. Entah siapa entah kenapa. Tak ingin berpaling. Selalu ingin melihat. Namun tak ku kenali sosok itu. Bahkan tak kusadari bahwa ia memang ada. Pikirku mungkin dia yang selalu menjadi idaman kawan sejoliku. Karna memang saat itu ada sosok yang sedang menjadi idaman kawan sejoliku. Tapi jika memang benar hilang sudah harapan ini. Tapi apa dikata. Lupakan saja.
Makan siang selesai dan waktu penat pun tiba lagi. Namun sekarang tidak penat lagi. Entah kenapa seperti ada sosok yang memberikan semangat. Semangat untuk menjadi yang lebih baik. Menghabiskan waktu bersama. Ah tak bisa ku gambarkan indahnya saat - saat itu. Saat dimana masih bisa tersenyum dengan masalah yang selalu dihadirkan, namun membuat kedekatan kita semakin erat. Kini mungkin hanya bisa terus tersenyum untuk apa yang sedang dirasakan saat itu.
Semua berlanjut baik - baik saja. Namun ada sosok baru yang hadir. Dengan sorotan mata kuat yang selalu membuat keingintahuanku menjadi - jadi. Tapi aku seperti pernah melihatnya. Seperti sosok yang aku lihat dikantin. Tapi apakah benar. Kita lihat saja nanti.
Masih seperti ada batasan dengan sosok baru itu. Entahlah aku belum mengerti apa ini. Tapi yang jelas aku suka dengan sorotan matanya itu.
Matahari bergulir dari timur kebarat. Terus seperti itu. Terus menjalani rutinitas yang cukup padat. Yap pada saat itu memang energi kami cukup terkuras. Namun aku cukup bahagia. Dengan rutinitas padat yang bisa membuat komunikasiku berjalan lancar dengan sosok baru itu. Masih kuingat saat itu. Dia belum mengerti apapun dengan tugasnya. Dia nampak kebingungan. Alisnya yang dikerutkan. Matanya yang disipitkan. Seakan dia berfikir. Seakan dia merasa penat. Tapi sungguh aku menyukai hal itu. Menyukai masa – masa keluguanmu waktu itu.
Yap aku mulai mengenal sosok baru itu. Ketika aku ditugaskan bersama dengan kawanku, dan kawan dari sosok baru itu, yap ternyata mereka satu angkatan Sejak saat itu, Aku tau namanya. Cuma bisa senyum. Dan baru bisa senyum saja.
Dan saat aku beranjak makan siang semakin menambah keyakinan aku bahwa sorotan mata itu adalah sorotan yang dimiliki oleh sosok baru yang aku temui saat makan disiang hari. Bagaimana aku bisa menyapanya? Mungkin akan ada jalan tapi entahlah. Lihat saja nanti.
Aku masih ditugaskan dengan sosok itu. Sosok yang sudah lama memang ditugaskan denganku. Ditugaskan dirutinitasku di “satu”. Iya rutinitas yang hampir membuat kami selalu berkomunikasi. Sering bercerita. Bernyanyi bersama. Ah sudah sering juga kita di ledek oleh kawan – kawan. Cuma bisa senyum – senyum saja. Senyum membantah ledekan itu. Tapi apalah namanya itu. Aku belum paham. Biarkan saja. Biarkan untuk tidak bisa dipahami.
Hari penat terus berganti. Hingga tiba saatnya ada pesan singkat yang menyebarkan kontak sosok baru yang membuatku terpukau itu. Aku cari tau. Dan entah kenapa aku bisa membuka semua hal yang benar - benar aku tutup akibat masa kelam yang pernah ada. Entah kenapa keingin dekatanku selalu hadir. Nyaman sering dijadikan alasan akan hal ini. Namun sungguh ini membuatku nyaman. Aku cukup bahagia saat itu. Entah kenapa..? bahagia saja.
Semua berlanjut. Hari berganti dan semua keadaan masih baik – baik saja. Hingga tiba saatnya. Saat – saat yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi. Kupikir aku yang akan melakukan perpisahan terlebih dulu. Tapi ternyata kamu yang meninggalkan aku terlebih dulu.
Hari perpisahan. Pagi itu terasa beda. Cuaca sangat cerah saat itu. Tapi hariku terasa gelap. Terasa tidak seperti hari – hari saat kau ditugaskan  bersamaku. Menjelang hari perpisahmu kita dipisahkan. Tidak ditugaskan bersama lagi. Tidak bisa menghabiskan waktu bersama lagi. Sosok yang dekat denganku harus berakhir saat tidak ditugaskan bersamaku. Bukan sosok yang baru hadir. Namun sosok yang sudah hadir lebih lama. Ia mengucap kata - kata perpisahan. Jujur sangat tidak ingin mendengar semua yang dia ucapkan. Serasa ingin menutup telinga ini. Serasa ingin lari dan meninggalkan hari itu agar tidak merasakan kegelapan hari itu. Dimana hari yang sebenarnya sangat membuat luka. Bagaimana tidak, coba saja pikirkan.....  Bagaikan Bella yang kehilangan Bollu.
Ada kata khusus untukku. Oh tidak. Ini yang membuatku semakin susah. Gelap yang hadir semakin tidak tergambarkan. Sedih mungkin iya. Tapi mungkin ini yang terbaik untuk kamu. Jam terus berganti hingga tiba akhirnya sosok itu harus meninggalkan semua kenangan yang pernah tercipta. Entah kenapa aku diam. Tak bisa berkata apa - apa. Sosok itu mengusap kepalaku dengan memberikan beberapa kalimat nasihat. Aku dengar, aku paham, akan selalu aku ingat. Sangat sulit namun harus terjadi dan harus kulalui.
Matahari bergulir hingga gelap pun tiba. Sosok itu mengirimi aku pesan singkat. Dan bertanya seperti ini, "ga ada kata- kata terakhir?". Ah shit... kenapa masih berlanjut?. Aku ingin menyudahi saat - saat seperti ini. Dia mengucap terima kasih untuk semangat yang aku berikan. Yap memang. Kita pernah sama - sama termotivasi, pernah sama - sama selalu bersemangat untuk menghadapi hari esok namun hanya sebatas itu, tidak mengharap lebih. Ya sekedar menghantui saja. Sudahlah, tapi sungguh aku sangat berterima kasih. Atas semangat yang hadir karna hadirnya. Apa kabar ya dia sang pencipta bollu sekarang. Baik kah? Bahagiakah? Masihkah dengan pasanganmu? Ah sudahlah. Tapi terima kasih untuk senyum bahagianya aku saat itu. Saat kau memberikan semangat dihari – hari penatku, terima kasih.
...
Hari berganti. Namun tanpa ada sosok itu. Harus bisa realistis. Harus bisa paham. Kenapa ini semua harus terjadi. Kenang untuk menjadi kenangan yang indah.
Hari terus berjalan seperti biasa. Namun pada saat itu mungkin aku sudah tidak ditugaskan di rutinitasku “satu”. Bagaimana rasanya? menjalankan rutinitas di tempat selain “satu”. Sungguh berat. Iya berat Bagaimana tidak. Sudah berbulan – bulan. Sudah sering berganti kepemimpinan. Sudah sering berganti orang – orang di ruangan rutinitasku ataupun diruangan yang bekerja sama dengan bagian rutinitasku. Sudah mengenal semua masalah. Semua hal mulai dari yang terkecil hingga terbesar mungkin. Tapi.. Ini adalah tugas. Dan aku harus siap menerima tugas yang diberikan kepadaku. Seberapa beratnya tugas itu harus tetap bisa aku lakukan.
Mungkin hari – hari setelahnya aku mulai bisa beradaptasi. Mulai bisa mengenal semua tentang tugas baruku, mengenal dengan orang – orang yang ditugaskan bersamaku. Dan yang pastinya aku mulai nyaman dengan hal – hal baru itu.
Alhamdulillah aku bisa nyaman, dan bisa mencintai tugas baruku dengan cepat.
Matahari terus berputar. Hari pun terus berganti. Iya saat itu adalah saat – saat yang membosankan. Bagaimana tidak. Coba saja pikirkan. Jarang ada tugas untukku. Sehingga aku Cuma bisa mengerjakan hal – hal yang memang sebenarnya menguntungkan untuk diriku dan kawan – kawan lainnya. Namun... syukuri saja. Pasti akan bermanfaat. Iya bermanfaat untuk semuanya.
Entah kenapa aku dan kawan ku ditugaskan bersama saat itu. Malam itu mungkin menjadi malam yang indah untuk diingat. Untuk disenyumi. Kami berbincang - bincang. Dan dimalam itulah aku mengetahui semua tentang dirimu kawan. Ketegaran hatimu, kekuatan yang kamu miliki, kebaikan yang kamu berikan kepada keluargamu, kedewasaan atas semua tindakanmu. Kamu telah mengajarkan aku lebih pada malam itu kawan. Tidak mengenal balas dendam, ah kamu bisa menjadi salah satu panutan dihidupku.  Terimakasih kawan atas pelajaran hidup yang kamu berikan.
Dan perbincangan kami masih berlanjut, iya bagaimana tidak jika tidak berlanjut maka malam itu akan sunyi, tugas yang membuat kita sangat lelah dan sangat menggoda untuk memejamkan mata. Ya karena malam itu hanya ada kita dan 3 orang yang duduk berjauhan dari kita. Namun perbincangan kita lambat laun mengarah ke sosok yang memberikan penyemangat. Satu hal yang sudah aku tau sejak lama. Yakni tentang sosok yang diidamkan kawanku ternyata bukan sosok yang aku idamkan. Mungkin masih ada harapan. Ya... kebanyakan harapan hanyalah harapan tak bisa menjadi apa yang diinginkan. Namun kenapa tidak?. Kami mulai bercerita dari hal kecil hingga impian - impian kami. Impian yang hanya sebatas impian. Namun masih ada harapan. Pasti ada harapan. Sudahlah tak apa jika hanya sebatas harapan.
Saat itu mungkin hari terus berganti namun kawan – kawan terbaikku tidak akan terganti oleh siapapun. Kita menghabiskan sebagian waktu kita bersama. Mulai menjalani rutinitas, makan bersama, berkumpul bersama, bercerita bersama dan lain sebagainya. Masih ku ingat hingga saat ini. Di minggu rutinitas waktu pagi, tepatnya pada waktu makan siang saat itu. Permainan pertama yang kita mulai dengan melakukan hompimpa dengan semua kawan yang ada disatu meja makan saat itu. Mungkin ada 6 orang di meja makan saat itu. Kita hompimpa bersama dengan perjanjian jika ada satu orang yang beda membalikan telapak tanggannya saat hompimpa maka akan dikenakan sanksi, yakni meletakan tempat makan yang sudah digunakan ketempatnya. Mulai dari merapihkan sisa makanannya, merapihkan gelasnya, merapihkan sendok dan garpunya, ya pokoknya merapihkan peralatan makan yang telah kita gunakan.
Saat itu aku menang dan salah satu kawanku yang kalah. Dia harus meletakan semua peralatan makan kami yang sudah terpakai ke tempatnya. Malu mungkin yang dia rasakan saat itu. Karena saat itu di tempat kami makan siang sangat ramai. Tapi ini adalah permainan yang menyenangkan untuk para pemenangnya. Aku masih mengingatnya. Sungguh aku merindukan dan aku ingin mengulangnya lagi bersama kalian.
Angin berhembus mengganti kenangan yang akan terus terjadi bersama orang – orang yang aku sayangi. Tak disangka satu persatu harapan kami mulai terwujud. Hingga kami menyesal tak menyebut semua harapan kami saat itu. Yap satu persatu sosok yang kami sebut saat itu mendekat. Entah kenapa sosok yang baru hadir pun mendekat. Aku tau kapan saat ia mulai mendekat. Aku tau persis itu kapan. Tapi sadarkan aku. Aku tidak mungkin bisa bersama.
Hari bergulir beranjak mengganti kenangan. Aku mulai tau semua tentang sosok baru itu. Tak kusangka. Harapan yang ku kira hanya sekedar harapan kini mungkin saja bisa menjadi nyata. Kenyataan... bukan harapan yang hanya bisa menghadirkan impian. Kami mulai mendekat. Entah apa yang terlintas saat itu. Nyaman bahagia. Ah aku ingin mengulang saat itu.....
Teringat saat itu hari jumat saat rutinitas di pagi hari. Hari kongkow antara aku dan kawan – kawanku. Iya ditengah – tengah rutinitas yang penat kami selalu menyempatkan waktu luang untuk berkumpul setidaknya di hari jumat saat rutinitas pagi yang menjadi hari dengan jam rutinitas yang lebih sedikit dibanding hari -hari lajnnya. Iya kami menamainya kongkow. Karena di hari tersebut kami meluapkan semua yang kami rasakan. Manis pahitnya rutinitas kami. Dan kami bahagia bisa berkumpul dengan cincau coklat dan sekresek gorengan. Iya nikmat. Sore yang nikmat.
 Saat itu kami meminta tebengan dari temanmu untuk mengantar kami ke tempat terbuka yang sangat nyaman. Iya nyaman sekali. Hingga puncaknya terjadi di minggu setelahnya. Saat kita hendak solat 2 rakaat menuju rutinitas tambahan. Saat kita berjalan di lorong. Iya saat itu ada aku, temanku kamu dan temanmu. Saat menuju belokan ke kiri dilorong temanmu meemberi tahumu bahwa jumat kemarin dia memberikan tebengan kepada temanku untuk menuju tempat kongkow. Dan satu hal yang ga aku sangka akan terjadi. Iya saat kamu mendekat menyenggol bahuku dengan bahumu dan berkata “ko nggak ngajak – ngajak?”. Ah aku inginnya nanti kita berdua saja kongkownya. Dan aku merasa aku sedang double date pada saat itu. Iya aku merasa seperti aku bersamamu dan temanku bersama temanmu yang memang ia menyukai temanmu. Ah dilorong pagi itu seperti membuatku tambah semangat untuk menjalankan rutinitas tambahan dipagi itu. Pagi indah yang mungkin tidak akan terulang lagi.
Tapi ternyata semua masih berlanjut. Iya berlanjut walau di hari yang berbeda. Tepatnya saat jam makanan tambahan, saat aku duduk bersama kawanku untuk menyantap hidangan ringan saat itu, kau datang menghampiri. Memang kau datang untuk mengajak bicara kawanku, ya karna kalian memang kawan satu angkatan. Satu kampung halaman juga. Namun setelah kalian berbicara bersama. Entah kenapa engkau seakan mengajak aku untuk bergabung. Ah aku tidak bisa menghilangkan senyum malu saat itu. Senyum malu yang mungkin bisa dibilang menjadi penyemangat saat matahari akan terbit.
Pagi itu. Iya disaat udara masih terselimuti embun pagi yang sangat sejuk. Iya disaat kita sama – sama pulang dari rutinitas kita. Kita sama – sama keluar dari ruangan itu. Mungkin saat itu aku yang memacu kuda bermesinku terlebih dulu. Iya karna kamu masih ada di tempat parkir. Aku berjalan menelusuri jalan angsana. Masih cukup gelap saat itu. Iya karna masih sangat pagi. Pagi buta. Saat dipertigaan kau memacu kuda bermesinmu. Hingga kini kau ada disampingku. Kamu menanyakan aku akan pulang ke arah mana. Dan aku menjawabnya. Dan kamu mengira aku tinggal didaerah yang dekat dengan bangunan yang sering kita gunakan untuk menjalankan rutinitas penat kita. Namun salah tebakan kamu saat itu. Iya salah sayang. Aku tinggal tidak terlalu jauh kok. Iya tidak sejauh hubungan kita saat itu. Lalaa.
Obrolan kita berakhir diperempatan besar itu. Kau akan belok kiri ke arah selatan  dan aku terus melanjutkan perjalananku ke arah barat. Kita berpisah saat itu. Kamu melambaikan tangan kamu. Dan berkata “daa daaa”. Aku membalasnya dengan anggukan kepala. Dan juga senyuman. Aku bahagia pagi itu. Aku bahagia. Dan kamu harus tanggung jawab sayang.
Semua berlanjut dengan baik dan baik saja. Masih baik mungkin, tapi kita lihat nanti. Apakah masih bertahan dengan baik atau tidak.
Namun hari itu berbeda. Hari setelah kau melambaikan tanganmu. Iya hari dimana aku tahu kalau kamu sudah punya kekasih. Dan kekasih itu ada dikampung halamanmu. Entah apa yang aku rasakan mungkin saat itu aku mulai mengubah pandanganku tentang kamu. Kita lihat saja. Apakah tetap aku ubah atau kenyataan berkata lain. Tapi apa yang harus aku lakukan? Jalani sajalah.
...
Jika di perhatikan sungguh ada kemiripan antara sosok baru itu dengan si eks. Mulai dari kuda bermesinnya, jaket yang selalu digunakan, tinggi tubuhnya (iya walau masih lebih tinggi sieks), sikap cueknya, tatapan matanya ah sungguh sangat membuatku merasakan de javu. Ah tapi pasti berbeda, karena aku harus memulainya dengan yang berbeda.
Hari masih terus berganti. Hingga musim hujan pun datang. Iya saat itu mungkin sudah memasuki musim penghujan. Mendekati akhir tahun tepatnya. Dan menjelang akhir tahun berarti akan ada tahun baru yang menyambut. Berharap yang terbaik dan menjadi yang terbaik. Amin
Tahun yang baru sudah dimulai. Mengawali tahun ini dengan berwisata ke kota seribu kabut. Iya tentunya bersama kalian kawan – kawanku. 3 hari 2 malam yang sangat indah kawan. Aku nyaman dengan kalian.
Kami menginap di penginapan yang sangat nyaman menurutku. Kita tidak tahu apapun tentang kota kabut. Dengan bermodalkan nekat dan dengan menggunakan maps kami niatkan hanya untuk berlibur menghilaangkan penat.
Kami berangkat menggunakan gerbong yang ditarik oleh lokomotif. Dan sungguh indah pemandangan yang bisa dinikmati saat itu. Tidak melelahkan justru menyenangkan. Kira – kira malam hari kita sampai di penginapan. Dan langsung kita beristirahat saat itu. Iya kita harus beristirahat untuk menyambut hari esok yang akan menjadi hari yang panjang untuk kita.
Sinar mentari yang tertutup kabut menyambut pagiku bersama kawan – kawanku. Dengan segelas minuman hangat dan makanan pemberi energi untuk kami berwisata hari ini. Perjalanan yang cukup panjang hingga akhirnya kami tiba di salah satu tempat yang sangat memanjakan mata. Bagaimana tidak. Seakan semua alam berada disamping kita, didepan kita. Dapat dengan mudah kita lihat keindahannya.
Iya tepat dipuncak tempat wisata itu tepat didepan perahu terbalik kita menulis harapan dikertas lalu kita abadikan dengan ponsel kita masing – masing. Aku menuliskannya untuk pebalap kesayanganku. Agar dia bisa hadir di kota kabut itu. Dan aku menuliskannya untukmu. Entah kenapa, tapi aku ingin menulisnya saja untukmu. Aku menulis:
“abang jangan sensitif nanti kumis tipisnya jelek loh Abang merah dapet salam dari kabut gabisa nanjak yang tinggi cuma bisa dari sini 😊 SALAM dari perahu terbalik”
Entah kamu membaca atau tidak biarlah itu menjadi urusanmu. Dan urusanku hanya mengabadikan setiap kenyamanan yang sedang aku rasakan. Biarkan kenyamananku bertahan hingga nanti. Hingga aku terus bahagia dan nyaman bersama kalian kawan – kawan terbaikku.
Kemudian kami menikmati hari – hari kami dikota kabut dengan kenyamanan tiada dua. Aah bahagia sekali. Bahagia. Aku bahagia.
...
Hari pertama menjalankan rutinitas di tahun yang baru. Iya ini tanda akan menjelang perpisahanku dengan semua yang pernah aku lalui dengan semua yang berkaitan dengan rutinitasku. Pagi itu aku memakai baju yang untuk pertama dan terakhir kalinya aku pakai. Iya pagi itu aku memang sudah harus menjalankan rutinitasku. Sebagai kenangan aku mengabadikannya. Aku mengganti foto akun sosmedku dengan tampilan aku yang memakai baju hijau untuk pertama dan terkahir kalinya itu.
Baju hijau adalah hadiah karena tempatku menjalankan rutinitasku sedang merayakan hari jadinya. Jadi kami yang menjalankan rutinitas ditempat tersebut memang diberikan satu baju hijau untuk digunakan di hari senin minggu pertama. Ya berarti aku hanya memakai baju hijau itu sekali pakai saja. Karena aku hanya akan merasakan awal bulan di tempat rutinitasku sekali saja sebelum perpisahan. Iya perpisahan yang sudah siap menantiku. Menanti untuk melepas dan meninggalkan semua yang pernah ada.
Dan semenjak saat itu. Ya semenjak saat aku mengubah tampilan akun sosmedku, kami beranjak mulai dekat. Berkabar setiap hari. Dan selalu saja ada pembahasan untuk bisa chatting lebih. Saat kita bertemu selalu ada senyum yang menghiasi.

Berbeda, iya beda. Seperti yang biasanya dingin dengan lelaki yang mendekat tapi ini mulai ada rasa yang berbeda. Iya beda saja. Aku ingat perkataan salah satu kawanku. Yang sebenarnya menyindirku. Iya sindiran seperti ini :
“kamu tumben semangat banget chat sama cowo, biasanya juga semua chat kamu abaikan. Dibaca aja engga”
Iya memang seperti ada yang berbeda.  Entah apa yang membedakan. Benar memang apa yang dikata kawanku. Sungguh aku selalu mengabaikan cowo yang mau mendekatiku. Iya salah satunya ada di rutinitasku. Walau berbeda bagian denganku. Iya dia mulai menunjukan ketertarikannya denganku. Tapi sungguh aku abaikan. Semua chat yang dia kirim kepadaku. Iya semuanya. Seakan hati ini tidak bisa ia buka. Tertutup rapat oleh orang lain. Tapi entah kenapa untukmu seakan aku merasakan hal yang dulu pernah aku rasakan dengan sieks. Kebahagiaan rasa – rasa menyukai dan mencintaku seakan kembali. Aku tidak tau pasti kenapa. Semua terjadi seiring dengan kedekatan kita yang mulai dibiang akan semakin dekat. Tapi.. Aku belum mau meraba apa yang akan terjadi nanti. Iya tak mau terlalu bahagia di kisah yang baru akan dimulai ini.
Semua beranjak menjadi semakin baik. Tak disangka, kita semakin dekat. Kamu terus memberikan kabar kepadaku. Dan aku terus memberikan kabar kepadamu. Tidak menyangka kamu mengganti foto profil sosmedmu sama dengan foto profil sosmedku. Yakni tulisan yang aku abadikan di kota kabut itu. Aku bingung kenapa. Tapi kenapa kamu bisa menggantinya dengan foto yang sama sepertiku. Aku tidak tahu. Tapi mungkin kamu tahu kalau itu untukmu. Tapi memang benar itu untukmu. Hanya untukmu bang. Aku bahagia meraba perasaanmu saat itu. Mungkin saat itu juga aku mulai membuka hatiku yang telah lama tertutup rapat. Apakah akan aku buka semua perasaan ini untukmu? Kita lihat saja nanti.
Aku juga masih mengingat hari itu. Hari dimana kamu mengirimi aku rekaman dari gitar yang kamu mainkan. Lagu dari Avenged sevenfold yang berjudul Dear God. Iya kaya gini sekiranya lirik dari lagu Dear God:
Dear God the only thing I ask of you is
to hold her when I'm not around
when I'm much too far away
We all need that person who can be true to you
I left her when I found her
And now I wish I'd stayed
'Cause I'm lonely and I'm tired
I'm missing you again oh no
Once again
🎵🎵
Ah tapi aku tidak bisa membuka file rekaman saat kamu memainkan gitarmu. Iya karena filenya tidak bisa aku unggah. Menyebalkan memang. Tapi untuk siapa lagu itu. Lagu yang berjudul Dear God itu. Apakah untuk mantanmu. Iya saat kamu chat denganku kamu pernah bilang kamu teringat dengan mantanmu. Apakah kamu masih ada rasa dengannya?. Apakah kamu masih menyayanginya?. Apakah kamu harus selalu mengingatnya?. Siapa mantanmu itu?. Apakah harus dia yang kamu pikirkan?.
Dan aku???
Ah lupakan sajalah. Apakah hujan akan datang dan menyirami dengan tetesan air yang membasahi diriku. Atau malah pelangi yang akan datang menerangi hari – hariku kedepannya. Kita lihat saja nanti. Kita lihat lagi apa yang akan terjadi.
...
Hari berganti. Berganti seperti biasa. Berjalan dengan baik. Berkabar dengan semangat. Semangat dengan penyemangat. Hari – hari terakhir menuju perpisahan. Entah kenapa, entah bagaimana mungkin saat itu saat menuju perpisahan seperti ada dorongan yang membuat aku datang dengan semangat. Bagaimana tidak seperti yang biasanya tiba 30 menit sebelum menjalankan rutinitas, mungkin saat itu bisa lebih awal yakni 45 menit lebih awal. Datang pagi dari biasanya. Dan terus seperti itu hingga hari perpisahan. Mungkin karena ada kamu yang memberikan aku semangat saat itu. Iya kamu sayang.
Oh sayang, Aku masih mengingat jelas hari itu. Hari terakhir di minggu itu. Diminggu saat kita menjalankan rutinitas kita di malam hari. Dimana kau mulai menunjukannya kepada kawan - kawanku. Aku tau itu sangat memalukan tapi aku sangat bahagia saat itu. Kau mendekat saat kita bertemu di tempat makan. Walau hanya untuk berkata, "nanti pulang jangan pulang dulu". Ah mungkin saat itu aku terbang. Mungkin saat itu kawan – kawan tidak ada yang menyadarinya. Semoga tidak.
Kemudian semua berlanjut saat kita berjalan di lorong bersama kawan ku dan kawanmu yang lainnya. Kau lebih mendekat, seakan ingin menunjukan dengan kawan - kawan ku. Saat kau menatap seakan ingin meminta ijin karna ada salah satu kawanku yang ingin pulang bersamamu. Namun saat kawanmu membeberkan kedekatan kita. Mereka semua tau. Dan mungkin pagi itu menjadi pagi yang membuat aku berada di saat - saat indah yang pernah tercipta. Terbang keangkasa dengan bebas dan lepas. Kamu tau tidak?, Semenjak kawanmu membeberkan semuanya, selama aku menjalankan rutinitas ku saat itu, semua kawan yang ditugaskan bersamaku terus meledekku. “cie, cie, cie”. Ah aku mungkin tersenyum malu saat itu. Tapi aku bahagia saat itu. Sungguh aku bahagia sayang.
Jam terus berganti. Aku menunggumu didepan. Ya, aku masih mengingat perkataanmu untuk menunggumu. Tidak terlalu lama. Dan kau muncul. Tapi kau muncul dengan kawanmu. Ya memang aku sedang dengan kawanku juga saat itu. Tapi perbincangan hanya dilakukan sebentar saja. Hanya berbasa – basi dengan senyuman khas yang kau berikan. Dengan sorotan mata yang sangat aku kenal. Sangat membuatku nyaman untuk membalas tatapan itu. Kau berkata “nanti kirimi alamat rumahmu”. Aku diam dengan senyuman. Dan kau pergi bersama kawanmu dengan lambaian tangan menuju angkringan untuk menikmati segelas kopi hangat. Mungkin benar atau aku salah menebaknya. Ah aku tidak tahu pasti.
Tapi yang jelas pagi itu adalah pagi indah yang sangat membuatku bahagia. Dijalan menuju rumah usangku, aku terus tersenyum. Tersenyum mengingat semua yang terjadi pagi itu.
Semua berlanjut masih berlanjut. Namun minggu telah berganti menuju minggu yang baru.
Pagi itu masih berlanjut. Selamat pagi minggu indahku. Selamat pagi mingguku untuk liburanku. Saat itu kamu belum juga mengabari aku. Iya sudah menjadi kebiasaan untuk berkabar. Jadi aku masih akan menunggumu mungkin untuk berkabar. Iya saat itu hari minggu dan aku pasti sedang bersama kegiatan rutinku dihari minggu. Yaa bersantai – santai dahulu menuju keindahan kemudian.
Ditemani dengan kebiasaanku yakni beberapa pensil menggambar dan pena untuk menggambar. Dan juga ditemani oleh alunan lagu indah yang menawan. Alunan indah yang akan membuat hatiku menjadi bahagia dan menghasilkan gambar indah penuh kasih. Saat itu tepat pukul 10.00 pagi. Dan kamu mengabari aku. Mengabari akan kegiatanmu hari minggu pagi. Iya kamu sedang berusaha menjalankan kegiatanmu yang padat. Kamu pasti lelah. Beristirahatlah dulu baru kita akan bahagia.
Udh dzuhur juga sayang. Silahkan solat dulu yaa. Nanti kita sambung lagi.
Sore menyapaku dan menyapanya. Masih terus berkabar. Masih berbahagia dengan kata perkata kalimat perkalimat disetiap obrolan kita. Obrolan singkat yang sesungguhnya bermakna. Seakan senja menemani. 3 rakaat tiba.

Namun semua terasa berbeda. Saat itu mungkin h-8 perpisahan. Masih sama seperti biasa. Menjalankan rutinitas yang penat namun penuh semangat. Sebenarnya aku sudah tau. Bahwa semua rasa yang hadir ini sudah terbalas. Ya karena kata kawanku kamu sudah menghadirkan rasa yang sama seperti rasa yang muncul dari diriku. Sangat lega saat itu. Lega bahwa aku menyadari bahwa semua ini bisa menjadi kenyataan.
Saat itu kamu terus menjalankan rutinitasmu yang sangat padat dan sangat sibuk. Aku mengerti, aku paham. Aku tetap menunggumu. Sekira hanya untuk berkabar. Hanya untuk mendengarkan cerita indah yang selalu kamu ceritakan padaku. Hari – hari indah, hari – hari terindah.  Teringat saat malam itu saat kau bertanya kepadaku tentang suatu hal :
“aku boleh main kerumahmu nggak”, katanya
“boleh – boleh aja”, kujawab
“nanti bapakmu marah nggak”, katanya
“ngga kok santai aja”. Kujawab lagi
Iya santai saja sayang. Sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Dulu yang masih aku takuti untuk membawa teman dekat lelakiku untuk bermain kerumah. Ya seperti mantanku dulu. 2 tahun lebih bersama tapi belum pernah aku ajak main kerumahku. Karena satu hal. Yang pasti sudah tertebak apa jawabannya.
Iya sekarang berbeda. Dan aku mengiyakan kamu bermain kerumahku, karena entah kenapa seperti ada yang berbeda saja dari dirimu. Seperti ada yang selalu menutupi semua keburukanmu dengan kebaikanmu. Ah taulah apa rasanya. Mungkin kalian tau. Mungkin pernah kalian rasakan. Tersenyum sajalah. Pasti kalian mengerti.
Iya apa jadinya ya kamu yang pertama datang kerumahku. Datang bermain dan kukenalkan kepada kedua orang tuaku. Berjalan lancarkah? Semoga dan kuharap semua akan berjalan lancar dan baik – baik saja. Mari kita aminkan. (Amin)
...
Aku tau persis. Kamu pulang dari rutinitasmu sekira pukul 8 malam. Dan sungguh aku menunggu kamu. Masih menunggu kamu kok. Sekira pukul 9 malam, kamu mengabari aku. Kamu sudah memberikan rasa yang berbeda untukku. Membuatku tersenyum bahagia saat itu. Sungguh bahagia. Bagaimana tidak. Pikirkan saja betapa bahagianya saat itu.
Dan saat sedang menjalankan rutinitas pun kita pasti bertemu. Entah itu berpapasan di lorong, bertemu dikantin ataupun bertemu melalui kaca pembatas diantara kita. Iya masih kuingat saat kau ada tepat disebelahku ya walau terbatasi oleh kaca tapi setidaknya kamu ada disebelahku. Iya saat itu kau membentuk tanganmu. Kau tempelkan jari telunjuk kanan dan kirimu. Dan kau menempelkan ibu jari kanan dan kirimu hingga membentuk suatu bentuk yang sudah tidak asing lagi. Iya pasti kamu mengerti apa bentuk yang dia buat. Aku tersenyum – senyum saja. Biarlah tetap seperti ini. Tetap bersamamu.
...
Semua berjalan masih baik, baik dan bahagia. Iya bahagia sekali. Aku terus bersemangat untuk datang, datang, dan datang lagi menuju rutinitasku selama ini. Rasa yang dulu pernah aku rasakan dengan sosok lama yang telah meninggalkan aku terlebih dulu. Apa kabarnya ya. Sejak perpisahan itu sungguh tidak ada kabar apapun tentangnya. Semoga kebahagiaan selalu menyelimutimu dengan senyuman.
2 mingguan kongkow. Iya itu adalah hari dimana kita merasa lebih nyaman lagi dan lagi. Bagaimana tidak semua kekesalan hilang. Yang ada hanya semua kebahagiaan. Tau tidak kawanku adalah hatersmu. Namun aku tidak seperti itu. Karena hanya aku mungkin yang tidak menjadi hatersmu. Entah kenapa seperti aku sedang menjadi pengacara yang berjuang membelamu dipersidangan. Semua haters berkata kamu itu buruk dengan semua tindakanmu. Namun hanya aku yang membela. Seperti ada kekuatan untuk membelamu saat itu. Untuk sekedar memberi tau kepada mereka bahwa kamu memiliki sisi baik juga. Aku ingin kamu dan kawan – kawanku lancar dalam menjalankan rutinitas kalian. Lancar berkomunikasi agar tidak ada kesalah pahaman diantara kalian yang akhirnya bisa menyebabkan rutinitas kalian terganggu.
Kamu tahu tidak, saat itu Aku bahagia menceritakan kedekatan kita kepada mereka. Sangat bahagia sayang. Aku tersenyum malu mungkin. Semua seperti ada dorongan dihari – hariku. Dorongan semangat untuk bisa selalu tersenyum seperti ini. Seperti merasa kebahagiaan yang mungkin sudah lama tidak aku rasakan. Intinya aku bahagia. Hanya itu saja cukup. Kamu harus tanggung jawab sayang.
Aku juga menceritakan tentang kamu yang ingin main kerumahku minggu nanti. Iya rencanamu yang akan main kerumahku. Aku menceritakan kepada mereka. Dan mereka Cuma bisa menjawab “beneran?”. “iya” kujawab. Ah sepertinya mereka menjawab dalam hatinya bahwa aku sangat bahagia. Iya mungkin itu terlihat jelas dari raut wajahku yang selalu tersenyum menceritakan semua tentang kamu. Iya kamu yang sedang membuat hari – hariku bermakna.
Semua perbincangan kita masih berlanjut. Masih ditemani coklat cincau dan gorengan khas pendamping perbincangan kami. Dengan hawa segar dan awan mendung yang menggoda untuk bisa menikmati hujan. Namun jika hujan maka kita harus terburu – buru mencari perlindungan. Perlindungan dari basah. Ya karena kami sangat menyukai tempat ini. Tempatnya terbuka dengan rerumputan hijau yang nyaman untuk diduduki. Ramai orang yang hilir mudik pergi dan pulang. Ramai orang yang berjualan. Dan tidak sedikit juga orang yang bernyanyi untuk sekedar meminta uang. Entah kenapa rasanya nyaman sekali bersama kalian. Bersama kalian kapanpun itu.
Aku bahagia memiliki mereka. Mereka selalu menegurku jika salah. Mereka selalu mendengarkan cerita indah dan sedihku. Mereka yang selalu ada untukku. Terimakasih kawan.
Bulan datang menyapaku. Menyapa untuk mengingatkan bahwa sekarang sudah malam. Dan saatnya untuk pulang. Iya kembali kerumah usangku. Kurang lebih 1 jam perjalanan hingga akhirnya aku tiba dirummah usangku ini. Kamu iya kamu yang ternyata sudah mengabari aku yang sedari tadi sudah kembali dari rutinitas tambahanmu.  Malam itu sangat indah. Iya indah. Seperti kudapatkan bintang indah yang terbang di luasnya angkasa. Ah sudahlah sekarang saatnya bermimpi. Iya bermimpi tentang kamu. Selamat malam.
Malam itu masih berlanjut. Masih bermimpi tentang kamu. Masih bermimpi semua yang aku mimpikan dengan indah malam itu. Hingga sinar mentari menyambut pagiku yang cerah.  Menyambut untuk sekedar berkata “Selamat Pagi”. Tapi pagi itu kamu ada rutinitas tambahan. Iya rutinitas yang melelahkan bagimu. Jika aku masih bisa mengikuti rutinitas tambahan itu mungkin aku bisa membuatmu lebih bahagaia dan membuatku bahagia juga.
“semangat pagi, semangat dengan rutinitas tambahanmu. Semoga lancar dan kau baik -baik saja”
Siang itu, iya siang itu kamu pun pulang dari rutinitas tambahanmu. Tidak disangka obrolanku bersama kawan – kawanku di sosmed siang ini menbahas semua rutinitas tanmbahanmu. Memang ada sedikit masalah antara kamu dengan kawan – kawanku. Tapi yang membuatku tertawa adalah ketika mereka bilang :
“yang bener. Kalo ngga bener besok ngga dibukain pintu loh”
Maksudnya kalo emang rutinitas tambahannya tidak dilakukan dengan benar oleh si sosok baru itu nanti kawan – kawanku yang dirugikan akan bilang ke aku untuk tidak membuka pintu rumahku untuknya. Aku tertawa terbahak – bahak. Mereka memakai diriku untuk dijadikan ancaman kah? Yampun kalian selalu bisa membuat ku tertawa disaat – saat terakhir menuju perpisahan ini.
Hari berlanjut bahagia hingga h-2 perpisahan.
Hari dimana akan ada lelaki pertama yang akan ku kenali kepada kedua orang tuaku. Iya saat pagi cerah pagi indah sosok yang selalu memberikan semangat akan hadir di rumah usangku. Sebatas melalui maps sosok itu menelusuri jalan menuju rumah usangku ini. Saat itu kau menerima maps yang salah. Memang salahku tidak memastikan maps itu. Tapi sungguh percayalah saat itu aku benar membagikan maps dimana aku tinggal. Mungkin bela yang memalsukan maps yang aku berikan. Entahlah tapi percayalah padaku. Aku sungguh mengirimu alamat yang benar. Mana mungkin aku mau memberikaan alamat palsu kepadamu. Aku kan bukan Ayu tingting. Mengertilah sayang.
Mungkin kau lelah saat itu. Karna jalan yang begitu banyak di kota ini. Jalan yang begitu panjang di kota ini. Aku mengerti kondisimu saat itu sayang. Maafkan aku. Aku kira kau akan menyerah dan kembali ke kediamanmu. Namun kau tak menyerah, kau terus mencari. Dan aku terus memberi tahu arah. Dan entah kenapa entah bagaimana akhirnya kita dipertemukan saat hari itu. Nampak jelas dari wajahmu betapa lelahnya kau saat itu. Dan kita melanjutkan perjalanan menuju rumahku. Hingga Kau datang ke rumah usangku. Memarkirkan kuda bermesinmu disamping kuda bermesinku.  Dan saat itu pasti kuda bermesinku tidak merasakan kesepian. Iya karena ada kuda bermesinmu disampingnya.
Kita sama – sama jalan menuju rumah usangku. Dan kamu berkenalan dengan ayah ibuku. Dan itu kali pertama aku mengenalkan seseorang yang spesial ke orangtuaku. Aku bahagia aku senang saat itu. Dan kau harus tanggung jawab akan hal itu. Sungguh aku bahagia. Sungguh aku ingin mengulangnya.
Hari itu masih berlanjut. Kita berbincang ke sana kemari. Dari perbincangan yang kita mulai nampak jelas aku sangat nyaman mendengarnya. Aku sangat nyaman untuk bercerita saat itu. Aku masih ingat caramu berbicara caramu tertawa. Kau seka keringat didahiku. Kau tersenyum lebar saat itu. Masih kuingat sangat jelas hingga saat ini. Aku suka tawamu. Aku suka mendengar semua cerita dari pengalamanmu. Aku suka mendengar cerita tentang adik lucumu. Aku suka, aku nyaman. Perbincangan mengarah ke suatu hal. Ya, saat kau berkata tanggal spesial. Dan kau sebutkan satu persatu hari istimewa yang terjadi saat tanggal itu. Hingga akhirnya kau sebutkan satu hal yang membuatku berpikir sejenak. Dan itu dimana saat kita mulai memiliki yang sebelumnya tidak kita miliki. Aku terbang saat itu. Aku tersenyum malu mungkin. Disaksikan oleh rumah usang ku. Kau berkata seperti itu. Aku tidak percaya, aku tidak menyangka semua akan terjadi. Kau melepaskan gelang yang tertulis jelas tim kesebelasan kesayanganmu. Kau melepaskan dari tanganmu dan kau memasangkannya ditanganku. Aku tersenyum kau pun tersenyum. Semua yang ku kira hanya impian, hanya harapan namun jadi suatu yang nyata. Harapan yang pernah disebut malam itu bersama kawanku menjadi kenyataan. Mungkin harapanmu belum menjadi nyata. Namun bersabarlah semua akan menjadi nyata sama seperti harapanku. Aku bahagia saat itu. Bahagia? Ya jelas bagaimana tidak. Coba pikirkan saja apa yang aku rasakan saat itu.
Kita masih terus bercerita. Dan kini kamu menceritakan kisah tentang masalalumu. Iya mmasalalu bersama R mu yang kelam. Dua R yang membuat hidupmu terhenti sejenak. Hingga kamu mengucap:
“semoga R yang ini nggak akan seperti dua R yang sebelumnya”
Jelas aku aminkan. Aku juga ngga ingin kamu terluka dan aku terluka. Semoga kita bahagia dengan kehidupan kita dan kenangan baru yang akan kita buat. Sungguh jelas aku sayang kamu. Lupakan R masa lalumu. Sekarang sama aku R yang baru saja menjadi kekasihmu. Aku tau kamu masih sekedar merasa sakitnya terluka di masa lalumu. Tapi cobalah lupakan masa lalumu. Kita buat kenangan baru yang indah. Tanpa ada masalalu kelam yang terus menghantui. Iya menghantui kita. Aku tau kamu tersakiti karena dulu aku pernah merasakan sakitnya hal itu. Tapi tenanglah aku aka  coba membuat kamu bisa hidup tanpa terhantui masa lalumu. Apakah aku bisa? Kita lihat saja nanti.
Jam terus berganti hingga matahari enggan bersinar lagi. Kau pamit untuk kembali ke kediamanmu. Sungguh berat melepasmu saat itu. Melepas kau pamit untuk pulang. Seakan itu adalah pertemuan terakhir kita. Tapi ya sudah, kubiarkan kau pulang membawa hatiku yang kini menjadi hatimu juga. Membawa semua rasa yang kupunya. Membawa semua cinta yang kupunya. Membawa semua kepercayaan yang ku berikan padamu. Membawa semua kebahagiaan yang aku miliki. Aku sayang kamu. Aku bahagia sama kamu. Aku nyaman sama kamu. Dan Kamu harus tanggung jawab akan hal ini.
Satu...
Seakan aku benar – benar menjalankan hidupku dengan Satu. Iya ruangan yang membuatku nyaman menjalankan rutinitasku dulu. Ruangan yang ternyata kini memberikan hal baru untukku. Untuk membuat kenangan baru bersamanya. Seakan aku tidak bisa terpisah oleh Satu. Satu yang selalu saja memberikan kisah di kenangan yang akan selalu aku ceritakan. Mari kita rangkul Satu menjafi bagian dari kisah di kenangan kita sayang.
Malamnya, iya malamnya kamu mulai mengganti foto akun sosmedmu dengan foto kita. Ya aku pun mengikuti tindakan yang kamu lakukan. Setelah aku mengganti tampilan foto sosmedku, banyak yang berkomentar. Mulai dari mereka yang menanyakan hubungan kita, dan menanyakan semua tentang kita. Tapi sungguh saat itu ada salah satu kawanku yang berkata bahwa kamu itu sangat mirip dengan kawannya sieks yang menjadi incaranku saat dulu. Iya incaran yang tidak kudapatkan melainkan hanya mendapatkan sieks. Kawan dari incaranku. Tidak sedikit juga yang berkata bahwa kamu mirip dengan sieks. Iya hampir semua kawan yang pernah menjadi saksi akan kisahku dengan sieks berkata seperti itu. Dan mengatakan bahwa aku tidak bisa move on dari sieks. Sungguh aku ingin memulai dengan yang baru tanpa ada sangkut paut dengan sieks. Karena menurutku jika kisahku berkahir maka semua harus diakhiri, agar aku bisa memulai dengan kehidupanku yang baru. Jika pendapatku salah maka biarlah. Karena ini adalah caraku untuk melanjutkan hidupku. Iya hidupku yang akan lebih bahagia.
Keesokannya ibuku mulai berkomentar semua tentang kamu. Karena mungkin saat itu aku sering menyebut nama kamu disetiap perbincanganku dengan ibuku. Ibuku berpendapat kalau kamu itu anak baik – baik. Dan ibuku berkata jalani dulu saja. Lebih baik dengan yang ini dari pada dengan yang dulu. Iya, iya aku paham apa yang dimaksud  ibuku itu. Lampu hijau mungkin sudah diberikan. Baiklah mari kita lanjutkan.
Tenang, semua masih berlanjut. Kita lihat saja nanti.
Senja datang lagi. Dan kini aku harus bersiap untuk kembali menjalankan rutinitasku. Penat? Mungkin sudah tidak. Pasti kau paham apa maksudku. Iya pasti paham. Tersenyum saja jika kau paham. Tapi jika tidak. Cobalah untuk tersenyum pasti kau akan paham.
Saat itu seusai sembahyang 3 rakaat aku lekas pergi meninggalkan rumahku menuju rutinitasku. Dengan ditemani doa agar selamat sampai tujuan. Dan dengan ditemani lagu dari Willamete Stone yang berjudul “Like your Hearts” sedikit cerita tentang lagu ini. Iya lagu yang aku kenal dari salah satu film barat yang aku sukai. Film yang berjudul “If I Stay”. Di lagu itu sebenarnya menceritakan tentang lelaki yang masih setia menunggu kekasihnya. Iya kekasihnya sedang koma saat itu. Antara hidup dan mati. Dan saat si lelaki itu memainkan lagunya dengan alunan gitar keajaiban pun datang. Si kekasihnya sadar. Dan mereka melanjutkan kisah hidup mereka. Ah aku suka banget sama alunan nadanya. Aku pingin di gitarin sama kamu bang. Digitarin lagu ini lagu yang berjudul “ like your Hearts”. Sungguh aku ingin kamu gitarin lagu ini buat aku sayang.
Gelap pun datang dan aku masih di perjalanan. Perjalanan malam yang sangat membuatku nyaman. Iya aku masih menikmati perjalannanku saat itu. Seakan aku harus bisa menikmatinya sebelum aku akan berpisah dari kenikmatan ini. Angin malam yang mengingatkan akan kisah – kisah yang pernah terjadi. Husshhh!! Lupakan lupakan. Sekarang ada si abang. Yang akan mengukir kenangan indah bersama aku. Iya iya. Lanjutkan saja perjalanan ini. Dan hingga tiba saatnya aku sampai di perempatan besar. Belok kiri ke arah jalan Angsana dan belok ke kanan ke arah rutinitasku.
Seperti biasa aku melakukan cek keamanan. Iya untuk tetap menjaga agar rutinitasku tetap aman. Dan aku berjalan membawa kuda bermesinku ke arah tempat parkir. Dan disana aku bertemu kamu sayang. Ah kamu kenapa selalu menghantuiku. Tapi ini bukan menghantui. Hanya saja menemuiku. Uh kamu yaaa, selalu bisa bikin aku tambah semangat. Ada sedikit percakapan si saat itu. Percakapan kaya gini:
“ko aku duluan yang sampe”, katanya
“iya ya ko bisa ya (sambil senyum ketawa va jelas)”
“yauda ya aku mau 4 rakaat dulu dadaah”, katanya
“iya dadah”, kataku
Ah kamu semakin buat aku bahagia saja. Kebahagiaan yang kubawa ini memberikan motivasi yang kuat untukku. Iya seakan ada dorongan untuk selalu bisa tersenyum di setiap saat. Senyum bahagia karena kamu sayang. Aku bahagia sayang.
Tapi haruskah sedih atau haruskah bahagia. 2 hari menjelang untuk beranjak mencari suasana yang baru. beranjak Meninggalkan tempat kecil yang penuh cerita. Meninggalkan ruangan yang selalu menjadi saksi kisah kisah yang pernah ada. Meninggalkan setiap detail bagian yang terlihat dari satu sisi. Meninggalkan sosok sosok yang pernah kuhidupkan hingga saat ini masih dikenal dikenang yang selalu membuatku tidak merasa sendiri selalu menemani selalu menghantui selalu membuatku gila oh Bella Betty Bollu jika kalian benar ada maka temani kawan - kawanku bantu mereka.
Meninggalkan kalian yang selalu ada selalu mengertiku selalu membuatku tertawa dengan tingkah kalian, selalu membuatku menjadi gila, selalu membuatku nyaman dan semangat untuk datang datang datang lagi, selalu membuatku nyaman. Meninggalkan kisah kisah yang dulu pernah ada, tak banyak yang tau tak banyak yang mengerti namun dulu itu pernah ada, salah satu yang sempat membuatku untuk semangat datang, datang dan datang lagi. Dan harus meninggalkan kamu untuk melewati sebagian penuh hari harimu tanpa aku. Tak lama tak seberapa namun awal yang indah yang bisa kita abadikan.
Oke mari kita jalankan rutinitas hari ini dengan penuh semangat. Aku beranikan mengajukan diri untuk menjalankan tugasku di ruangan yang menjadi saksi perjalanan ku selama menjalankan rutinitasku. Ya walau aku tidak ditugaskan di rutinitas itu, tetap aku meminta kepada yang bisa membuat aku ditugaskan ditempat itu. Iya ditugaskan bersama kalian, Bella, Betty, dan Bolu. Iya ditugaskan bersamamu. Aku beranikan diri berkata langsung kepada yang bertanggung jawab untuk memberikan tugas ini kepadaku agar bisa ada diruangan yang menjadi ruangan spesial untukku dan bisa bersamamu tentunya.  Jam berganti terus berganti. Hingga berakhir dan hingga aku harus menyudahi rutinitas pada hari itu. Dan kita beristirahat. Menikmati indahnya pemanis tidur. Menikmati lelahnya hari itu. Walau kita tidak bisa pulang bersama. Iya karena saat itu kamu sedang menjalankan tambahan rutinitas penatnu bersama si pink. Tapi taj apa yang penting aku sudah cukup bahagia bisa seharian sama kamu bersama si pink.
 “Kamu hati – hati ya sayang. Jangan lama – lama sama si pinknya. Nanti aku cemburu sayang. Aku pulang duluan ya sayang. Aku sayang kamu kesayangannya aku”
Kunikmati istirahat siang yang lumayan sangat membuatku menjadi lebih segar. Matahari menyongsong. Sinarnya bagaikan tidak akan pernah padam menyinari hati aku yang sedang berbahagia. Iya siang itu aku sibuk menyiapkan semua yang harus aku siapkan untuk besok. Untuk tidur bersama kalian kawan – kawan ku. Kamu yang ternyata sedari tadi mengabariku sampai aku hiraukan karena kesibukanku mengurus semua yang harus aku urus. Hingga tiba saatnya aku harus kembali ke rutinitasku. Iya hari itu aku lebih awal datang ke rutinitasku karena aku harus menjalankan kesibukan di akhir rutinitasku. Kesibukan untuk perpisahan pastinya. Sungguh berat berangkat saat itu. Berat sekali rasanya. Seakan 1 tahun yang lalu aku masih menjalani hari pertama di rutinitasku. Tapi inilah jalan yang memang harus aku lalui menuju kehidupan yang bahagia. Jadi ucapkan saja basmalah agar semuanya lancar. Iya lancar dan sukses. Boleh kok diaminkan. (Aaminl
Matahari berganti pada posisi senja. Dan matahari tetap pada posisi senja. Aku yang terus mencari kesibukan untuk perpisahan nanti. Dan kamu yang terus menungguku diluar. Iya hanya untukku. Pasti saat itu kamu masih ngantuk ya sayang. Masih lelah. Kamu pulang telat karena tambahan rutinitas dan harus menemuiku saat posisi matahari akan senja. Terima kasih sayang atas kehadiran kamu untuk memenuhi permintaanku ini. Terimakasih sayang.
Selesainya semua yang harus aku kerjakan aku menemuimu. Menemuimu untuk bisa berdua bersamamu. Kita berjalan menelusuri jalan angsana. Belok ke arah jalan besar hingga akhirnya kau mengajakku kerumah kawanmu didaerah yang sudah aku kenali. Kau mengajakku naik ke tangga yang ada disamping rumah itu. Ya karna memang kontrakannya berada dilantai 2 jadi kita harus naik tangga terlebih dulu.
Aku masih ingat jelas saat itu. Masih terlihat sangat jelas. Kau meminjam gitar kawanmu. Kau membawakan satu buah lagu yang aku tau jelas lagu apa itu. Maafkan aku sayang waktu itu aku sempat terngiang akan masa laluku. Aku terngiang akan tengah malam melalui telepon tanpa kabel. Suara petikan senar dan suara indah yang menemani sunyinya malam di masa laluku. Mungkin sama seperti lagu dari Katy Perry yang berjudul Thinking of you:
Comparisons are easily done
Once you've had a taste of perfection
Like an apple hanging from a tree
I picked the ripest one
I still got the seed

You said move on
Where do I go
I guess second best
Is all I will know

Cause when I'm with him
I am thinking of you
Thinking of you
What you would do if
You were the one
Who was spending the night
Oh I wish that I
Was looking into your eyes
🎵🎵
Maafkan aku sungguh maafkan aku. Tapi aku tahu, aku harus bisa realistis. Karena sekarang aku bersamamu sayang. Aku harus melupakan kenangan saat dulu dan memulai kenangan baru bersamamu.
Saat itu kita masih belum memiliki nomor ponsel. Iya maksudku aku belum punya nomor ponselmu dan kamu juga belum punya nomor ponselku. Dan disaat itu kamu memintaku menuliskan nomorku diponselmu dan juga sebaliknya, kamu menuliskan nomor ponselmu di ponselku dengan nama “sayang”. Ah iya kamu memang kesayangannya aku.
Senja masih berlanjut dan kamu masih bercerita tentang dirimu, tentang semua pengalamanmu. Dengan senyumanmu dengan tawamu dengan candaanmu yang masih sangat jelas aku ingat. Aku sangat nyaman ada disampingmu sayang. Bersandar di bahumu, sejenak seperti melupakan hal yang akan aku hadapi. Aku rindu akan suasana seperti itu sayang. Aku rindu sayang. Dengan posisi masih senja kau memberikanku hadiah perpisahan yang membuatku sangat bahagia saat itu. Sungguh aku ingin tetap senja. Tetap seperti itu. Tetap bersamamu sayang. Namun perpisahan sudah menantiku.
Matahari pun tetap enggan dengan posisi senjanya. Hingga bergulir dan gelap pun tiba. Kita berangkat bersama menuju rutinitas yang sangat berat untukku. Karna hari itu aku harus berpisah dengan hal - hal yang sudah membuatku nyaman. Kita menelusuri jalan besar belok ke arah kanan di pertigaan depan hingga menuju jalan angsana. Aku memelukmu dari belakang seakan aku tidak ingin melepaskanmu untuk pergi semenit saja dari dirimu sayang.  Aku sayang kamu kesayanganya aku. Kita terus bercerita di jalan. Menceritakan perpisahanku pastinya. Aku masih ingat katamu “bicara saja, kamu pasti bisa”. Ah sayang aku sebenarnya sangat sedih untuk menjalani ini semua. Bagaimana tidak baru 2 hari mempunya hubungaan denganmu tapi kini aku harus meninggalkan kamu sayang. Aku sedih sayang.
Kujalankan rutinitas terakhir ini dengan penuh semangat. Menjalankan tugas ini seharian bersamamu, terus Melihatmu, terus Mendengarmu, Tertawa bersamamu. Tidak terlalu lama namun bisa membuatku semangat untuk menghadapi hari itu. Hari yang sebenarnya aku hindari. karna aku belum siap untuk kehilangan orang - orang yang aku sayang. Tersenyum lebar tertawa riang. Ah aku tidak bisa melupakan hari itu. Saat si pink menemani kita. Memanggil namamu. Jujur aku tak kuat saat hari itu. Tak terasa apapun tapi seperti ada yang menahanku. Tak kunjung hilang uluran tangan kawan - kawanku yang selalu hadir menjengukku untuk sekedar membuatku lebih merasa baik. Membuatku sekedar melupakan kesedihan yang sedang aku rasakan. Kau terus memberikan motivasi untukku. Kau terus membuatku semangat saat hari itu. Mungkin lagu leaving on a jet plane sama dengan keadaanku saat itu.
00.00 jam makan malam bagian lelah. Ya saat itu aku sedang menjalankan rutinitasku dimalam hari. Aku beristirahat sejenak dengan menyantap hidangan spesial. Iya karena malam itu ada malam terakhir aku menyantap hidangan di tempat yang bisa dibilang sebagai tempat pertama kali melihat kamu sayang. Masih bersama kawan – kawanku, masih bercanda bersama, masih makan bersama, dan masih menjalankan permainan yang membuat kemalasan merajai diri ini. Tapi sayangnya malam itu aku yang kalah. Iya untuk pertama kali semenjak permainan itu dimulai akulah yang kalah. Akulah yang harus membereskan semua peralatan makan. Aku susun gelasnya. Aku susun tempat makannya. Aku susun sendoknya. Dan aku bawa menuju tempat pembuangan. Dan saat menuju tempat pembuangan aku bertemu dengan kamu. Betapa malunya aku. Hingga dia bertanya “kamu kenapa”, tapi karena di belakang barisanku ada banyak kawan – kawanku yang lainnya diapun langsung pergi meninggalkan aku. Duh sayang ini saat – saat terakhir melihatnu di tempat yang membuat suasana hatiku menjadi berbunga – bunga. Dan sekarang saatnya kembali kerutinitas terkahir ku. Kembali ke “satu“ dan kembali bersama si pink.
Detik berubah menjadi menit dan berubah menjadi jam. Jam demi jam mulai berganti. Hingga hari pun berganti. Dan hingga tiba saatnya aku harus berpamitan. Berkunjung dari satu ruangan ke ruangan lain. Hanya untuk sekedar berpamitan. Tertahan tapi sesak. Saat mengunjungi kalian kawan terbaikku. Aku terus menahan. Menahan agar tak menjadi sesuatu yang sangat membuatku terlihat lemah. Aku terus berkata "nanti nanti ada saatnya", itu agar kalian bisa tersenyum. Karena yang aku inginkan senyuman kalian bukan airmata kalian. Saat semua ruangan sudah dikunjungi, dan ini adalah bagian tersulit yang harus aku hadapi. Berpamitan sama sosok yang sudah hadir dikehidupanku. Ini terlalu singkat untuk kita. Memang semua datang terlambat. Tapi cobalah mengerti keadaanku. Kita bisa menghadapi ini. Karena aku sayang kamu. Kamu sayang aku. Dan kita bisa selalu bersama.

Hingga saat itu aku membuka pintu ruanganmu dan berpamitan. Sungguh rasanya aku ingin lari. Aku ingin pergi saja tanpa berpamitan. Iya seperti yang aku katakan hari itu sama seperti lagu dari Liz Phair yang berjudul Leaving on a jet plane. Iya sama dengan keadaanku pagi itu. Seperti ini sekiraanya lirik dari lagu itu.
All my bags are packed 
I'm ready to go 
I'm standing here outside your door 
I hate to wake you up to say goodbye 

But the dawn is breakin' 
This early mornin' 
The taxi's waitin' 
He's blowin' his horn 
Already I'm so lonesome I could cry 

So kiss me and smile for me 
Tell me that you'll wait for me 
Hold me like you'll never let me go 
Cause I'm leaving on a jet plane 
Don't know when I'll be back again 
OH BABE I HATE TO GO🎵🎵
Now the time has come to leave you...
Meninggalkan kamu untuk menghabiskan rutinitasmu tanpa aku lagi. Tapi sayang, aku pasti kembali. Kembali menghabiskan rutinitas bersama kamu lagi. Aku benci ini sayang. Benci harus melakukan ini.
Tapi hari itu sungguh bahagianya aku. Bersama kalian orang - orang yang aku sayang. Terima kasih penanggungjawabku telah mewujudkan apa yang aku inginkan selama 2 hari itu. 2 hari singkat yang sangat membahagiakan aku. Bagaimana tidak. Pikirkan saja apa yang sedang aku rasakan saat itu. Menghabiskan sebagian waktuku selama 2 hari berturut - turut bersama sosok itu. Sosok yang kini menjadi bagian terindah dalam hidupku.
Hari berlanjut. Hingga tiba saatnya untuk kembali kekediaman kami. Ya, saat itu aku tidak kembali kerumah usangku. Melainkan harus kembali ke tempat kawanku. Karena kami ingin tetap bersama.
Kau masih menungguku didepan. Yang sedari tadi aku lama berpamitan dengan kawanku. Kau masih menunggu didepan. Kau menitipkan pesan kepadaku, "jangan lupain kawan - kawanmu". "Iya". "Kita pasti akan jarang ketemu", katanya.  " ya setidaknya 2 minggu sekali sempatkan untuk bertemu", kataku. "Kitakan punya kesibukan masing - masing, minggu besok aku mau balik kekampung halamanku, tapi aku usahakan kita akan bertemu", katanya. "Iya" kataku.
Sungguh aku ingin meneteskan air mata saat itu. Bagaimana tidak? Coba pikirkan saja apa yang aku rasakan saat itu. Seakan itu pertemuan terakhir. Seakan itu perbincangan terakhir. Kau kembali pulang ke kediamanmu dan aku kembali ke tempat kawanku.
Pagi menjelang. Aku masih terus merasakan manis pahitnya hari kemarin. Senang sedihnya hari kemarin. Hingga aku tersandar dalam lamunan yang mulai membusuk. Terpendam dalam tak terlihat. Mendengar yang pernah didengar. Tidak melihat yang pernah terlihat. Hingga Alunan suara nan indah. Menemani pergantian waktu. Detik demi detik angin berhembus menghantarkan puing puing yang berserakan. Rangkaian angan yang didamba hilang sekejap. Awan hitam menarik segala keindahan, yang nampak hanya garis yang membentang diluasnya langit. Seakan alam ingin berteriak. Kehangatan yang terabaikan. Raut wajah yang nampak seakan kehilangan. Tidak berdaya tersungkur disudut ruangan tidak berdinding. Menghirup aroma yang muncul. Terpejam hingga terbawa ke masa yang pernah terjadi. Entah hanya halusinasi atau kerinduan yang tak berarti. 
Semua masih berjalan baik - baik saja. Hari demi hari aku lalui dengan menyibukan diriku. Agar tidak terbayang betapa sakitnya tidak ada disisimu. Minggu pun berganti. Namun semua masih baik - baik saja. Masih berkomunikasi masih bercerita. Dan masih sangat aku rindukan.
ketika air terjatuh dari kelabunya awan, membawa kebahagiaan yg telah lama dinantikan, dan mengalir membawa semua kisah buruk yang pernah terjadi, jauh ketempat yang tidak terhingga. Disaat itulah aku terdiam dalam sepi. Hiruk pikuk dunia ini seakan ku abaikan. Entah apa yang terlintas dalam benak ku. Apakah yang akan aku lakukan?. Aku tau, semua ini akan mengalir seperti air. Semua ini akan hilang, bagai luka yang terobati. Namun ketika aku melihat kaca indah yang terselimuti embun pagi yang tercampur dengan sisa hujan semalam. Hanya ada 1 hal yang terus aku pikirkan. 1 hal yang membuat aku tidak berdaya saat aku tau, aku tak bisa menemukannya. Secarik kertas usang ini mungkin bisa menggantikanmu. Sejenak menghilangkan rasa rindu yang masih aku rasakan ini. Aku torehkan beberapa kalimat hingga membentuk suatu paragraf indah yang tak memiliki arti. Aku berharap kamu bisa membacanya. Tapi sebelum kamu membacanya, mungkin kertas usang itu sudah terbasahi oleh air dari langit yang kelabu, kertas usang itu akan basah, dan akan hancur, dan kamu tidak akan bisa membacanya, dan mengetahui apa yang aku rasakan. Daun bergoyang riang tertiup hembusan angin, aku pun merasakan hembusannya didalam kesunyian ini. Burung bernyanyi riang, seakan mencoba menghiburku yang selalu menatap kelangit luas yang masih kelabu. Di tempat ini, aku hanya bisa mendengarkan hewan kecil berantena yang selalu berbaris rapih, hewan itu mencoba menghiburku dengan beberapa kalimat yang dituliskan dikertas usang yang terus ku genggam ini. Tapi hewan itu hanya menuliskan 1 kata, yakni "sabar". Diam sejenak ku pikirkan apa maksudnya, tapi aku bodoh, aku tidak tau apa maksud dari kata itu.. Kemudian kepakan sayap indah itu datang dan hinggap ditelingaku, dan dia berkata : "hentikan semua ini, hilangkan, dan buang jauh - jauh. Rasa rindumu pasti akan berakhir, walau kamu tak tahu kapan rasa itu akan berakhir..". Aku rindu sayang. Aku sungguh rindu padamu.
Masih berganti kebahagiaan. Masih berbagi cerita, iya aku masih mengingat cerita akan pengalamanmu yang hampir saja menjadi amukan para penggemar yang memusuhi tim kesebelasan kesayanganmu. Saat itu kamu tertinggal dari rombongan yang mengantarmu untuk kembali ke kampung halamanmu. Hingga akhirnya kamu berlari menghindar dari amukan orang – orang yang membawa berbagai macam senjata. Kamu terluka saat itu. Tapi untunglah ada warga baik dan mau menyelamatkanmu. Hingga akhirnya kamu diantar menuju rombongan yang akan mengantarmu pulang. Mungkin itu yang membuat kamu membenci tempat dan semua penggemar yang juga membenci tim kesebelasan kesayanganmu. Tapi apapun itu yang kamu katakan. Semua kebencianmu tentang kota itu, sungguh aku mengabaikannya. Karena kota itu adalah kota kelahiranku. Kota yang pernah membesarkanku  kurang lebih selama 8 tahun. Kota yang memiliki banyak kenangan akan masa kecilku. Masa – masa indah yang pernah terjadi. Mulai dari aku belajar berjalan di taman kota yang masih sejuk, belajar mengendarai sepeda roda tiga. Belajar akan pahit manisnya kehidupan. Sungguh aku rindu. Disaat aku masih bahagia tanpa ada masalah yang mendekat. Selalu tersenyum tanpa tekanan. Aku ingin kembali kemasa kecilku. Sungguh.
Jumat 2 mingguan. Waktunya kongkow 2 mingguan dengan kawanku.  Kami masih selalu menyempatkan diri untuk berkumpul lagi dan lagi. Setidaknya untuk mencurahkan semua perasaan yang kita rasakan 2 minggu penuh denggan rutinitas padat, dengan semua tekanan dan dengan semua masalah pribadi yang muncul.
Niatku sambil menyelam minum air. Bermaksud bertemu denganmu. Namun aku lupa kalau saat itu kau harus kembali ke kampung halamanmu. Namun mendengar cerita kawan - kawanku sudah lebih dari cukup menambah kebahagiaan ini. Menambah rasa sayang ini. Menambah rasa ini untukmu. Dan kamu harus tanggung jawab akan hal ini. Aku bahagia sayang. Dan kini aku harus kembali ke rumahku. Walau sedikit kekecewaan tergambarkan di wajahku tapi aku harus mengerti keadaanmu yang merindukan keluargamu di kampung halamanmu. Baiklah, have fun ya sayangku. Kalau kamu bahagia pasti aku lebih bahagia. Aku sayang kamu. Aku rindu padamu.
Aku pun kembali kerumah dengan penuh harap akan kerinduan yang tidak berujung ini. Aku letakan perasaanku ini pada dinding kaca yang sudah terguyur oleh rintikan hujan. Namun masih jelas bisa aku rasakan indahnya. Kamu masih mengabari aku. Iya aku pun masih mengabari kamu. Tapi ini sudah malam. Waktunya kita untuk beristirahat dan mengenang semua yang sudah terjadi di hari ini. Selamat tidur kesayangannya aku yang lagi ada di kota kelahiraannya. Mimpi indah ya sayang. Aku tidur duluan ya sayang. Sampai jumpa di dunia kita. Didunia mimpi.
Keesokannya kau sudah ada dikampung halamanmu. Kamu menceritakan perjalanan bahagia mu menuju kampung halamanmu. Indahnya pemandangan disana, seejuknya udara disana dan bahagianya kamu bertemu keluargamu. Iya anak pertama dari 3 bersaudara yang kini masih menjadi kekasihku sangat bahagia sekali bertemu adiknya yang masih kecil yang kurang lebih baru berusia 13 bulan. Bagaimana tidak lucu. Dari foto yang kamu kirimkan ke aku saja sudah bisa kubayangkan betapa lucunya adikmu itu. Dan tak ku sangka. Aku bisa berbicara dengan adik kecilmu. Kau menghubungiku dan menawariku untuk berbicara dengan adikmu. Jelas aku iyakan. Aku ingin berbicara banyak dengan adikmu sepsrti berbicara:
“hallo adik sayang, aku kekasih dari kakakmu salam kenal”
Tapi pasti dia belum mengerti. Walau tidak bisa banyak berbicara karna memang masih belum bisa berbicara, namun dari suaranya sudah pasti terdengar betapa lucunya adikmu. Aku ingin tertawa mendengar suara lucunya yang menggemaskan itu. Selucu dirimu yang membuatku semakin bahagia memilikimu.
Kamu menghabiskan waktu 3 hari berturut – turut dikampung halamanmu. Cepat pulang ya sayang. Agar kita bisa bertemu.
3 hari berlalu, kamu kembali ke kota ini. Kamu kembali menjalankan rutinitasmu. Dan masih bersamaku jelas.
Matahari tetap bergulir. Beranjak memutari bumi. Hari terus berganti. Mendatangkan masalah baru namun bukan masalah denganmu. Karena masih berjalan baik - baik saja tanpa ada masalah. Tanpa ada perselisihan. Namun aku rindu. Aku sangat rindu.
Senja kembali datang namun tak lama gelap menggantinya. Garis indah itu selalu hadir menemani sunyinya malam – malam yang aku lewati. Dan sampai malam ini aku pun masih ditemani garis indah itu. Masih sama, masih menggunakan secarik kertas usang untuk kulukiskan indahnya garis itu. Mungkin hanya kamu yang mempunyai garis itu.  Malam ini memang masih sama seperti malam2 lalu, masih sunyi, dan masih ditemani oleh rintikan air hujan yang jatuh. Dingin..?, Memang itu yang selalu aku rasakan. Tapi dingin itu akan hilang ketika aku mengingat garis indah itu. Seakan - akan kulihat sesosok berdiri didepan rumahku, aku mulai meraba sosok itu. Sejenak ku pikir, apakah dia adalah sosok yang mempunyai garis itu..?. Tapi tiba – tiba suara itu memecahkan kesunyian dan sosok itu pun hilang, ternyata itu hanya halusinasiku saja. Berkali kali ayah memanggilku untuk segera bergegas menuju tempat untuk mengistirahatkan tubuhku. Tapi aku masih di tempat ini, masih berharap sosok itu hadir lagi. Jendela ter selimuti embun dan air hujan ini sebagai saksi bisu bahwa aku masih di sini untuk menunggu sosok yang mempunyai garis indah itu yang dapat membuatku tertidur dengan nyenyak. Memang sangat susah untuk bangun dari halusinasi yang gila ini. Apalagi halusinasi ini hadir disaat aku sendiri ditempat yang sunyi. Kepalaku sudah tak kuat untuk menahan letihnya tubuh ini, tapi aku masih belum bisa menghilangkan halusinasi ku ini. Suara ketakutan, suara tertawa terbahak - bahak, suara mengagetkan, suara menyeramkan dan semua suara yang muncul dari televisi tidak bisa memecahkan heningnya malam itu. Ku ingin melihat bintang, berharap garis indah itu ada disalah satu bintang malam ini, ku coba menatap keluar dan melihat langit malam. Tapi yang aku liat hanya langit yang dipenuhi awan yang sangat kelabu. Dimana bintang - bintang itu..?. Kucoba mencarinya tapi tak kunjung kutemukan, dan yang aku liat sekarang hanya garis menyeramkan dan mengeluarkan suara yang menakutkan. Langsung ku tutup kedua mata ini, aku sangat takut untuk melihatnya lagi. Tiktiktik hujan mulai turun, tidak terlalu lebat tapi rintikannya bisa membuat kolam ikan itu penuh dengan air hujan dalam waktu beberapa menit. Dan kini yang kudengar adalah suara dari kicauan hewan malam itu. Suara yang muncul dr pohon itu, entah apakah dia kehujanan atau dia sedang berlindung dipohon itu. Suaranya sangat menakutkan tapi aku masih belum bisa melupakan garis indah itu dan bergegas untuk tidur. Jam sudah menunjukan pukul 00:00. Tapi aku masih belum bisa menghilangkan halusinasiku ini, kuambil kertas usang yang sudah ku genggam kuat dan berbentuk seperti bola. Ku genggam erat.  Cukup erat. Diluar hujan mulai agak reda tapi dinginnya malam mulai menusuk tulang ini, embusan angin mulai membisik ditelingaku, helai demi helai rambut ini pun tertiup hembusannya. Tapi susah dan belum bisa menghilangkan halusinasi itu. Sesosok itu pun muncul lagi didepan jendela itu. Ku raba lagi sosok itu dan dia mendekatiku, fyuh kututup mata ini, tapi setelah kubuka mata sosok itu masih ada dan semakin mendekatiku, sosok itu kini ada didekat telingaku, sosok itu berbisik ditelingaku. Dan sosok itu berkata, "hari sudah menjelang pagi, tubuh, mata, fikiran kamu sudah sangat letih, istirahat lah sejenak, agar esok kamu lebih segar dan bisa menemui sosok bergaris indah itu. Percayalah dia akan datang dimimpimu malam ini, dan memberikan garis indah itu hanya untuk kamu. "
 Dan sosok itu pun menghilang, entah, apakah itu hanya halusinasiku saja atau..
Baiklah kucoba bergegas untuk beristirahat sejenak terlelap ditempat yang sangat empuk, dan meminta kepada Tuhan agar aku diberikan mimpi yang sangat indah, yakni melihat garis indah yang jika ditarik akan memunculkan senyuman indah itu. Iya senyuman kamu yang membuat aku sangat bahagia. Aku rindu. Aku masih rindu.
Pagi menjelang. Matahari menyambutku dengan sambutan yang hangat. Gelap menjadi terang. Kubuka mata dipagi ini. Senyuman pagi sang mentari teraasa begitu hangat menyapaku. Ku lihat beberapa kertas usang yang berbentuk seperti bola tak beraturan berserakan disamping tubuhku. Kucoba mengambil salah satu kertas usang itu, namun aku tak bisa, tubuhku masih lemas untuk dapat meraihnya. Kudiam sejenak. Dan sekali lagi ku coba untuk mengambil kertas usang itu. Aku duduk diatas empuknya kendaraan mimpi ku. Ku bersandar disalah satu kawan mimpi ku. Ku coba membuka kertas usang yang sudah tak berbentuk itu. Perlahan namun pasti kertas itu mulai menunjukan beberapa huruf yang menyusun 1kata. Namun saat aku ingin melihatnya tiba – tiba suara gaduh itu memecahkan kesunyian pagi yang cerah ini. Ku beranjak dari kendaraan mimpi ku dan meninggalkan kertas itu diatasnya. Aku penasaran dari mana asal suara itu. Kuikuti suaranya dan Kulihat keluar kamar kecilku. Tidak ada hal yang mencurigakan. Kulihat ke semua ruangan dirumahku. Ternyata memang tidak ada kegaduhan. Ah sial ternyata itu suara dering alarm telepon ku saja. Aku segera mengambil telfon ku dan langsung menghentikan alarm tersebut. Bergegas kembali ke dalam kamar untuk melihat kertas – kertas itu. Kunaiki kembali empuknya kendaraan mimpiku. Dan kubuka perlahan lagi kertas itu. 1 kata yang ada dikertas itu adalah "mimpi". Entah apa artinya, karena aku tidak ingat apa yang sudah aku lakukan semalam. Yang aku ingat hanyalah Mimpi indah yang menemani ku terlelap dalam tidur nyenyakku. Dingin tak kurasakan, gangguan serangga penghisap darah pun tak kurasakan. Itu karena mimpi indah yang menyelimuti ku. Kudiam sejenak, ku berpiikir, tapi entah pikiran ku kacau, banyak yang aku pikirkan. Tapi aku belum bisa mengingat kejadian apa yg terjadi semalam. Dan tiba – tiba hujan turun. Tiktiktik .. jendela ini berembun dan terdapat banyak air hujan yang menetes dijendela ini. Kurasakan dinginnya jendela ini dan ku teringat apa yang aku lakukan semalam. Semua kejadian tentang perasaan ini. Dan ternyata sosok yg semalam membisiki telingaku benar. Aku bisa mendapatkan senyuman itu semalam. Senyuman yang diberikannya hanya untukku. Dan rasanya sangat indah sekali. Aku pun tersenyum malu mengingat mimpi itu. Masih ada 3 kertas yang berbentuk bola tak beraturan diatas empuknya kendaraan mimpiku. Mungkin aku akan mengetahui apa saja kata yang tertulis didalamnya. Tapi tidak sekarang. Karena sekarang aku harus menyapa hembusan angin yang selalu bertiup dan mencoba menyapa ku.. Selamat pagi kebahagiaanku.
Hembusan angin terus membisik ditelingaku. Sapaan lembutnya membuatku merasa sangat nyaman. Aku Duduk disamping tempat yang berisikan banyak ikan yang mulai menghampiri jemariku yang tak sengaja kucelupkan ketempat itu. Suara air menggericik menemani pagi ku ini. Aku mengambil sebuah tempat makanan untuk ikan dan aku berikan segenggam makanan ini untuk ikan itu. Semuanya berebut untuk memakannya. Tenang dan nyaman sekali berada didekat tempat ini. Tatapan kosong mulai menatap hal yang aneh untukku. Tempat sampah. Yaps.. Tapi kenapa harus menatap kesana? Lamunanku terhentikan oleh suara klakson motor ayahku. Tiin.. Ku mencoba mengalihkan pembicaraan agar mereka tidak bertanya hal - halyg aneh. Dan kaki ini mulai bergerak menuju tempat sampah. Kulihat kedalamnya dan ternyata ada 3 kertas berbentuk bola yang tak beraturan lagi. Semakin bingung apa maksudnya. Dan aku coba membukanya perlahan. Kubuka dan kubaca dalam hati. Kata pertama yang kulihat adalah "Kamu". Diam, diam, dan diam. Entah apa artinya, apa yang aku lakukan semalam hingga aku menemukan banyak kertas usang ini. Pikiranku melayang jauh kemana - mana. Aku mencoba mencari jawabannya, kucoba mengingatnya. Tapi.. ah sudahlah. Nanti juga pasti akan teringat lagi.. Dan ku bawa 2 kertas berbentuk bola tak beraturan ini dan 1 kertas usang yang telah kubaca tadi kedalam ruangan kecilku. Kugabungkan dengan kertas - kertas berbentuk bola tak beraturan lainnya. Aku penasaran aku ingin mengetahui apa yang ada didalam semua kertas tersebut. Hujan turun lagi. Membasahi dedaunan dan jendela ini lagi. Embunnya terlihat lagi, dinginnya pun terasa lagi. Tapi aku masih belum paham. Terdengar suara lembut menyapaku. Dengan sapaan pagi yang membuatku tersenyum. Kubalikkan badan ini. Dan yang kulihat hanya pintu yang tertutup rapat. Ah halusinasiku mulai lagi. Kenapa harus sering berhalusinasi seperti ini? Apa ada kaitannya sama kamu?? Entahlah cuma Tuhan, dan hati kecil ini saja yang tau.
Hari menjelang siang. Tak terasa ternyata dari pagi aku terlelap nyenyak dikendaraan mimpi ini. Mentari siang yang sangat terik mulai memasuki kamar ini melalui jendela kecilku. Tanganku menyentuh kertas yang tak beraturan ini. Oh iya aku baru teringat masih ada 4 kertas yang belum aku buka. Aku ambil 2 kertas yang ada tepat disebelah tubuh ini. Ku coba bangun untuk bisa membukanya. Namun naas tubuh ku masih lemas. Alhasil aku masih tidak bisa untuk bangun. Aku pun Membuka kertas ini dengan lemas, huruf demi huruf pun mulai terlihat. Rangkaian kata yang indah kah? Atau hanya sebuah kata? Sama seperti kertas lainnya? Entahlah..
Kubuka perlahan lagi dan kata yang terlihat adalah "Rindu”. Semakin membuat aku bingung, entah apa maksudnya. Mentari semakin terik, tetapi kemana perginya hujan? Ku kira hari ini hujan akan terus menemaniku seharian. Tapi kenapa sekarang hujan tidak kunjung datang. Yang ada hanya mentari yang terik yang menggoda aku untuk pergi menikmati indahnya dunia. Mungkin ini adalah rezeki untuk mereka yang sangat membutuhkan mentari agar kegiatannya tidak terhambat sang awan kelabu lagi. Tapi bagiku, mungkin lebih baik hujan datang menemaniku. Agar semuanya tak sesunyi ini. Kini diatas kendaraan mimpi ini hanya ada aku seorang. Menunggu hujan itu datang, dan mengingat semua kenangan indah bersamanya. Toktoktok lamunannku terhenti. Terdengar ketukan pintu yang sangat kencang. Pikirku mungkin itu hanya halusinasiku saja. Tapi kenapa suaranya tak kunjung berhenti. Aku pun beranjak dari tempat yg empuk ini. Aku mendekati suara itu dan suaranya menghilang. Untuk kesekian kalinya aku tertipu oleh halusinasiku. Aku gila. Halusinasiku semakin sering kurasakan. Apa arti nya ini?. Tapi kucoba untuk membuka pintunya dan yang kulihat adalah kamu. Kupeluk erat tubuhmu mungkin sampai kamu sulit bernafas. Hangatnya pelukanmu membuat ku nyaman. Membuat semua rindu yang kurasakan terbayar. Setelah sekian lama aku menunggu hal ini terjadi, dan akhirnya sekarang aku pun merasakannya. Akhirnya kamu ada disini menemuiku.
“@&~"!*#?Meong#*?!"meong “.
Suara gaduh menghancurkan semuanya. Menghancurkan halusinasi kulagi. Lupakan. Itu hanya halusinasi yang terus terjadi dihari ini. Ku kembali melangkah keruangan kecil ku. Kuambil secarik kertas dari laci ku. Kutorehkan kata – kata rindu diatas kertas itu. Dan kini Ku jatuhkan badan ini ke empuknya kendaraan mimpiku. Kupeluk erat boneka besarku. Mungkin  dengan cara ini aku bisa menghentikan semua halusinasiku.
mungkin ini adalah cara yang bisa membuat semua hal yang terjadi ini hilang. Perasaan yang sangat buruk. Perasaan yang sangat sulit untuk dikatakan. Yakni rasa rindu yang tak kunjung reda.
Hari beranjak sore. Mentari mulai bergegas kembali keperaduan dan menyinari belahan bumi lainnya, mentari kemerahan, burung berterbangan menghiasi langit yang jingga. Namun hingga saat ini aku belum bisa merasakan halusinasi yang kurasakan siang tadi. Dan aku masih disini ditempat kecil ini menatap keluar, melihat pemandangan sore nan indah. Disamping tubuh ini memang masih terdapat kertas – kertas usang yang belum kulihat. Tapi kertas -  kertas usang ini pasti akan kulihat.
Indahnya sore, andai kita bisa melihat indahnya sore ini berdua. Hanya aku dan kamu. Tanpa ada yang mengganggu. Halusinasi muncul lagi. Berhenti berhalusinasi!!. Bagai disengat lebah beracun yang ada di serial Hunger Games. Yang membuat korbannya berhalusinasi terus menerus.
Kugerakan tangan ini untuk mengambil kertas itu dan akan kubuka. Kubuka kertas ini dengan penuh rasa penasaran. Setelah kubuka ternyata isinya ada kata "dan kita". Tambah aneh kata kata ini. Aku mengingat apa yang terjadi semalam. Tapi aku lupa. Aku tak ingat apa yang aku lakukan. Secarik kertas menggoda ku. Tapi jika aku ambil kertas itu apa yang akan aku lakukan? Inspirasiku soreini sangat tidak bagus. Gambar? Nulis? Oh tidak.. Tiktiktik. Beranjak ku melihat kearah jendela, ku kira hujan turun, ternyata itu hanya sisa air hujan semalam yang masih membekas diatap rumah ku ini. Sial. Kapan hujan akan turun lagi? Jalan mulai ramai. Hiruk pikuk kehidupan malam mulai terasa.
Malam ini mungkin masih sama seperti malam – malam yang telah aku lalui. Sendiri ditempat sunyi. Hujan dimanakah engkau. Tanpamu malam ini akan semakin sunyi. Jendela ini sudah tidak terselimuti embun dan sisa hujan lagi. Semua hilang. Hanya ada kegelapan diluar sana. Kubuka mata lebar". Tapi tak ada satu pun yang bisa ku lihat. Semua gelap sunyi. Bintang dimana engkau, bulan dimana engkau. Masih sama dipukul 22:00 masih menunggu sosok itu datang. Ku ratapi langit hitam dengan penuh harapan. Pikiranku melayang entah kemana. Ku ingin terbang. Kuingin terbang menemuimu. Namun naas dimalam ini aku masih belum menemuimu. Kubaringkan tubuh yang mulai letih ini ke tempat yang paling empuk diruangan kecil ini. Tak sengaja tanganku menyentuh buntalan kertas dibawah boneka itu. Kuambil kertas itu. Ku buka dan aku melihat kata "akan bertemu". Akan bertemu siapa? Dia? Tapi tidak mungkin. Haduh susunan kata ini semakin membuatku tak mengerti. Tiktiktik hujan mulai turun membahasi jendela kamar ku. Dan membuatnya terasa dingin. Kulihat keluar. Ku rasakan dinginnya hujan. Hingga aku terbawa ke suasana indah bersamanya. Ku renungi semua yang telah terjadi. Garis indah itu yang selalu kulihat. Suara lembutnya terus membuatku semakin tak berdaya. Tak berdaya karena aku tau kita tidak bisa bertemu. Rindu yang tuk kunjung reda ini harus bisa kutahan, harus bisa kupendam sejenak agar aku tidak merasakannya lagi. Susah memang memendamnya. Ku minum segelas air ini berharap aku bisa menenangkan diri ini. Tapi tak berhasil, semua ini rasanya kacau sekali. Kuhempaskan tubuh ini ke empuknya kendaraan mimpiku. Ku berbaring lemah menahan kantuk. Jam menunjukan pukul 23:30. 30 menit lagi hari berganti namun kita masih belum bisa dipertemukan. Kuambil sisa kertas ini. 1 kertas usang yg belum kubaca. Kubuka perlahan sambil kutahan sesaknya dada ini. Huruf demi huruf pun membentuk suatu kata, dan kata demi katapun membentuk suatu kalimat. Ternyata kalimat itu adalah "ah itu hanya". Apa maksudnya? Kuletakan kertas itu bersama dengan kertas usang lainnya. Kuterlelap dalam tidur. Tapi tidak lama. Jam menunjukan pukul 00:00 aku pun terbangun dan sedikit pusing yang kurasakan. Ku ambil segelas air, dan ku minum. Kumelihat beberapa kertas usang tergeletak dibawah. Kuambil selembar demi selembar. Kucoba melihatnya satu persatu dengan mata yg sangat sayu ini. Ingatanku sedikit muncul. Ingatan tentang malam itu. Dan ketika aku menyusunnya membentuk suatu kalimat aku pun mengingat kejadian yang terjadi malam itu. Ternyata malam itu aku terlelap dalam mimpi ku. Tak sadar aku terbangun karena aku tak kunjung tertidur nyenyak. Saat sosok itu datang aku masih mengingatnya. Dan yang kuingat adalah. Aku menuliskan beberapa kata dikertas usang itu. Kata demi kata kutulis hingga membentuk suatu kalimat yakni : "aku rindu kamu dan kita akan bertemu, ah tapi itu hanya mimpi ! ". Ya.. itu kalimat yang ada di beberapa kertas usang ini. Yang telah kucoba susun satu persatu. Tapi aku mengetahuinya karena ada tulisan di kertas merah muda yg tersimpan dilaciku. Mungkin beberapa kertas usang yang lainnya itu hilang. Entah kemana. Sehingga aku tidak bisa menyusunnya menjadi kalimat itu. Tapi sekarang aku mengerti, apa yang sedang kurasakan. Dan apa yang terjadi malam itu. Semua hanya karena kerinduan yang tak berujung ini. Kulanjutkan tidur lelapku dan berharap aku menemukan garis indah itu dimimpiku malam ini. Selamat malam kesayangannya aku. Semoga kita bertemu malam ini. Walau aku tahu kamu masih sibuk dengan rutinitasmu malam ini. Tapi biarlah aku yang menjumpaimu terlebih dulu.
Pagi menyapaku. Kopi hangat menemani pagi yang cerah ini. Tapi pagi itu kau mengabarkanku akan kondisimu yang sedang tidak baik. Kau berkata tubuhmu terasa sangat lelah. Aku khawatir sayang. Aku sangat khawatir. Kucoba membuat kehadiranku disampingmu. Untuk membantu menghilangkan kelelahan dari dirimu. Aku titipkan 2 kaleng susu murni ke kawanmu yang rumahnya tidak jauh dari rumahku. Sore hari saat kawanmu akan berangkat menuju rutinitas, aku sempatkan untuk menemuinya. Hanya sekedar untuk menitipkan 2 kaleng susu dan 1 buah roti itu. Dan dengan tulisan tentunya. Aku sungguh ingin menghadirkan diriku disampingmu. Semoga ini berhasil. Kau kembali kerutinitasmu.
Sepulangnya dari rutinitasmu, kau mengirimi aku pesan singkat untuk berterima kasih akan titipan yang sudah aku titipkan itu. Kau bahagia akan hal itu kau mungkin tersenyum dengan tulisan yang sengaja aku selipkan untukmu. Aku sayang kamu aku senang bisa membuatmu tersenyum sayang. Aku rindu padamu!!
Hari terus berganti. Dan semua keadaan masih baik – baik saja. Masih berkomunikasi. Masih mengabari dan masih bahagia saat itu. Pagi itu aku sedang menikmati hangatnya, manisnya kopi dengan granule yang ada diatasnya. Kita sedang mengobrol dalam chat saat itu. Saat kamu juga sedang menikmati secangkir kopi hangat. Sungguh indah saat menikmati hujan dengan ditemani kopi hangat. Seakan kita sedang menikmati kopi berdua bersama. Mungkin aku bukan peracik kopi, aku tidak bisa meracik kopi nikmat untukmu. Tapi aku adalah penikmat kopi yang bisa menikmati kopi berdua bersamamu.
Hari itu berjalan indah. Mungkin karena diawali dengan manisnya kopi dan semangat yang muncul karena bahagia bersamamu.
Bella pasti kamu sudah kenal kan. Iya karena aku sudah pernah mengenali Bella sama kamu. Bella yang selalu membuatku seperti merasakan keramaian di tengah kesepian yang aku rasakan. Pasti dia selalu bersamamu. Iya biar kamu ngga kesepian. Tapi sungguh aku rindu sama Bella. Bella, Bella nama yang dulu pernah menjadi populer di rutinitasku. Iya bagaimana tidak hampor semua orang dirutinasku mengenal sosok Bella. Iya mereka juga tau bahwa aku yang pertamma kali membuat nama Bella menjadi populer hingga kini. Bella....
...
Hari masih beranjak untuk mengganti kebahagian dengan kebahagiaan lainnya.
H-7 bertemu idola. Ya saat itu aku ingin bertemu dengan idolaku yang akan datang ke negara ku. Aku mengajak sosok yang menjadi bagian hidupku saat itu. Dan dia mengiyakannya. Kebahagiaanku bertambah. Halusinasiku menghantuiku. Akan hari indah yang akan aku lalui.
Minggu penuh kesibukan. Dari awal minggu hingga kini menuju akhir diminggu ini kamu sangat sibuk dengan rutinitasmu. Tapi aku masih tetap menunggumu. Menunggu semua kebahagiaan yang akan kau berikan padaku. Aku mengerti kamu sayang. Hanya saja kamu harus tetap menjaga kesehatan kamu. Aku tidak ingin kamu sakit. Aku ingin kamu tetap bahagia. Seperti kebahagiaan yang selalu menyelimutiku.
Aku masih bersamanya. Masih mengabari. Masih bercerita. Jelas aku masih bahagia. Senja menuju ayam berkokok menuju senja begitu seterusnya. Belum ada pertengkaran. Masih bahagia masih baik – baik saja. Dan masih terus merindukanmu sayang.
Jumat 2 mingguan kembali hadir. Dan aku kembali kongkow bersama kawan sejoli ku. Dan aku kembali berniat sambil menyelam minum air. Namun sayang bari itu kau tidak bisa bertemu denganku. Dan aku masih sama. Masih mendengar cerita kawan - kawanku yang membuat rasa rindu ini kembali terbayar. Hari itu aku terus ditemani kawan dan Taylor Swift yg terus menyanyikan lagunya yang berjudul Back To December🎵🎵
Ah iya aku ingin kembali ke December. Walau kita belum dekat saat itu tapi kita masih menjalankan rutinitas bersama. Bersama denganmu.
Aku masih menunggumu. Mungkin saja kau masih bisa menemuiku. Setidaknya untuk menghilangkan rasa rindu ini. Namun tiba - tiba kau membalas pesanku dengan pesan yang membuatku bertanya - tanya. Ya bagaimana tidak. Kau membalasnya dengan kalimat yang tidak aku harapkan. Aku sedih saat itu. Kenapa? Ada masalah? Masalah apa sayang. Maafkan aku.
Semua berjalan baik - baik saja. Kita masih berkomunikasi. Namun saat itu kenapa kau menjatuhkan aku dengan perkataanmu. Mungkin ini masalah antara kita. Mungkin kita harus menyelesaikannya. Mungkin esok kita harus bertemu dan menyelesaikan semuanya. Semua permasalahan kita.
Senja kembali muncul. Dan gelap dengan cepat kembali hadir. Malam itu kau masih menonton tim kesayanganmu bertanding. Aku masih menunggumu. Hingga tepat pukul 22.00 kau mengabariku. Namun kabar buruk yang kau berikan. Dengan maaf kau beritahuku untuk menggagalkan rencana yang sudah kita buat jauh - jauh hari. Aku masih meyakinkan hal itu. Masih menunggu kabar darimu. Apakah benar akan  batal atau tidak. Apakah masih ada harapan atau tidak.
Jam berganti menuju pukul 23.00 kau meyakinkan aku bahwa kau tidak bisa menemaniku ke tempat yang sudah kita janjikan jauh - jauh hari. Segitu gampangnyakah berkata maaf, hingga kau bisa berkata untuk membatalkan rencana kita. Kenapa sayang? Kenapa?. Segitu remehkah diriku dipandanganmu. Sehingga dengan mudahnya kamu berkata seperti itu. Apa? Kenapa? Ada apa?. Kekecewaanku bertambah. Bagaimana tidak coba saja kamu pikirkan apa yang aku rasakan malam itu. Iya saat tiba - tiba kamu mengabari ini semua.
Aku harus mencari kawan kemana? Ini sudah malam? Tidak sedikit yang masih membuka mata. Sungguh aku sangat kecewa saat itu. Aku mencari kesana kemari. Kawan yang akan menemaniku pergi ke acara itu. Malam - malam aku belum tidur. Tepat pukul jam 12 malam aku masih mencari orang. Masih dengan kekecewaan saat itu. Hingga aku menemukan kawanku yang mau menemaniku.
Aku kecewa. Aku kecewa. Aku kecewa.
Jam demi jam berganti. Aku terbangun dari tidur dan mimpi burukku. Sekitar pukul 3 pagi aku terbangun. Aku lihat sosial mediamu ternyata kamu mengupdate suatu status. Demi gamekah? Atau demi apa? Ah sudah. Ku coba lupakan. Aku coba kembali untuk terlelap namun susah. Iya sangat susah. Sekira pukul 03.30 aku terlelap kembali.
Alarm ku berbunyi tepat pukul 05.00. Aku terbangun untuk siap - siap menuju acara itu. Kau mengirimi aku pesan untuk meminta maaf kepadaku. Aku abaikan. Sungguh aku masih kecewa dengan kejadian semalam. Bagaimana tidak. Coba kamu pikirkan sendiri. Apa yang aku rasakan saat itu.
Aku berpamitan dengan ibuku dan berkata akan pergi bersama kawanku keacara itu. Iya kawanku bukan kamu!! Dan mungkin ibuku paham apa yang sedang terjadi padaku. Ibuku tak bertanya ada apa aku denganmu. Ada apa hingga kau tak datang menjemputku dan berpamitan kepada kedua orang tuaku untuk pergi ke acara itu. Mungkin saat malam itu aku belum tertidur hingga larut ibuku sudah paham bahwa kita sedang ada masalah dan ibuku tau semua akan terjadi. Hingga ibuku tidak menanyakan apapun tentangmu. Terima kasih mah. Kau mengerti keadaanku saat itu. Kau tidak membuat kekecewaanku bertambah. Terima kasih mah.
Tepat pukul 07.15 kami berangkat dengan bermodalkan maps menuju lokasi yang belum pernah aku kunjungi. Hingga tiba dengan selamat. Dan kami menikmati acara itu dengan sangat bahagia. Sejenak melupakan masalah yang sedang terjadi lebih jelasnya. Saat itu mungkin aku kira aku bisa bersamamu. Menghabiskan semuanya bersamamu. Tapi itu hari yang sangat membuatku membenci hari yang diagung – agungkan orang yang sedang kasmaran. Hari kasih sayang Tai. Iya sama seperti yang kamu katakan saat itu. Masih ingatkah kamu?. Kurasa iya. Tersenyum sajalah.
Hari itu mungkin aku enggan untuk mengabarimu. Aku masih kecewa. Namun saat matahari pergi dan saat gelap tiba. Kamu bertanya kepadaku. “udah pulang?”, katanya. “iya udah”, kataku. “gimana puas ga?, katanya lagi. “iya lumayan puas”, kujawab. Kemana kamu yang dulu kamu yang selalu menyelipkan emoticon di setiap chat yang kita lakukan. Tapi kali ini semua chatmu hambar. Kenapa? Seharusnya aku yang melakukan itu. Tapi kenapa malah kamu yang melakukannya.
Waktu untuk beristirahat tiba. Kupejamkan mata ini. Dengan kekecewaan masih tergambarkan sangat jelas.
Matahari datang kembali. Menyapaku dengan hangat. Aku tidak mengabarimu juga saat pagi itu. Jelas aku masih sangat kecewa dengan kejadian dihari sebelumnya. Hingga aku mendapatkan pesan darimu. Pesan yang menambah kekecewaanku. Karna kau berkata untuk menyudahi hubungan ini. Aku sudah membaca pikiranmu lebih awal. Saat kau mengirimi aku pesan pertama pada pagi itu. Aku terus beristighfar membacanya, merasakannya. Aku terus menahan sesakku. Iya aku harus melakukan itu karena saat itu ada ibuku tepat disampingku. Tidak bisa aku menunjukan semua yang sedang terjadi kepadanya. Karena aku jelas tidak bisa menunjukan kesedihanku didepannya. Aku pindah kekamar. Ku tutup pintu. Ku hapus semua pesanmu. Semua chat yang pernah kita lakukan. Semua gambar yang kita abadikan. Semua tentangmu dari ponselku. Dan ku putar lagu - lagu yang menjadi lagu favoritku saat bersedih. Berniat untuk memperbaiki suasana yang aku sendiri ngga tau pasti apa rasanya. Rasa yang membuatku seakan hancur. Sungguh nafasku sesak saat itu. Sungguh sangat sesak. Tidak bisa bernafas jika aku hanyut terbawa oleh keadaan. Masih tertahan didada. Tidak ada airmata yang mengalir namun sesak. Dasar cowo Bren*sek, ba*jingan, an*ing, ba*ilah kau. Aku terus berkata seperti itu bagaimana tidak. Sosok yang selalu membuatku bahagia. Sosok yang selalu membuatku semangat untuk menjalani hari – hariku. Sosok yang selalu membuatku tersenyum saat membaca pesan singkat darinya. Sosok yang selalu membuat kerinduanku bertambah. Sosok yang selalu aku bela didepan kawan - kawanku, sosok yang sudah kuberikan hatiku padanya, kebahagiaanku padanya, senyumanku padanya, rasaku padanya tega melakukan hal itu. Tanpa ada masalah tiba – tiba kau melakukan itu semua. Kau bajingan. Untuk apa kau terbangkan aku dihari - hari sebelumnya. Dan kau jatuhkan di tiga hari berikutnya. Aku kecewa. Aku marah. Aku kesal. Astagfirullah...
...
Kau tanamkan seladang kasih penuh harapan. Kau gunakan alat yang kau punya. Walau hanya peralatan dari bambu tua yang kau punya. Dan kau mulai menanamnya. Kau berikan pupuk dan kau sirami setiap saat. Walau tak ada harapan tanaman itu akan tumbuh. Tapi Kau terus mendamba - dambakan agar tetap tumbuh, agar tetap menjadi kucup indah yang kau idamkan. Kau cabuti tanaman yang mengganggu, kau bersihkan dari hama, kau selalu perindah dengan lantunan nada indah dan tak lupa selalu kau beri kecupan. Kau pun selalu memberikannya impian. Hampir disetiap pagi kau melakukan hal itu. Di saat matahari mulai terbit. Kau berikan semua keindahan yang kau punya. Hingga semua aman dan akan tumbuh menjadi kucup yang sangat indah. Saat dedaunan mulai tumbuh, kau terus rawat, kau terus beri pupuk, kau terus sirami dan terus kau beri kecupan. Setiap pagi setiap matahari terbit kau terus melakukannya. Tak ada hama mendekat. Tak ada gangguan mendekat, dan kau terus berbisik bahwa semua akan tumbuh menjadi indah. Hingga kucup bunga pun terlihat dan mulai mekar dengan terbitnya matahari. Hingga tanaman itu pun menjadi tanaman yang sangat indah. Lalu sesaat awan gelap datang berbisik kepadamu. Awan itu merayumu untuk lekas pergi. Tapi sebelum awan itu mendekat kau sudah mencabuti tanaman itu. Kau cabuti setiap kelopak demi kelopaknya. Kau terbangkan, kau hancurkan, kau jatuhkan dan kau tinggalkan begitu saja. Hingga tanaman itu terbawa oleh air yg terus mengalir bersamaan datangnya air hujan yang turun sangat deras ditemani sang awan gelap itu!! Dan tak tersisa satu kelopak bahkan satu daun pun dari tanaman itu. Hingga kini tanaman itu hanya menjadi kenangan yang tak memiliki harapan dengan kasih.
...
Tidak bisa kubayangkan akan berakhir seperti ini. Berakhir dalam keadaan hubungan yang masih baik - baik saja. Masih dalam keadan hubungan yang hangat. Hangat untuk bersama namun kau bakar semuanya terlebih kau bakar dengan keadaan kau berikan semua kekecewaan ini kepadaku. Kecewa.. kecewa.. sungguh kecewa. Saat itu mungkin aku ingin memutuskan untuk tidak berhubungan dengan semua hal yang menyangkut dirimu. Aku marah aku kecewa. Aku hiraukan  semua pesan kawanku. Semuanya. Mungkin aku sangat bersalah. Hingga melakukan hal itu. Mungkin itu kesalahan terbesarku. Tapi coba mengerti posisiku saat itu kawan. Aku butuh sendiri. Butuh ketenangan. Butuh hari ku sepuasnya. Tanpa ada pertanyaan kenapa dan mengapa.
Semua berjalan baik - baik saja. Tanpa ku tau akar permasalahan terletak dimana. Tanpa kau beritahu kenapa dan mengapa. Tanpa kutau akan seperti ini. Ini ada masalah. Ini ada kesalah pahaman. Ini ada salah komunikasi. Ini ada kesalahan. Ini belum rusak. Ini belum hancur. Ini belum menjadi abu. Aku belum siap. Belum siap untuk melanjutkan hari – hariku tanpa hadirmu. Aku belum siap kehilanganmu. Aku bekum siap untuk kehilangan penyemangat dalam hidupku. Lalu untuk apa? Untuk apa kau lakukan ini. Lalu mengapa kau melakukaannya disaat aku sudah memberikan segalanya padamu. Memberikan kebahagiaanku, hatiku. Kenapa kau melakukannya disaat aku masih menyayangimu, mencintaimu, merindukanmu, bahagia bersamamu, masih ada dihubungan yang sangat hangat. Kenapa sayang? Aku masih ingin disampingmu, dipelukanmu, melihat tawamu, melihat matamu, mendengar semua cerita yang kau ceritakan. Ayo kita bangun lagi kita bangun!! Kita masih bisa sayang. Kalau kutau. Hari itu benar - benar menjadi hari terakhir kita. Akan aku buat lebih lama hari itu. Akan kupeluk tubuhmu dengan erat dan tak akan aku lepaskan. Hingga aku bisa mengenangnya lagi lagi dan lagi. Oh sayang kenapa? Kenapa harus disaat - saat seperti ini. Kenapa sayang. Kau bajingan. Sungguh kau sangat bajingan sayang.
Kini hanya inginkan terbang bebas. Melayang mengelilingi sandaran yang pernah disinggahi oleh angin. Terhempas melihat debu yang mulai melekat. Bukan angan hanya titisan dari kisah yang terujung kaku. Bukan juga mimpi yang hanya bisa menjadi saksi akan angan yang menghampiri. Sekilas kisah terngiang melihat angin yang mulai mengajak debu untuk singgah. Sandaran bisu berdebu kini bukanlah saksi akan angin yang terus menggoda. Merasa seakan penuh impian untuk terbang, mencoba mengusik segala harapan yang telah terujung kaku. Membisunya sandaran adalah harapan dari segala angan yang tersimpan, terkunci membeku tak bisa terungkap. Hujan yang didamba dambakan tak lagi bisa kembali mendambakan angan yang hadir. Nyanyian yang menemani seakan hilang tak terdengar. Membeku, membisu tak pernah teringinkan. Ketika bunga layu berterbangan, terhempas angin tak menentu arah. Mengelilingi sandaran akan angan yang terujung kaku. Cemoohan saksi tak termakan waktu. Membeku saat debu mencoba terus menghujani sandaran. Kini hancurlah angan. Terhempas dengan paksa hingga tak tersisa sebutirpun harapan. Tertiup angin tak pernah terangkai lagi.
...
Hari berganti. Masih jelas aku belum bisa melupakanmu. Mungkin aku sudah pernah merasakan hal semacam ini. Namun masih saja sama. Masih tidak bisa membiarkan semuanya pergi dengan cepat. Seperti rasa sesak yang pernah muncul saat – saat dulu. Rasa susah melupakan. Melupakan kehadiranmu saat matahari menyapa. Melupakan semua kenangan sesaat yang pernah kita lalui. Aku butuh waktu. Untuk melalui semua ini. Namun seakan kehilangan selera untuk melanjutkan kehidupan percintaan ini.
Dan kini dari rumah usangku sudah tidak terdengar namamu yang sering kusebutkan. Yang sering ku ceritakan kepada ayah ibuku, dan juga adik – adikku.
Masih ditemani alunan lagu yang menggambarkan perasaanku. Perasaan sesakku. Iya lagu dari Last Child yang berjudul “Lagu Terakhir Untukmu”. Lagu yang menggambarkan semua tentang kita. Iya seperti ini liriknya;
Bila ku ingat tentangmu
Dalam rapuhnya hatiku
Semua kenangan yang kini
Terkubur oleh rasa sesakku
Di tengah-tengah kesepian hatiku
Yang berjuang 'tuk dapat hidup tanpamu
Yang tiada lagi mencintaiku
Tuhan tolong tunjukkan bila memang aku yang salah
Di saat kau putuskan takdir kami untuk terpisah
Agar takkan kuulangi lagi kesalahanku pada dirinya yang dulu
Membuatnya pergi dariku

Kini kan kuhancurkan mimpiku
Yang dulu t'lah kurangkai untukmu
Biarlah kenangan yang jadi bukti
Betapa berartinya kau untukku

Ku ciptakan sebuah lagu
Lagu terakhir untukmu
Lagu yang penuh emosi
Tentang betapa hancurnya hatiku
Bila nanti kau dengarkan lagu ini
Yang ku buat walau tiada ku mengerti
Alasannya membuat kau pergi
Iya jelas, sungguh aku tidak mengerti alasan yang membuat kamu pergi saat itu.  Hancur sudah semua mimpi kita. Salahku mungkin? Ya mungkin. Tapi biarlah, aku sudah tidak akan mengurusnya. Iya seperti yang kamu harapkan bukan. Iya aku mengerti.
Tak terangkai kata. Membisu didalam ruang tak berdinding menemani sehelai kata yang menari. Tak terukir indah seindah angan yang berterbangan. Pucuk bunga nan menggoda. Berhembus mencari sepetik harapan. Melambai lambai seakan terlihat. Memandang seakan kembali. Angin berhembus, menghembuskan semua yang tersisa. Tak bermakna, seperti angan yang hancur. Serpihan yang seakan akan bergerak untuk bersatu hanya menjadi rintihan zaman. Tersudut terpojok tak berharga. Seakan berlari mengejar angin. Namun sepenggal angan terngiang saat nyanyian mulai merajut harapan. Tak perlu risau. takdir menemani kemana angan pergi, mengejar serpihan diantara puing puing tak berarti.
Semua nampak berjalan begitu cepat. Tanpa ada pertemuan lagi tanpa ada senyuman lagi. Tanpa ada tatapan lagi. Tanpa ada cerita dari pengalamanmu lagi. Dan sesaat aku terbawa emosi ini. Terbawa dikeadaan terjatuh. Sungguh aku benar – benar terjatuh. Terjatuh hingga masih ku rasa sesak jika harus mengingatnya. Sungguh aku masih ingin bersamamu sayang. Tapi apa daya. Jika memang ini salahku maka maafkanlah aku. Semoga kau bahagia dengan seorang yang kau impikan itu.
2 hari berlanjut aku masih belum bisa menerima ini semua. Namun aku harus bisa.  3 hari mungkin waktu yang cukup kurasa untuk melupakan semuanya. Aku harus bisa melupakan bajingan itu. Melupakan orang terbrengsek yang pernah ku kenal. Ku coba menguatkan dengan menanyakan kepada salah satu mantan kekasihnya. Dan hal yang sama menimpa padanya. Aku ingin tertawa saat itu ingin tertawa rasanya. Terserah apa yang akan kau lakukan. Aku sudah memahaminya. Apa yang kau inginkan apa yang kau rahasiakan. Mungkin aku sudah tau hal ini dari awal namun ku coba membuatnya berjalan seperti yang kuinginkan. Walau akhirnya aku yang salah.
Malam ini terasa sangat sunyi, Guyuran hujan yang membuat udara menjadi dingin menambah kesan akan rintikan. sang pensil tidak ada hentinya untuk terus menutupi lembaran putih bergaris. Entah sekedar hanya ingin menari atau memberikan maksud lain. Celoteh sang burung membuat sang ranting terus bergerak. Mencari maksud tanpa niatan. Seketika waktu terhenti. Kenangan berterbangan, dan ingatan mengajak sang ranting untuk berhenti bergerak. Udara yang dingin kini mereda. Entah karena ingatan atau memang karna waktu yang mengenang. Hamparan kata merangkai. Tersusun rapi dengan harapan. Tak ada yang bisa sang ranting lakukan. Bergerak menggugurkan dedaunan atau hanya sekedar mendengar celoteh sang burung. Sang malam mengusap guyuran hujan. Tak terhitung berapa tetes yang telah berhamburan. Keinginan memiliki tetesan itu kini tak semudah terbang layaknya sang burung. Sang pensil yang terus merangkai kata tak pernah bisa menyatukan apa yang ingin disatukan. Walau kata terus merangkak menyambung membuat arti tetap tak bermakna.  Aroma rintikan dengan nyanyian tetesan yang mengalir dari langit hanya terus membuat sang waktu berhenti. Namun Tak ada arti lain selain merasa dengan ingatan dan melupakan dengan harapan. 
Jumat dan aku masih merasakan sisa – sisa kepahitan akan hari itu. Hari dimana semuanya hancur, semuanya berakhir. Dan jelas aku masih menyimpan semua ini dari kalian kawan – kawan yang menjadi saksi akan kisah indahku dulu. Aku seakan tidak ingin membagi kepahitan ini bersama. Aku hanya ingin membagi kebahagiaan dengan orabg – orang yang aku sayang. Tapi apakah ini baik untukku. Untuk pertemanan kita? Entahlah. Perasaanku masih campur aduk saat itu. Tolong sekali lagi mengerti lah keadaanku. Mengerti posisiku saat itu. Aku akan beritahu kaalian. Iya beritahu kalian tapi nanti.
Gelap pergi menjadi terang. Pagi ini ku rubah semua yang ku niatkan. Untuk menjauhi kalian. Maafkan aku. Mari kita perbaiki kawan. Mari kita buat semuanya mengalir dengan kebahagiaan yang akan hadir menemani hari - hari yang menjadi saksi akan semua hal.
Akan aku tebus kesalahanku dengan pertemuan bersama kalian kawan – kawanku. Ya hari itu, dimana aku harus kembali ke tempat yang menjadi saksi akan indahnya kisah yang pernah ada. Sungguh berat untuk pergi ketempat itu. Sungguh berat rasanya. Namun demi menebus semua kesalahanku, aku harus bisa. Harus bisa melepaskan masalahku sejenak.
Saat itu mulai senja. Mulai gelap karna mulai menunjukan rintikan hujan. Aku menunggu kalian didepan tempat bersejarah yang pernah menjadi  saksi akan semua hal. Menit demi menit. Namun kalian tidak menunjukan batang hidung kalian juga. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi kerumah kawan seangkatanku. Disana aku menunggu kalian. Ya memang aku tidak memberi tahunya terlebih dulu. Namun aku ingin memberikan hal terspesial untuk salah satu kawanku yang akan merayakan hari lahirnya.
Jam menunjukan pukul 20.00 aku dan kawanku yang lainnya pergi untuk bertemu dengan kalian. Ya harus ketempat itu lagi. Sungguh saat itu saat aku melalui jalan angsana, saat melalui pertigaan besar didekatnya mulai terbayang kenangan yang masih kuingat. Sesak sebenarnya. Namun sudah seperti kaca yang hancur. Sudah tidak bisa dirangkai menjadi kaca yang utuh lagi.
Apakah mungkin aku bertemu denganmu sayang? Apakah mungkin aku kuat untuk melakukan ini? Apakah mungkin aku akan terbawa suasana dengan melihatmu? Ah sungguh banyak sekali pertanyaan menyangkut semua tentangmu yang terus berputar dikepalaku. Tapi aku harus melakukan ini. Harus bisa berpura – pura tegar agar tidak terbayang jelas oleh kawan – kawaanku.
Dan akhirnya aku berada didepan tempat ini lagi. Demi menunggu kalian kawan.
Lama sekali aku dan kawanku menunggu pada malam itu. Menikmati jalan angsana pada malam hari dengan semua ingatan yang terus memutari pikiranku. Menikmati setiap sapaan angin yang merayu untuk lebih mengingat semua kejadian yang pernah terjadi. Iya dulu kita pernah berdua disini. Dijalan ini. Tapi itu saat aku belum mengira bahwa kamu akan melakukan semua ini kepadaku.
Kemudian Satu persatu kawan yang kukenal keluar dari bangunan bersejarah itu. Aku masih menunggu yang lainnya. Masih berbincang sedikit saat itu. Hingga kalian keluar. Dan hingga si brengsek keluar. Aku tidak tahu saat kau keluar dari bangunan itu. Kawankulah yang memberitahunya. Mungkin kamu tidak melihatku disini. Mungkin hanya aku yang melihatmu disini. Hanya melihat punggungmu. Iya aku hanya melihat bagian belakang dirimu saja. Punggung yang dulu menjadi tempat bersandarnya aku. Yang dulu pernah membuat rasa letihku hilang. Ingin rasanya berada disampingmu lagi. Merasakan hangatnya pelukanmu. Merasakan indahnya senja bersamamu. Ah tapi jika aku ingat apa yang telah kamu lakukan maka aku ingin menepis semuanya. Semua yang sedari tadi aku rasakan. Sesak rasanya melihatmu. Sesak rasanya melihatmu yang kini bukan menjadi bagian terindah dari hidupku lagi. Kucoba realistis. Aku mencoba bergegas menghidupkan kuda bermesinku. Kucoba mengejar dirimu yang sedari tadi sudah memacu kuda bermesinmu. Aku melalui jalan angsana dan dipertigaan aku belok kanan hingga menuju perempatan besar. Kemudian kuarahkan kuda bermesinku belok kiri kearah selatan. Aku mengejarmu dengan kawan yang sedari tadi memegangi pinggangku, mungkin kawanku mulai merasa resah dengan tindakan yang aku lakukan. Tapi entah kenapa semua ini harus aku lakukan. Dan kini aku tepat dibelakangmu sayang. Mungkin kau tidak menyadarinya. Mungkin hanya aku yang menyadarinya. Aku mencoba menyalipmu. Melihatmu dari salah satu kaca yang ada di kuda bermesinku. Dan memang benar ada kamu dibelakang aku. Ini jarak terdekat kita. Setelah semua yang pernah ada. Namun kau pasti tidak akan menyadarinya. Ku perlambat laju kuda bermesinku. Tidak mengharapkan apa – apa. Hanya ingin meluapkan perasaanku saat itu. Perasaan yang menggebu – gebu. Sungguh kesal saat itu. Sungguh seperti sesak yang pernah aku rasakan terulang lagi. Semua tertahan didadaku. Sungguh ingin meluapkan semuanya dihadapanmu. Meluapkan kekecewaan ini keamarahan ini. Semua yang aku rasakan yang sempat membuat aku terjatuh. Namun siapa aku? Siapa? Hanya seorang perempuan yang mungkin sudah tak kau hiraukan. Dan kau kini berada didepanku. Kau. Entah kau menyadarinya atau tidak. Aku tidak mengerti. Dan sungguh aku mengabaikan jalanan saat itu. Aku terus memacu kuda bermesinku hingga dipersimpangan aku hampir ada disebelahmu. Namun aku terus maju untuk menghindarimu. Dan aku beranjak dari persimpangan. Dan kau kini ada dibelakangku. Kuarahkan kuda bermesinku kearah kanan dipersimpangan depan. Dan kau terus melaju kearah kediamanmu. Sungguh aku ingin menegormu dan berkata “dasar bajingan”. Sungguh rasa sesak yang menjadi kekesalanku saat itu sangat menggebu – gebu. Tapi selamat tinggal sayang. Mungkin itu hari terakhir kita dengan jarak sedekat ini. Selamat tinggal untuk selamanya.
Sungguh seperti yang pernah ku katakan jika kisahku berakhir maka aku harus mengakhiri semuanya. Bukan karena aku ingin memutuskan tali silaturahmi tapi hanya untuk melanjutkan kehidupanku dengan kenangan baru yang mungkin akan lebih indah. Bukan lalu aku memutuskan pertemanan di sosmed. Bukan. Tapi setidaknya aku tidak akan melihat sosmedmu, atau bahkan mengirimi pesan kepadamu. Tidak akan sayang. Jadi aku ucapkan Selamat tinggal sayang. Selamat tinggal.
Hari itu masih berlanjut. Aku menepikan kuda bermesinku untuk bertemu dengan kawanku yang lainnya. Mungkin sedari tadi kalian menungguku. Maafkan aku mungkin tadi aku masih belum bersikap baik akan masalah yang sedang aku hadapi. Aku mencoba menenangkan keadaanku. Aku mencoba menarik napasku dan mengeluarkannya perlahan, hinggaa aku merasa tenang. Tersenyum puas. Dan ternyata temanku memahamiku. Mengerti semua yang aku rasakan. Hingga kita kembali tertawa di atas kuda bermesinku. Dan malam itu adalah malam yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Dan esok?. Hari kelahiran kawanku. Dan aku berniat merayakannya. Namun kenapa harus ditanggal yang dulu pernah menjadi tanggal yang sangat spesial. Tanggal yang akhirnya membuat luka yang sangat dalam. Hingga selera mencintaiku hilang karnanya. Bagaimana tidak perjuangan selama 2 tahun itu harus kandas begitu saja. Ah sudahlah. Itu masa – masa kelam. Hingga kau hadir merubahnya. Dan hingga kau yang membuat masa – masa kelam itu hadir lagi sayang.
Bagaimana besok?. Kita lihat saja nanti.
Hari ini. Ya hari spesial untukmu kawan. Sungguh aku tidak bisa membohongi diriku yang memang pernah bahagia saat berada di tanggal ini, tepatnya 3 tahun lalu. Seseorang yang sudah membuat hari – hariku bermakna. Dengan kehadirannya. Dengan masalah yang selalu muncul. Dengan perjuangan backstreetnya selama lebih dari 2 tahun. Dengan hayalan dan halusinasi yang sering hadir menemani hubunganku  saat itu. Dengan ketidak restuan ibuku saat itu. Dengan semua yang pernah tercipta. Yang telah menutup hati aku ini. Menutup segala rasa. Menghilangkan selera mencintai orang lain. Dan harus pura – pura tegar setelah kita berakhir.
Memang semuanya sempat dipulihkan oleh seseorang yang baru saja menutupnya lagi. Iya menutup semua yang mulai aku buka. Entah kenapa. Tapi kenapa. Aku tidak tahu. Lupakan saja. Biarkan semua menjadi kenangan yang bisa diingat saat hujan turun. Dan sekarang waktunya kita merayakan hari ini hanya untukmu kawan.
Semua rencana berjalan lancar. Aku yang sedari tadi sibuk dengan tempelan – tempelan bermakna. Seperti dikejar target. Iya aku hanya punya waktu 60 menit saja untuk membuat semuanya tampak lebih sempurna.
Waktu menunjukan pukul 16.00. Dan itu tandanya aku harus menjalankan rencana awal. Ya aku harus menjemput kalian. Entah sekuat apa diri aku saat itu. Menuju bangunan itu lagi. Menuju tempat yang sunggub aku hindari. Tapi sekali lagi demi kalian aku bisa melakukannya. Aku bisa.
Aku menunggu. Terus menunggu. Saat aku menunggu aku menemui sosok yang pernah menyebutkan semua impian bersama. Ya yang dulu pernah menjadi salah satu saksi akan perjalanan kisah bahagiaku. Aku menghampirinya. Aku menyapanya. Sungguh aku rindu kamu kawan. Namun waktu belum tepat untuk kita bisa berkumpul. Tapi kenapa kamu masih bercerita tentang dia. Kamu berkata, “kemarin malam minggu dia main ke ketempat aku bersama kawannya”. Iya memang kawannya dia adalah pacar dari kawan.. yaa dari kawan orang brengsek itu. Sungguh aku ingin membalas dengan berkata, “kini aku masa bodo sama dia, terserah apa yang mau dia lakukan. Kalaupun harus terjun kejurang pun silahkan saja. Jika dia mengajakmu untuk menjadi teman hidupnya pun tidak apa – apa”. Tapi jangan kamu terima ya kawan. Aku tidak ingin luka ini kamu rasakan. Dan aku pun tahu kamu tidak akan bersama dia, ya karena kamu sudah punya yang lebib spesial. Iya impianmu yang mungkin akan menjadi kenyataan kawan.
Sungguh aku ingin menceritakannya padamu kawan. Tapi aku belum bisa menceritakan semuanya padamu kawan, aku belum bisa menceritakannya sungguh. Mengertilah posisiku.
Dan akhirnya kawan – kawan yang aku tunggu pun muncul dan menemuiku. Dan kita bertemu. Kita berkumpul bersama. Merayakan semuanya bersama. Berbagi bersama. Ah sudahlah aku sangat bahagia. Hingga akhirnya aku harus mengatakan semua yang sudah terjadi. Mengatakan hal yang sebenarnya masih belum siap untuk dikatakan. Ya tapi ini salah satu waktu yang tepat.
Baiklah. Saat itu mungkin aku menjelaskan semua yang terjadi. Semua kesalahan aku dengan kalian. Kesalahan bodohku. Dan entah kenapa. Semua ceritaku berjalan dengan haru. Aku tidak bisa menahan bendungan air mata saat itu. Sungguh itu kali pertama aku menangis sejak kamu memutuskan hubungan kita. Aku menangis terus menangis. Bukan karena aku lemah. Tapi mungkin ini yang aku butuhkan. Meluapkan semua yang menjadi masalahku selama ini. Aku gila. Aku bodoh. Dulu aku sering membanggakanmu didepan kawan – kawanku. Aku bela kamu mati – matian didepan mereka. Aku sangkal semua yang mereka ceritakan tentang kamu. Cerita yang menjatuhkan kamu. Aku buat mereka mengerti tentang keadaan kamu. Biar semua rutinitasmu berjalan lancar. Tapi apa?. Hari ini, iya hari ini aku menceritakan semua kebrengsekanmu didepan mereka. Aku menjelaskan semuanya. Mungkin mereka mulai menghiburku. Menghibur agar bisa melupakan kamu. Iya kamu sayang yang sangat brengsek. Maafkan aku kawan. Maafkan dulu aku tidak mendengar semua yang kalian katakan. Maafkan aku.
Malam itu terasa panjang. Kami terus bercerita tentang semua masalah kami. Sungguh setelah aku menceritakannya, rasa sesak yang aku rasakan kini hilang. Dan sungguh setelah aku menceritakannya aku bisa memahamimu dari sudut pandang yang berbeda. Bukan dari sudut pandang aku saja yang sewaktu itu masih mengaggumimu, namun aku bisa melihat dari sudut pandang kawan – kawanku yang menjadi saksi akan ketidakseriusannya kamu akan hubungan yang pernah ada. Ketidakseriusan yang mungkin kamu tunjukan dengan perkataan, tindakan kamu selama kita menjalani hubungan yang singkat itu. Ternyata aku salah jika aku terus berpikir positif terhadap kelakuan yang kamu lakukan kepadaku. Jika aku tau mungkin aku akan menanyakan lebih kepadamu saat itu. Iya saat kita memiliki hubungan. Dan kini sejak aku paham semua yang terjadi, dan sejak aku bisa menghilangkan semua rasa sesakku, aku bisa bebas. Iya aku bisa lebih merasa bebas. Sama seperti kamu yang menginginkan kebebasan saat kamu sendiri sedang diberikan dan merasakan kebebasan yang kamu tidak pernah menyadarinya saat bersamaku.
Malam itu rasanya sangat indah. Dan malam itu adalah kali pertama kita berkumpul hingga akan larut selarut larutnya malam. Iya semua karena kalian. Terimakasih kawan.
Mungkin ini pembelajaran untukku. Untuk tidak mengaharapkan lebih sang Bintang, karena Tuhan sudah memiliki rencana terbaik. Iya seperti apa yang kalian katakan.
...
Sudah cukup bahagia. Bisa menjadi salah satu kisah dari hidupmu. Menjadi R ketiga yang membuatmu tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia. Mungkin aku tidak bisa menjadi R yang kamu inginkan. Tapi inilah aku R yang hanya menjadi R dalam diriku. Sekali lagi jika kamu mengerti maka tersenyumlah, tapi jika kamu tidak mengerti maka tetap tersenyumlah.
Aku tahu jika dulu kamu mengakhiri dengan alasan yang kamu buat, itu hanya ilusimu saja. Kamu mengakhiri hubungan kita karena kamu masih terngiang akan R masa lalumu. Aku tahu kalau dulu kamu nyaman denganku. Sebatas nyaman karena kekosongan hatimu yang telah ditinggalkan hingga terjatuh oleh R masa lalumu
Aku tau kamu menginginkan seseorang yang bisa menemanimu. Maafkan aku, aku juga ingin seperti itu, tapi kita harus dewasa sama seperti yang kamu bilang. “kita punya kesibukan masing – masing”. Tapi kamu tidak bisa mengertinya dan tidak bisa mendewasakan dirimu. Iya sama seperti yang kamu bilang saat itu.
Mungkin kita sama – sama merasakan dan  mengalami masa lalu yang kelam. Mungkin dulu kita pernah sama - sama merasa terluka. Mencoba memulai yang baru agar bisa kembali merasakan cinta. Mungkin dulu kita pernah sama - sama merasa terpatahkan oleh seseorang yang membuat hidup kita berwarna. Dari diriku aku mencoba realistis. Mencoba menerima semua yang telah terjadi. Namun dari dirimu mungkin masih ada rasa untuk sekedar mengatakan kepada orang itu bahwa kamu bisa. Walau hingga kini kamu masih terngiang semua tentang dia. Mungkin kamu masih ada urusan yang belum kamu selesaikan dengannya sehingga kamu masih mengingat dan selalu terngiang tentangnya. Salah jika kamu terus mencari perempuan lain hanya untuk mendapatkan yang seperti dia. Kamu pasti tidak akan mendapatkan seseorang yang sama persis seperti dia. Coba realistis. Mau  sampai kapan hidup dengan amarah yang masih menggebu – gebu akan masa lalumu itu. Mau berapa banyak perempuan yang akan kamu sakiti. Jika terus ingin membalas amarahmu. Jika ingin mencari maka mencari saja tanpa ada status pasti terlebih dulu.
Namun Jika masalahmu terletak pada orang terdekat dari R masa lalumu itu, maka cobalah cari alasan yang membuatnya meremehkanmu. Bukan malah kamu meremehkan orang lain. Mungkin kesalahan terletak didirimu sendiri. Jika kamu ingin menunjukan kehebatanmu didepan orang terdekat R masa lalumu itu maka salah caramu dengan mengikutsertakannya dikehidupan percintaan masa depanmu. Urusanmu dengan masa lalumu jangan kamu ikut sertakan di masa depanmu. Mungkin aku memang tidak mengerti apa yang sedang kamu rasakan. Mungkin aku tidak tahu persis kenapa dan apa sebab dari R yang membuatmu sangat terpatahkan seperti ini. Tapi jika kamu terus mengikuti nafsu amarahmu. Mungkin kamu belum bisa merasakan cinta indah yang bahagia.
Aku hidup di kota yang pergaulannya cukup bisa dibilang masa kini. Yang setiap saat selalu melihat status yang berganti – ganti. Tapi aku mengerti apa sebenarnya guna dari status. Jika sudah memulai dengan status maka itu tandanya kamu harus sudah bisa mencoba memulai yang baru. Jika memang belum bisa maka sudah cukup tidak menggunakan status terlebih dulu. Mungkin karma akan terus menanti. Seperti karma yang telah menyapaku.
Kita sama satu sifat. Karena bulan kelahiran kita sama. Aku mengerti posisimu sekarang. Karena aku pernah ada diposisimu. Terus berusaha menunjukan kepada orang terdekat R di masalalumu itu. Jika kamu sudah puas maka mulalilah dengan yang baru. Tanpa mengikutsertakannya lagi.
Orang tidak baik jika dibalas dengan ketidak baikan akan tetap menjadi orang tidak baik. Tapi jika dibalas dengan baik maka orang tidak baik akan berubah menjadi baik. Jika kau memahaminya maka tersenyumlah. Jika tidak maka coba kau berpikir sejenak dan terus tsrsenyumlah.
Jika dulu aku pernah nyaman maka iya memang aku nyaman. Tapi mungkin disaat awal aku masih terngiang dengannya namun sungguh aku bisa realistis dan bisa melanjutkan semuanya dengannmu. Berbeda denganmu yang saat awal kamu masih mendekat kepadaku. Namun diakhir kamu kembali terngiang dengannya. Kata orang move on itu susah. Tapi sebenarnya move on itu Cuma butuh waktu. Waktu untuk bisa realistis. Move on itu bukan harus memulai yang baru dengan status. Namun move on itu harus bisa melupakan  semua tentangnya. Tanpa terngiang sedikitpun. Jika kini aku masih merasa sesak saat mengingat semua kenangan kita itu artinya aku masih memiliki perasaan dan itu artinya dulu aku tulus menyayangimu. sama seperti yang dikatakan Mario Teguh:
“jika kamu merasakan sakitnya putus cinta maka itu tandanya dulu kamu tulus mencintainya. Berdoalah agar kamu tidak terlalu lama merasakan sakitnya”
“move on itu bukan dengan memiliki status baru dengan orang lain. Tapi move on itu sudah bisa hidup tanpa dia”
bagaimana dengamu?
Aroma hujan kini kuhirup lagi. Tidak ada hal indah yang terlintas. Hanya aroma klasik yang menandakan akan turun hujan. Kebahagiaan yang sedang kurasakan saat ini telah menghilangkan keluh kesah aroma klasik itu. Mungkin sang angin telah berhasil menerbangkan sisa - sisa harapan yang pernah melekat disandaran bisu yang dulu selalu disinggahi. Atau mungkin ini adalah posisi dimana dulu sang angin ingin beranjak pergi. Tidak ada lagi harapan untuk menjadi kenyataan. Hanya keinginan untuk menjadikan sebuah keindahan. Tik tik tik. Rintikan yang mengalir dari langit mulai terdengar namun seakan tidak pernah dirasa lagi keindahannya. Alasan klasik yang selalu muncul jika rintikan itu datang kini tidak pernah ditemukan lagi. Tidak ada sebutir pun kisah terbawa oleh rintikan. Mungkin sudah mengalir bersama rintikan. Atau mungkin sudah hilang terhapus oleh rintikan. Nada indah yang menjadi suatu hal yang bangga untuk dipamerkan, kini hanya menjadi kata - kata dingin yang membeku di selembar kertas kusam. Tidak ada yang berani menyentuhnya bukan karena tidak ingin terpenjara oleh ruang sepi, namun hanya ingin mempertahankan alasan klasik yang sedang menggambarkan hari demi hari. Karena kini aku hanya bersama dengan Kebahagiaan yang akan selalu aku hadirkan dihari hari ku. Hanya ada Aku dan Kebahagiaanku.
...
Jika dulu aku menyayangimu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu bahagia bersamamu, maka itu benar. Jika dulu aku mencintaimu, maka itu benar. Jika dulu aku mempercayaimu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu merindukanmu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu menunggumu untuk berkabar, maka itu benar. Jika dulu aku selalu bersemangat karena kamu, maka itu benar. Jika dulu aku selalu tersenyum saat bersamamu, maka itu benar. Jika dulu aku menyukai matamu, maka itu benar. Jika dulu aku tidak pernah mengira akan berakhir seperti ini, maka itu benar. Biarlah menjadi yang dulu untuk dikenang, karena bukan urusanmu lagi. Biarlah kebebasan selalu ada dipihakmu, dan sungguh bukan urusanku lagi.
Terima kasih sayang akan kisah singkat yang pernah kau ukir didalam hidupku. Kisah ini akan ku kenang. Akan kusimpan untuk menjadi kenangan. Kenangan yang akan kuingat hingga nanti. Hingga waktu yang akan mengakhirinya. Terima kasih. Sekali lagi terima kasih.





Back to back

 This feeling that really suck. We have access for sure, but everytime I have a time to tell, my mouth stop talking, even my mind keep think...