Jumat, 27 Oktober 2017

Tak Terangkai Indah

Planet Lain
19 September 2015

ketika Daun merunduk, ketika rangkaian kata tak terangkai indah ikut merasakan gundahnya hari hari saat angan beranjak tuk pergi. Tak lagi melambai ketika angin menggoda. Debu yang dulu mulai melekat kini menjadi hiasan bak prasasti yang mengukir akan angan yang dulu pernah singgah. Berlari untuk pergi, namun terhalang oleh puing - puing akan angan yang tlah hancur. Seketika langit berubah menjadi tak bersahabat. Ketika Rintikan kecil yang dulu pernah didamba mulai menemani, seakan menambah keadaan menjadi kacau. Tersungkur kaku disudut ruangan bersama dengan debu yang setia menemani. Lantunan musik mulai menuntun menuju alam yang slalu dirindu - rindukan, sebagai tempat terindah yang selalu menemani di tengah sunyinya kegelapan. Terdengar suara yang mulai memecah kesunyian, hingga tersadar dengan keadaan yang sangat buruk. Seburuk angan yang pernah ada. Mencoba kembali ke suatu tempat yang sempat menjadi saksi akan indahnya angan, menunggu hingga disadarkan oleh sekelompok orang yang mulai memberi belas kasih akan bodohnya angan ini. Tak ada satu orang pun yang berkata bahwa ini adalah hal yang mudah untuk dilakukan. Namun singgahlah sejenak. Rasakan apa yang pernah ada. Terbanglah, ikuti rangkaiannya walau tak sejalan dengan angan yang diimpikan. Pernahkah terbayang. Pernahkah terpikir? Sulit untuk dikatakan, namun inilah kenyataannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to back

 This feeling that really suck. We have access for sure, but everytime I have a time to tell, my mouth stop talking, even my mind keep think...